Salin Artikel

4 Wanita Cantik yang Melegenda dari Zaman China Kuno

KOMPAS.com - Di zaman China kuno hiduplah 4 wanita cantik yang melegenda dari dinasti yang berbeda.

Kecantikan mereka memiliki pengaruh dalam kisah cinta, perang, dan perselisihan kepentingan kekaisaran abad itu.

Mengutip Supchina.com ada ungkapan China yang menggambarkan hal itu, "qingcheng qingguo", yang artinya "begitu indah sehingga dia menghancurkan kota dan tanah".

Berikut 4 wanita cantik tersebut yang Kompas.com rangkum dari berbagai sumber:

Ungkapan kuno untuk menggambarkan kecantikan Xi Shi, "Sangat cantik sehingga ketika ikan melihat bayangannya di air, mereka akan lupa cara berenang dan tenggelam ke dasar danau."

Kecantikannya disebut sangat ekstrim, sehingga sambil bersandar di balkon untuk melihat ikan di kolam, ikan itu akan sangat terpesona sehingga mereka lupa berenang dan perlahan-lahan tenggelam dari permukaan.

Xi Shi disebutkan hidup dari 506 SM di Zhuji, ibu kota negara Yue kuno.

Di negara Yue, Raja Goujian berkuasa. Ia pernah dipenjara setelah dikalahkan dalam perang oleh Raja Fuchai dari negara Wu.

Raja Fuchai adalah seorang pecandu seks dan tidak bisa menolak wanita cantik, jadi menteri Goujian, Wen Zhong, menyarankan untuk melatih wanita cantik mengalahkan musuh.

Menteri Goujian lainnya, Fan Li, menemukan Xi Shi untuk diberikan kepada Fuchai sebagai selirnya pada 490 SM.

Fuchai tersihir oleh kecantikan Xi Shi. Karena itu, dia melupakan semua urusan negaranya, dan atas dorongannya, ia membunuh penasihat terbaiknya, jenderal besar Wu Zixu.

Fuchai bahkan membangun Istana Guanwa (Istana Wanita Cantik) di sebuah taman kekaisaran di lereng Bukit Lingyan, sekitar 15 kilometer sebelah barat Suzhou.

Kekuatan Wu menyusut, dan pada 473 SM Goujian melancarkan serangannya dan membuat pasukan Wu kalah total. Raja Fuchai menyesalkan bahwa dia seharusnya mendengarkan Wu Zixu, dan kemudian bunuh diri.

Setelah misi Goujian berhasil, ia melihat Xi Shi justru sebagai ancaman baru. Sehingga, ia memerintahkan Xi Shi untuk ditenggelamkan dengan melemparkan tubuhnya ke danau, demi menghindari tergoda oleh kecantikan wanita tersebut, seperti Fuchai.

Sejarah China menyebut Xi Shi tetap dikenang dengan adanya Kuil Xi Shi, yang terletak di kaki Bukit Zhu Lou di bagian selatan kota, di tepi Sungai Huansha.

Sementara, terdapat Danau Barat di Hangzhou dikatakan sebagai penjelmaan Xi Shi. Danau itu disebut juga Danau Xizi, Xizi adalah nama lain dari Xi Shi, yang berarti Nyonya Xi.

Ungkapan kuno untuk menggambarkan kecantikan Wang Zhaojun, "Sangat cantik sehingga burung akan lupa mengepakkan sayapnya dan jatuh dari langit."

Dalam sebuah legenda, Wang Zhaojun meninggalkan kampung halamannya dengan menunggang kuda dan memulai perjalanan ke utara.

Sepanjang jalan, kudanya meringkik, membuat Zhaojun sangat sedih dan tidak bisa mengendalikan emosinya. Saat dia duduk di pelana, dia mulai memainkan melodi sedih pada alat musik petik.

Sekawanan angsa terbang ke selatan mendengar musik, melihat wanita muda yang cantik menunggang kuda, seketika mereka lupa mengepakkan sayapnya, dan jatuh ke tanah.

Sejak saat itu, Zhaojun mendapat julukan "angsa jatuh" atau "burung jatuh."

Wang Zhaojun diceritakan hidup pada 50 SM, lahir dari keluarga terpandang di Zigui, Nan county (sekarang Xingshan county, Hubei) di selatan kekaisaran Han Barat. Ia memiliki nama lahir Wang Qiang.

Setelah 40 SM di bawah Dinasti Yuan, Zhaojun memasuki harem Kaisar. Namun, ia tidak pernah dikunjungi oleh kaisar dan tetap sebagai dayang istana.

Saat Kaisar Yuan memilih istri baru, ia disajikan semua potret wanita cantik. Namun, potret Wang Zhaojun tidak pernah dilihat oleh Kaisar karena ia dilukis dengan jelek.

Diceritakan saat itu, para wanita calon selir Kaisar menyuap pembuat potret kekaisaran, tetapi Zhaojun tidak melakukannya. Sehingga, ia selalu diabaikan.

Sekitar 33 SM, pemimpin Xiongnu, Huhanye, datang ke kerajaan Han dalam rangka penghormatan. Huhanye lalu meminta agar dia bisa menjadi menantu kekaisaran.

Permintaannya tidak diluluskan, akan tetapi Huhanye diberikan kompensasi berupa selir-selir kaisar Yuan, terutama yang tidak dikunjungi kaisar. Wang Zhaojun adalah salah satu di antara mereka yang diberikan kepada Huhanye.

Dituliskan dalam Hou Han Shu, Wang Zhaojun sendiri secara sukarela mengajukan diri untuk dikirim ke Xiongnu karena dia kecewa menunggu.

Saat itu, Kaisar Yuan untuk pertama kalinya bertemu langsung dengan Wang Zhaojun. Ia tertegun akan kecantikannya dan sangat menyesal, tetap akhirnya tetap merelakan Wang Zhaojun demi persekutuan Han dan Xiongnu.

Di sana Wang Zhaojun menjadi selir kesayangan Huhanye, hingga melahirkan dua putra dan satu putri.

Huhanye meninggal pada 31 SM dan saat itu Wang Zhaoju meminta untuk dapat dikembalikan ke China daratan.

Kaisar Cheng menolak, dan justru memerintahkan agar dia mengikuti tradisi levirat Xiongnu yaitu menikah dengan pemimpin Xiongnu berikutnya, putra tertua Huhanye dari istri pertaman atau anak tiri Wang Zhaojun.

Dalam pernikahan barunya, dia memiliki dua anak perempuan.

Namun, dalam legenda diceritakan bahwa setelah permohonannya untuk kembali ke daratan ditolak kaisar Cheng, Wang Zhaojun bunuh diri sebagai upaya untuk menolak menikah lagi dengan anak suaminya sendiri.

Dalam sejarah China kuno, Wang Zhaojun menjadi simbol persatuan bangsa dan terus dihormati hingga generasi selanjutnya karena selama sekitar 60 tahun terbentuk perdamaian antara Han dan Xiongnu.

Makamnya berulang kali direnovasi oleh generasi baru untuk mengenangnya. Banyak seniman dari setiap dinasti, yang menciptakan ribuan karya berdasarkan kisahnya dalam berbagai bentuk artistik, seperti musik, lukisan, puisi, drama, dan novel.

Ungkapan kuno untuk menggambarkan kecantikan Diao Chan, "Sangat bersinar sehingga bulan itu sendiri akan bersembunyi karena malu saat melihatnya."

Sosok Diao Chan sedikit diceritakan dalam sejarah, hanya saja dikenal luas melalui karya novel klasik "Romance of the Three Kingdoms" karya Luo Guanzhong.

Legenda mengatakan bahwa ketika Diaochan membayar persembahan ke bulan pada tengah malam, Chang'e (Dewi Bulan China) bergegas bersembunyi di awan, karena wanita cantik ini membuatnya merasa rendah diri.

Ungkapan kuno terkenal "mengalahkan bulan" dalam idiom yang menggambarkan "Keindahan yang mengalahkan bulan dan mempermalukan bunga" ditujukan untuk sosok Diao Chan.

Dalam catatan sejarah, Diao Chan hidup pada 160-an.

Dalam novel klasik "Romance of the Three Kingdoms", ia muncul dalam plot yang melibatkan prajurit Lu Bu dan panglima perang Dong Zhuo.

Wang Yun, kasim di bawah Kaisar Xian, menikahkan Diao Chan dengan Lu Bu, dan kemudian dengan Dong Zhuo.

Hal ini menimbulkan kecemburuan antara keduanya yang merupakan ayah dan anak. Akhirnya Lu Bu membunuh ayah angkatnya, sesuai rencana Wang Yun untuk meredam tirani Dong Zhuo.

Sehingga, disebutkan bahwa Diao Chan adalah kunci untuk memecah aliansi tak terkalahkan antara tirani Dong Zhuo dan pejuang ahli dan putra angkatnya, Lü Bu.

Ada berbagai cerita tentang kematian Diaochan. Ada veris cerita bahwa Diao Chan diperkenalkan kepada Guan Yu oleh saudara angkatnya Zhang Fei setelah kematian Lu Bu.

Namun, Guan Yu tidak menerimanya sebagai rampasan perang, justru memenggalnya dengan pedangnya. Peristiwa ini tidak muncul baik dalam catatan sejarah maupun novel "Romance of the Three Kingdoms", tetapi disebarkan melalui media massa, seperti opera dan storytelling.

Ada juga gagasan lain tentang apa yang terjadi pada Diao Chan, sebuah sumber yang mengatakan bahwa dia memang bertemu dengan Guan Yu, tetapi dia membiarkannya menjadi seorang biarawati.

Setelah mendengar itu, seeorang raja perang, Cao Cao, ingin mengambilnya sebagai miliknya. Namun, ketika berita itu sampai ke Diao Chan, dia bunuh diri.

Diaochan adalah orang yang nyata dalam sejarah China kuno. Dia tinggal di desa Muzhi, 3 km selatan kota Xinzhou di provinsi Shanxi dan nama aslinya adalah Ren Hongchang.

Di desa itu masih berdiri sebuah prasasti bertuliskan “Kampung halaman Diao Chan”, serta makam dan kuilnya. Itu semua dibangun untuk memperingati wanita terhormat yang mengorbankan dirinya untuk negara.

Ungkapan kuno untuk menggambarkan kecantikan Yang Guifei, "Wajahnya membuat semua bunga bersembunyi karena malu ketika dia lewat."

Suatu hari ketika dia sedang berjalan-jalan di istana kekaisaran Dinasti Tang, ia melihat mawar dan peony China sambil menangis karena dilarang meninggalkan istana dan dikurung seperti burung.

Begitu air matanya jatuh di kelopak bunga, kelopak bunga itu menyusut, yang diartikan bunga terkejut dengan kecantikannya dan menyembunyikan diri.

Yang Guifei atau Yang Yuhuan disebut dia adalah selir kekaisaran Kaisar Xuanzong dan biasa disebut Selir Kekaisaran Yang. Dia juga dikenal secara singkat dengan nama biarawati Taizhen.

Yang Yuhuan lahir di keluarga pejabat yang terkenal. Dia memiliki kecantikan alami dan karakter yang lembut.

Dia berbakat dalam musik, menyanyi, menari dan bermain kecapi. Dia pun memiliki pendidikan yang baik, sehingga membuatnya menonjol di antara selir kekaisaran dan memenangkan hati kaisar.

Kaisar Xuanzong, seorang penggemar musik, memerintahkan para pemusiknya untuk memainkan musik Song of Rainbow Skirt & Feathered Dress yang digubah olehnya untuk mengekspresikan perasaan cerianya melihat Selir Kekaisaran Yang.

Yang Guifei mempromosikan seluruh keluarganya ke jabatan tinggi untuk menunjukkan cintanya pada kaisar, tetapi mereka salah mengatur kekuasaan mereka, menyebabkan pemberontakan yang hampir membuat kaisar kehilangan tahtanya.

Pada tahun 755 M ketika pemberontakan militer "Pemberontakan Anshi (Anshizhiluan)" diluncurkan oleh pasukan lokal Dinasti Tang, Kaisar Tang Xuanzong, bersama dengan para selir melarikan diri dari Chang'an.

Ketika mereka tiba di Lereng Mawei, para pasukan tentara berpikir bahwa alasan pemberontakan adalah Yang Guifei.

Untuk menenangkan tentara, Kaisar Tang Xuanzong tidak punya pilihan selain memerintahkan Yang untuk bunuh diri di Lereng Mawei.

Pada generasi berikutnya, sebuah puisi panjang, "Song of the Everlasting Sorrow" ditulis oleh Bai Juyi yang menggambarkan cinta Kaisar untuk Yang Guifei dan kesedihan abadi atas kehilangannya.

Kisah Yang Yuhuan dan puisinya juga menjadi sangat populer di Jepang dan menjadi sumber inspirasi untuk novel klasik “The Tale of Genji”.

Untuk mengenangnya, ada makam Yang Yuhuan di Xingping, provinsi Shaanxi, di depannya berdiri patung marmer putih Yang Yuhuan.

https://internasional.kompas.com/read/2021/09/02/103639970/4-wanita-cantik-yang-melegenda-dari-zaman-china-kuno

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke