Salin Artikel

Biografi Tokoh Dunia: Abraham Karem, Perintis Drone dari “Mainan” Jadi “Predator Pembunuh”

KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) menggunakan pesawat tak berawak atau drone dalam serangan balasan ke ISIS-K, sebelum secara resmi menyelesaikan perang terpanjang negaranya di Afghanistan pada Selasa (31/8/2021).

Metode serangan yang sama digunakan dalam serangan AS di Balad, Irak pada 2008. Saat itu, AS menggunakan MQ-9 Reaper, yang disebut juga Predator. Pesawat tak berawak ini memiliki mesin baling-baling turbo dan dapat membawa hampir 4.000 pon (1.814 kg) persenjataan.

Pesawat udara tak berawak itu, pertama kali dirancang oleh Abraham Karem. Dia berhasil mengembangkan teknologi baru yang semula dilihat aneh itu, menjadi alat yang dibutuhkan andal dalam operasi militer.

Inovasi tersebut memulai revolusi teknologi yang kini menyebar ke penerbangan sipil. Tak heran jika pria yang juga disebut Abe itu dianggap sebagai bapak pencipta teknologi UAV (drone).

Pengusaha yang kini berusia 83 tahun ini, kini fokus mengembangkan kendaraan eVTOL (electric vertical take-off and landing), istilah industri untuk mobil terbang.

Selain temuannya, kemampuannya untuk menarik dan memotivasi para insinyur, ilmuwan, dan teknisi yang bersemangat mengikuti jejaknya disebut sebagai pencapaian dan bakat terbesarnya dalam dunia penerbangan.

Inspirasi inovasi

Lahir di Irak pada 27 Juni 1937, Abe dibesarkan di Israel. Sekitar 1951, Ayahnya membawa istri dan empat putranya ketika negara Yahudi itu didirikan setelah Perang Dunia II.

Sebagai anak ketiga dalam keluarga itu, sejak kecil dia memiliki ketertarikan pada mainan dan teknologi. Pada usia 13 tahun, Abe sudah jatuh hati pada ilmu penerbangan, dan mulai membuat replika pesawat di tahun berikutnya.

Gelar teknik penerbangan berhasil dia raih dari Institut Teknologi Technion yang terkenal di Israel. Dia juga menjadi perwira angkatan udara Israel selama sembilan tahun, dan sejak itu terus belajar merancang pesawat terbang.

Pada akhir 1973, Abe mendapat inspirasi saat mengerjakan permintaan angkatan udara Israel yang mendesak untuk merancang umpan pesawat tak berawak pengecoh radar.

Namun inovasinya sia-sia karena “Negeri Zionis” sudah terlebih dulu memesan teknologi lainnya dari AS. Meski begitu, dari proyek itu Abe justru melihat peluang lain dari teknologi pesawat tak berawak yang belum ditaklukkan.

Keluar dari angkatan udara, Abe sempat bergabung dengan Israel Aircraft Industries (IAI). Dengan bakatnya, dia langsung dilirik menjadi wakil presiden eksekutif teknik di perusahaan itu, meski usia baru 30-an.

Tetapi Abe memutuskan untuk keluar dan memulai usahanya sendiri pada 1974.

Dari garasi rumah

Pada 1980, dia memutuskan bermigrasi dari Israel dan menetap di “Orange County” California Selatan, Amerika Serikat (AS).

Lokasi itu menurutnya menawarkan ruang uji yang mumpuni karena dekat gurun, dan memiliki cuaca yang baik. Wilayah ini juga memiliki generasi orang-orang yang tumbuh dalam sektor penerbangan.

Abe meluncurkan perusahaan pertamanya di garasi rumah miliknya. Selama lima tahun, dia menggunakan garasi dan sebagian besar rumahnya untuk bekerja.

Istrinya, Dina, bersama beberapa rekannya memberikan dukungan yang luar biasa pada usahanya sehingga dia bisa bertahan.

Keluarga besarnya bahkan mau membantunya secara finansial. Meski, dia sendiri mengaku, meminjam uang dari keluarga besarnya tidaklah mudah.

“Bekerja sangat keras bukanlah pengalaman baru, tetapi selalu dekat dengan kebangkrutan dan tidak tahu apakah saya akan dapat mengembalikan uang keluarga itu sulit,” ujarnya mengutip Forbes.

Generasi UAV

Pada 1981, bersama rekannya (Jack Hertenstein dan Jim Machin), Abe berhasil membuat UAV yang ringan seberat 200 pon, dan akan membawa kamera di moncongnya. Inovasi drone jenis awal ini dinamakan Albatross.

Mampu tetap terbang hingga 56 dengan kendali yang baik, Albatross kemudian mendapat pendanaan pengembangan dari Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA).

Performa drone yang luar biasa membuat agensi tersebut menawarkan kontrak dengan perusahaan baru Abe, Leading Systems Inc, pada 1985. Mereka diminta mengembangkan drone dengan daya tahan yang lebih besar yang diberi nama Amber.

Hingga pada 1988 seiring perkembangan GPS, teknologi kunci lainnya mendapatkan momentum, dan minat akan UAV terus tumbuh.

Ketika masa depan Amber tampak tidak pasti, Abe mengalihkan fokusnya ke versi ekspor berteknologi rendah yang dikerjakan timnya dengan pendanaan swasta, yakni drone Gnat-750.

Upaya ekspansi ini sempat gagal dan membuatnya terjerat dalam pinjaman bank 5 juta dollar AS (Rp 71 miliar) hingga terancam bangkrut. Untungnya, pemilik General Atomics, saudara dan miliarder terkenal Neal dan Linden Blue, membeli aset Leading Systems dari kebangkrutan pada 1990.

Momentum militer

Beberapa tahun kemudian, ketika pemerintahan Presiden AS Bill Clinton putus asa mencari cara untuk memantau konflik etnis di Balkan, kepala CIA James Woolsey mengingat Abe dan inovasinya yang membuat dia kagum.

CIA lalu membeli drone buatan Abe yang dilengkapi dengan kamera video dan mulai menerbangkannya di atas Bosnia. Drone itu diluncurkan dari Albania, di mana stasiun kontrol darat dan operator mereka berada.

Kesuksesan dari operasi itu, membuat kerja sama berlanjung dengan pengembangan pesawat tanpa awak lainnya bernama “Predator”. Versi awal drone jenis ini awalnya belum dilengkapi dengan kemampuan persenjataan. Namu, kelak pengembangannya menjadikan drone ini sebagai legenda di industri penerbangan.

Dron jenis ini merupakan salah satu inovasi Abe yang paling terkenal, karena sifatnya yang mematikan dan dapat berputar di atas musuh selama hampir satu hari, meski dikendalikan dari jarak jauh.

Drone pemburu-pembunuh dan pengintai ini muncul sebagai senjata baru yang revolusioner dalam perang di Irak dan Afghanistan. Alat ini digunakan dalam operasi kontra-terorisme di tempat-tempat seperti Pakistan dan Yaman.

Air & Space Magazine menyebut inovasi itu sebagai “kendaraan udara tak berawak yang mengubah drone dari benda aneh yang tidak dapat diandalkan, menjadi perangkat militer”.

Sejak itu, perusahaan yang merancang dan memproduksi drone telah mengalami pertumbuhan besar-besaran. Pertumbuhannya tidak menunjukkan tanda-tanda melambat, bahkan dengan berakhirnya perang di Irak dan sejak penarikan pasukan AS di Afghanistan direncanakan.

Teknologi ini secara signifikan lebih murah daripada pesawat tradisional. Potensi penggunaannya meningkat setelah pengembangan membuat pesawat tak berawak ini semakin cepat dan lebih tersembunyi.

“Predator adalah sensor saya yang paling mampu memburu dan membunuh kepemimpinan al-Qaeda dan Taliban, dan terbukti sangat penting bagi perjuangan kita (AS),” tulis Jenderal AS Tommy Franks dalam latar belakang laporan Angkatan Udara 2003.

Mobil terbang

Predator, bagaimanapun, hanya salah satu kontribusi paling menonjol yang dibuat Abe untuk industri penerbangan sepanjang lima dekade kariernya.

Tak lama setelah meninggalkan General Atomics, Abe bersemangat untuk mengejar proyek-proyek baru. Salah satunya adalah apa yang sekarang menjadi Boeing A160 Hummingbird UAV, helikopter pertama yang rotornya dapat mengubah kecepatan dalam rentang besar putaran per menit, tanpa getaran atau ketidakstabilan yang berlebihan.

Helikopter itu memiliki efisiensi jelajah dan tingkat kebisingan yang minim karena selalu berputar pada rpm optimal.

Abe menganggap eVTOL sebagai bidang yang menarik, karena merupakan pasar yang masih benar-benar bebas.

Menurutnya, inovasi itu menantang dalam beberapa aspek teknologi, dan dapat sangat menguntungkan untuk berbagai teknologi yang telah dikembangkan timnya selama 13 tahun terakhir.

Tantangan terbesar untuk mobil terbang adalah keselamatan, kebisingan, kinerja baterai, dan keterjangkauan.

Dia mengatakan kendala itu justru menunjukkan perlunya jenis pesawat yang sama sekali baru, untuk mobilitas udara perkotaan.

“Saya berulang kali menemukan hampir tidak mungkin memperkenalkan perusahaan pesawat baru, kecuali jika Anda bersedia memikirkan kembali pendekatan aeronautika konvensional, dan bekerja dari prinsip awal untuk membuat langkah perubahan dan perbaikan atas pemain lama,” katanya.

Forbes pada 2019 melaporkan, perusahaan Karem Aircraft membuat kemajuan dalam terobosan yang dapat menghasilkan mobil terbang yang layak. Mereka telah ditunjuk sebagai mitra kendaraan oleh Uber.

Proyek Butterfly, adalah kendaraan eVTOL yang menargetkan jaringan mobilitas udara berdasarkan permintaan Uber di masa depan.

Pada Juli 2019, Abe mengumumkan usaha spin-off baru yang didedikasikan untuk mendorong proyek Butterfly ke pasar.

Perusahaan baru ini didukung oleh investasi Seri A senilai 25 juta dollar AS (Rp 358 miliar), yang dipimpin oleh Hanwha Systems, konglomerat industri besar Korea Selatan.

“Saya masih menikmati setiap menit dari apa yang saya lakukan, dan benar-benar percaya bahwa ditantang oleh karyawan saya setiap hari telah membantu saya mempertahankan ketajaman dan energi yang saya butuhkan,” ujar pria 83 tahun itu.

"Melakukan kenakalan dengan orang-orang muda, yang berjiwa muda, membuat Anda awet muda," pungkasnya.

https://internasional.kompas.com/read/2021/08/31/180000970/biografi-tokoh-dunia-abraham-karem-perintis-drone-dari-mainan-jadi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke