Salin Artikel

Inspirasi Energi: Benarkah Mobil Listrik Lebih Ramah Lingkungan?

KOMPAS.com – Permintaan kendaraan listrik di seluruh dunia melonjak dari tahun ke tahun. Pabrikan otomotif juga berlomba meluncurkan produk kendaraan listrik mereka.

Kondisi tersebut merupakan kabar baik saat dunia mencoba untuk semakin melepaskan diri dari bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi gas rumah kaca.

Di sisi lain, ada pihak yang skeptis mengenai mobil listrik. Mereka mempertanyakan, apakah benar mobil listrik lebih ramah lingkungan daripada mobil berbahan bakar minyak?

Untuk mengisi ulang baterai mobil listrik, diperlukan energi listrik di mana mayoritasnya dihasilkan oleh pembangkit listrik yang mengonsumsi bahan bakar fosil, khususnya batu bara.

Selain itu, mucul pertanyaan tentang seberapa banyak energi yang dibutuhkan untuk membangun kendaraan listrik atau baterainya dibandingkan membangun kendaraan konvensional.

Jawaban singkatnya adalah ya. Namun, alasan di balik jawaban singkat tersebut tersimpan pembahasan yang kompleks sebagaimana dilasnri CNBC.

Para ahli menyatakan, kendaraan listrik menghasilkan segi jejak karbon alias carbon footprint yang lebih rendah dibandingkan kendaraan dengan mesin pembakaran internal.

Jejak karbon mengukur total emisi dari sebuah produk, aktivitas, dan peristiwa.

Tahun lalu, para peneliti dari Universitas Cambridge, Exeter, dan Nijmegen mengemukakan bahwa mengendarai mobil listrik lebih baik untuk lingkungan daripada mengendarai mobil berbahan bakar minyak.

Di sisi lain, jaringan listrik sebagian besar dunia masih ditenagai oleh bahan bakar fosil seperti batu bara atau minyak. Dan kendaraan listrik sangat bergantung pada ketersediaan energi listrik.

Secara terpisah, produksi baterai energi listrik juga membutuhkan proses yang mengonsumsi banyak energi.

Sebuah studi dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) Energy Initiative menemukan bahwa pembuatan baterai untuk kendaraan listrik sebenarnya menghasilkan emisi yang lebih tinggi daripada produksi mobil konveksional.

Namun, biaya lingkungan yang lebih tinggi tersebut diimbangi oleh efisiensi energi kendaraan listrik yang lebih unggul dari waktu ke waktu.

Singkatnya, total emisi per kilometer yang dihasilkan mobil listrik lebih rendah daripada mobil dengan mesin pembakaran internal.

Seorang peneliti senior di MIT Energy Initiative Sergey Paltsev mengungkapkan, dengan kondisi demikian pun, mobil listrik jauh masih lebih baik daripada mobil konvensional.

“Jika kita akan melihat situasi saat ini, di beberapa negara, kendaraan listrik lebih baik bahkan dengan jaringan listrik saat ini,” kata Paltsev kepada CNBC.

Paltsev menjelaskan, kendaraan listrik akan semakin ramah lingkungan jika energi listrik dari sumber energi terbarukan menggantikan pembangkit listrik berbahan bakar fosil.

Dan itu memerlukan waktu beberapa dekade mendatang.

“Saat ini, kendaraan listrik di AS rata-rata mengeluarkan sekitar 200 gram karbon dioksida per mil,” kata Paltsev.

Dia menambahkan, jika pasokan listrik berasal dari energi ramah lingkungan, emisi kendaraan listrik bisa dipangkas hingga 75 persen.

“Dari sekitar 200 (gram) hari ini menjadi sekitar 50 gram karbon dioksida per mil pada 2050,” ujar Paltsev.

Dia menambahkan, dari hasil penelitian MIT, mobil hybrid non-plug-in dengan mesin pembakaran internal saat ini mengeluarkan sekitar 275 gram karbon dioksida per mil.

Pada 2050, emisi yang dihasilkan mobil jenis itu diproyeksikan antara 160 hingga 205 gram karbon dioksida per mil.

Upaya untuk mengurangi polusi di berbagai industri diharapkan dapat mengurangi dampak lingkungan dari produksi dan isi ulang daya kendaraan listrik dari waktu ke waktu.

Kendaraan listrik mengandalkan baterai yang dapat diisi ulang untuk beroperasi.

Proses pembuatan baterai, mulai dari pertambangan kobalt dan litium hingga produksi dan transportasinya, membutuhkan energi yang cukup banyak.

Menurut para ahli, salah satu sumber emisi karbon terbesar dari kendaraan listrik saat ini dalah produksi baterai.

“Memproduksi kendaraan listrik menghasilkan emisi yang jauh lebih banyak daripada memproduksi mobil berbahan bakar minyak,” kata Florian Knobloch dari Pusat Lingkungan, Energi, dan Tata Kelola Sumber Daya Alam Cambridge.

Dia menambahkan, emisi yang dihasilkan juga bergantung dari negara pabrik pembuatan kendaraan listrik tersebut.

“Itu antara 30 persen hingga 40 persen lebih banyak, yang sebagian besar berasal dari produksi baterai,” imbuh Knobloch.

Kendati demikian, tingginya emisi produksi dipandang sebagai “investasi awal” yang nantinya terbayar lebih cepat karena emisi di jalan raya berkurang banyak.

Saat ini, China adalah negara yang mendominasi produksi baterai.

Direktur Pusat Penelitian Penyimpanan Energi Kementerian Energi AS George Crabtree mengatakan kepada CNBC bahwa adalah komponen paling rumit dalam kendaraan listrik.

“Dan memiliki rantai pasokan paling kompleks," tutur Crabtree.

Dia menambahkan bahwa sumber energi yang digunakan dalam produksi baterai berimplikasi besar terhadap jejak karbon untuk kendaraan listrik.

Para ahli menunjuk pertimbangan lain seputar produksi baterai seperti penambangan yang tidak memerhatikan faktor lingkungan.

menurut Crabtree, menambang bahan mentah yang dibutuhkan untuk produksi baterai kemungkinan akan menjadi faktor terakhir yang bakal didekarbonisasi.

https://internasional.kompas.com/read/2021/08/09/142606970/inspirasi-energi-benarkah-mobil-listrik-lebih-ramah-lingkungan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke