Salin Artikel

Inspirasi Energi: Permintaan Mobil Listrik Melonjak, Berapa Lama Litium akan Habis?

KOMPAS.com – Pada 2020, mobil listrik semakin dilirik oleh masyarakat. Di Eropa saja, pendaftaran kendaraan listrik baru melonjak sebesar 137 persen.

Meningkatnya permintaan mobil listrik tersebut disebabkan oleh berbagai faktor mulai dari kesadaran yang meningkat akan teknologi hijau, semakin tingginya kapasitas baterai, teknologi fast charging, semakin murahnya mobil listrik, dan lain-lain.

Salah satu komponen penting dalam kendaraan listrik adalah baterai. Dari 20 bahan berbeda yang digunakan untuk membuat baterai, litium dianggap sebagai komponen paling penting.

Pasalnya, logam ringan ini merupakan komponen kunci bagi baterai isi ulang dengan kapasitas penyimpanan yang tinggi karena potensi elektrokimianya.

Melansir DW, hingga saat ini, belum ada komponen lain yang bisa menggantikan peran litium agar bisa tercipta batera dengan kapasitas penyimpanan yang tinggi.

Ahli geologi ekonomi di Badan Sumber Daya Mineral Jerman (DERA) Michael Schmidt mengatakan kepada DW bahwa teknologi baterai yang dirancang dalam 10 hingga 15 tahun ke depan membutuhkan litium.

“Tidak ada yang bisa menggantikannya," kata Schmidt.

Litium terdapat pada sekitar 0,0007 persen kerak bumi dan dimasukkan ke dalam daftar bahan baku penting oleh Uni Eropa.

Schmidt mengatakan, litium terdistribusi secara luas di antara bebatuan, tanah, dan perairan air asin.

Menurut Survei Geologi AS, dumber daya litium global yang teridentifikasi hingga saat ini mencapai 86 juta ton.

Dari hasil identifikasi tersebut, bila identifikasi tambahan tidak ditemukan, litium akan habis pada 2100 untuk mencukupi kebutuhan sekitar 3 miliar mobil listrik.

Angka 3 miliar mobil istrik itu cukup banyak. Pasalnya, mobil berbahan bakar minyak di seluruh dunia saat ini tercatat ada 1,5 miliar unit.

Di sisi lain, Uni Eropa membutuhkan hingga 18 kali lebih banyak litium pada 2030 dan 60 kali lebih banyak pada 2050 dibandingkan saat ini.

Sejak awal tahun, Eropa sudah bergantung pada impor litium. Selain itu, harga bahan baku tersebut juga melonjak lebih dari 60 persen sejak awal tahun.

"Pasar saat ini cenderung sedikit, 80.000 ton diproduksi secara global pada 2020, dan hanya sekitar 70 persen yang mampu digunakan baterai," kata Schmidt.

Pasar litium didominasi oleh segelintir pemain di Australia (penambangan batuan keras) dan Amerika Selatan (penambangan air asin) yang menyumbang 85 persen dari produksi litium.

Schmidt menambahkan, jika perusahaan-perusahaan ini berambisi memenuhi permintaan litium yang terus meningkat, mereka perlu berinvestasi hingga 10 miliar Euro (Rp 170 triliun).

Saat ini, hanya 10 persen dari litium yang terkandung dalam baterai mobil listrik yang dapat didaur ulang.

Mengingat permintaan yang melonjak namun persediaannya terbatas, Uni Eropa merumuskan target daur ulang baterai yang ambisius.

Blok tersebut menargetkan bahwa sekitar 70 persen litium harus bisa didaur ulang dari baterai pada 2030.

"Untuk memenuhi target tersebut, kami membutuhkan infrastruktur daur ulang dengan semua industri terkait. Tetapi ini belum ada, karena kami belum memiliki perkiraannya,” kata Schmidt.

Bahkan jika infrastrukturnya sudah mapan, mendaur ulang litium dari baterai mobil tidak semudah yang dibayangkan.

Litium merupakan bahan yang mudah terbakar. Komponen ini juga memerlukan perlakuan dan penyimpanan khusus. Menurut Schmidt, hal itu terlalu mahal untuk sekarang.

Selain itu, ada juga faktor lingkungan yang mendukung bahwa litium tidak seharusnya didaur ulang.

"Litium yang didaur ulang mungkin tidak berkualitas untuk baterai. Ada kemungkinan bahwa langkah pemrosesan lebih lanjut akan diperlukan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan biaya produksi dan meningkatkan jejak karbon dioksida," kata Schmidt.

https://internasional.kompas.com/read/2021/07/26/140300670/inspirasi-energi--permintaan-mobil-listrik-melonjak-berapa-lama-litium

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke