Salin Artikel

Perjanjian Oslo: Jejak Upaya Damai Atas Konflik Israel dan Palestina yang Terus Dilanggar

KOMPAS.com - Konflik Israel dan Palestina telah berlangsung 100 tahun lamanya, tapi belum berakhir juga hingga hari ini.

Justru, bentrokan berdarah sering kali terjadi yang mengorbankan banyak warga sipil, seperti saat ini yang puncaknya dimulai pada Senin (10/5/2021) di Yerusalem, kota yang menjadi perebutan dua rival bebuyutan.

Kekuatan dunia telah berusaha menjembatani untuk membentuk perjanjian damai abadi yang mengakhiri konflik Israel dan Palestina melalui sejumlah forum, salah satunya dengan melahirkan "Perjanjian Oslo", tapi hasilnya masih nihil.

Perjanjian Oslo adalah momen penting dalam mengejar perjanjian damai di Timur Tengah.

Perjanjian ini melingkupi kesepakatan yang ditandatangani oleh pemerintah Israel dan Palestina, yang diwakilkan dengan kepemimpinan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

Melansir History, Perjanjian Oslo diratifikasi di Washington DC pada 1993 (Oslo I) dan di Taba, Mesir pada 1995 (Oslo II).

Sementara ketentuan yang disusun selama pembicaraan tetap berlaku hingga hari ini, tetapi hubungan antara kedua belah pihak terus rusak oleh konflik berkepanjangan.

Perjanjian Oslo ini seharusnya patut diperhatikan karena PLO setuju untuk secara resmi mengakui negara Israel.

Lalu di lain sisi, Israel pada gilirannya mengizinkan Palestina untuk mendirikan pemeirntahan sendiri secara terbatas di Gaza dan Tepi Barat, yang disebut juga dengan Wilayah Pendudukan.

Perjanjian ini dilihat sebagai batu loncatan menuju ratifikasi perjanjian damai formal antara kedua belah pihak untuk mengakhiri konflik selama beberapa dekade.

Namun hingga saat ini, Perjanjian Oslo belum menghasilkan perjanjian damai abadi. Dampak efektifnya masih saja diperdebatkan.

Awal Perjanjian Oslo

Perjanjian Oslo diawali dengan negosiasi antara Israel dan PLO, secara rahasia di Oslo, Norwegia pada 1993.

Tidak ada pihak yang ingin secara terbuka mengakui kehadirannya pada pembicaraan tersebut, karena takut menimbulkan kontroversi.

Banyak orang Israel menganggap PLO sebagai organisasi teroris, dan karenanya akan menimbulkan pandangan bahwa pembicaraan itu melanggar larangan negara untuk bernegosiasi dengan teroris.

Sementara itu, PLO, sejak awal belum secara resmi mengakui keabsahan Israel, sehingga para pendukungnya akan menganggap pengakuan formal atas hak negara Yahudi untuk tetap eksis bukan permulaan yang diharapkan.

Perjanjian Camp David

Para pemimpin dari Israel dan Mesir berusaha membuat terobosan menuju perjanjian damai abadi, atas perintah Amerika Serikat dan kekuatan dunia lainnya.

Lalu, mereka datang ke Norwegia membangun Perjanjian Camp David, yang ditandatangani oleh Presiden Mesir Anwar Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin, pada September 1978.

Perjanjian Camp David adalah kesepakatan yang membentuk "Kerangka Kerja untuk Perdamaian di Timur Tengah" dan mengakhiri konflik yang membara antara Mesir dan Israel.

Dalam Perjanjian Camp David juga menyerukan pembentukan Negara Palestina di daerah yang dikenal sebagai Gaza dan di Tepi Barat Sungai Jordan.

Namun, karena Palestina tidak terwakili dalam pembicaraan yang diadakan di oleh Presiden AS Jimmy Carter, maka kesepakatan yang dihasilkan tidak secara resmi diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Negosiasi Oslo I

Ketika PLO dan perwakilan dari pemerintah Israel tiba di Norwegia sekitar 15 tahun kemudian, Camp David Accords berfungsi sebagai model dan titik awal untuk negosiasi terbaru.

Tujuan akhirnya adalah untuk membangun kerangka kerja pembentukan negara Palestina yang independen.

Delegasi yang duduk dalam pembicaraan pentiing ini di antaranya adalah Kepala PLO Yassir Arafat, mantan Perdana Menteri Israel Shimon Peres, dan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin, serta Wakil Menteri Luar Negeri Norwegia Jan Egeland.

Orang Norwegia secara efektif bertindak sebagai mediator antara kedua belah pihak, Palestina dan Israel.

Israel dan PLO

Sebelum kedua belah pihak dapat memulai pembicaraan, ada masalah yang diketahui bersama, yaitu kedua belah pihak saling mengakui kekuasaan masing-masing.

Memang, hanya beberapa hari sebelum penandatanganan resmi Oslo I, kedua belah pihak menandatangani "Letter of Mutual Recognition", di mana PLO setuju untuk mengakui negara Israel.

Diketahui sebelum kesepakatan, PLO memandang Israel telah melanggar beberapa hukum internasional sejak pembentukannya pada 1948.

Sementara menurut kesepakatan, Israel mengakui peran PLO sebagai "perwakilan rakyat Palestina".

Selain "Surat Pengakuan Bersama," Oslo I menetapkan "Deklarasi Prinsip tentang Pengaturan Pemerintahan Sendiri Sementara", yang membentuk Dewan Legislatif Palestina, dan menetapkan parameter untuk penarikan bertahap Pasukan Israel dari Gaza selama periode 5 tahun.

Oslo II

Oslo I juga mengatur agenda kesepakatan tindak lanjut yang kemudian dikenal dengan Oslo II, yang akan mencakup pembahasan tata kelola kota Yerusalem di masa depan.

Selain itu, mengatur masalah tentang perbatasan, keamanan, dan hak, jika ada, dari pemukim Israel di Tepi Barat.

Protokol pemilihan bebas untuk kepemimpinan Otoritas Palestina juga dibuat dalam kesepatakan tersebut.

Oslo II, yang ditandatangani dua tahun kemudian, memberi Otoritas Palestina, yang mengawasi Gaza dan Tepi Barat, kendali terbatas atas sebagian wilayah.

Sementara, mengizinkan Israel untuk mencaplok sebagian besar Tepi Barat, dan menetapkan parameter untuk kerja sama ekonomi dan politik di antara kedua pihak.

Sebagai bagian dari perjanjian, terdapat peraturan contohnya, kedua belah pihak dilarang melakukan kekerasan atau konflik terhadap satu sama lain.

Israel juga memungut pajak dari warga Palestina yang bekerja di Israel, tetapi tinggal di Wilayah Pendudukan, mendistribusikan pendapatan ke Otoritas Palestina.

Israel juga mengawasi perdagangan barang dan jasa masuk dan keluar dari Gaza dan Tepi Barat.

Nasib dari Perjanjian Oslo

Ratifikasi Perjanjian Oslo sayangnya berumur pendek.

Pada 1998, pejabat Palestina menuduh Israel tidak menindaklanjuti penarikan pasukan dari Gaza dan Hebron yang diserukan dalam kesepakatan.

Setelah awalnya memperlambat pembangunan permukiman di Tepi Barat, atas permintaan Amerika Serikat, pembangunan perumahan baru Israel di wilayah tersebut dimulai lagi dengan sungguh-sungguh pada awal 2000-an.

Kemudian, kritik terhadap Perjanjian mengatakan bahwa kekerasan Palestina terhadap warga Israel meningkat setelahnya, bertepatan dengan meningkatnya kekuasaan Otoritas Palestina.

Para kritikus ini merasa bahwa Otoritas Palestina gagal untuk mengawasi Gaza dan Tepi Barat secara memadai, dan mengidentifikasi serta menuntut tersangka teroris.

Ketidaksesuaian pada praktiknya ini menjadi latar belakang, para negosiator dari kedua belah pihak berkumpul kembali, sekali lagi di Camp David, dengan harapan untuk menindaklanjuti Kesepakatan Oslo dengan perjanjian damai yang komprehensif.

Namun, dengan Amerika Serikat memainkan peran kunci dalam negosiasi, pembicaraan segera runtuh.

Diperumit oleh perubahan dalam kepemimpinan Amerika, masa jabatan kedua Presiden Bill Clinton akan berakhir, dan ia akan digantikan oleh George W Bush pada Januari 2001.

Pada September 2000, militan Palestina mendeklarasikan "Intifada Kedua," yang menyerukan peningkatan kekerasan terhadap orang Israel setelah Sharon, sebagai perdana menteri mengunjungi Temple Mount, sebuah situs yang dikeramatkan baik bagi orang Yahudi maupun Muslim.

Periode kekerasan di kedua sisi kemudian dimulai, memupuskan harapan untuk perdamaian abadi antara Israel dan Palestina. Lalu, kedua belah pihak tidak lagi melakukan negosiasi yang substantif sejak saat itu.

Meskipun beberapa ketentuan Kesepakatan Oslo tetap berlaku, yaitu peran Otoritas Palestina dalam pemerintahan di Gaza dan Tepi Barat, banyak ketentuan lainnya yang telah lama ditinggalkan.

https://internasional.kompas.com/read/2021/05/12/202813070/perjanjian-oslo-jejak-upaya-damai-atas-konflik-israel-dan-palestina

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke