Salin Artikel

Perempuan Berdaya: 7 Wanita Berpengaruh dari Zaman Keemasan Peradaban Islam

KOMPAS.com - Selama ribuan tahun perempuan berdaya sudah ada untuk meninggal jejak sejarah di masyarakat mereka.

Dalam Peradaban Islam, para perempuan berdaya dengan beragam latar belakang, bekerja bersama, baik dengan perempuan lainnya maupun pria, untuk memajukan komunitas mereka.

Ada perempuan yang memperjuangkan bidang pendidikan dan budaya, seperti Fatima al-Fihri. Sedangkan, ada yang unggul di bidang matematika, seperti, Sutayta al-Mahamili.

Sementara, ada yang terdepan berperan di politik dan menguasai wilayah penting dalam Peradaban Islam, seperti Labana dari Cordoba (Spanyol), Sitt Al-Mulk dari Mesir, Melike Mama Hatun dari Turki, Razia (atau Raziyya) Sultana dari India. Lalu, masih banyak lainnya.

Berikut 7 perempuan berdaya dari Zaman Keemasan Peradaban Islam yang dilansir dari 1001 Inventions:

1. Fatima Al-Fihri: pendiri universitas pertama di dunia

Pada abad ke-9, ada wanita bernama Fatima al-Fihri. Ia bermigrasi dengan ayahnya Mohamed al-Fihri dari Qayrawan di Tunisia ke Fez di Maroko.

Dia tumbuh bersama saudara perempuannya dalam sebuah keluarga terpelajar, di mana ia belajar Fikih dan Hadis.

Fatima mewarisi sejumlah besar uang dari ayahnya, yang digunakannya untuk membangun masjid bagi masyarakat.

Didirikan pada 859, masjid Qarawiyin menjadi masjid tertua dan universitas pertama di dunia.

Banyak siswa melakukan perjalanan dari seluruh dunia menuju masjid Qarawiyin, untuk mempelajari studi Islam, astronomi, bahasa, dan sains.

Angka Arab mulai dikenal dan digunakan di Eropa melalui universitas ini. Ini hanyalah salah satu contoh penting peran perempuan dalam kemajuan pendidikan dan peradaban dunia.

2. Al-Ijliya: pembuat astrolab

Al-Ijliya adalah salah satu wanita yang berkontribusi dalam pembuatan astrolab, yaitu instrumen astronomi zaman dahulu yang digunakan oleh astronom, navigator, dan astrolog pada era klasik.

Pada zaman dahulu astrolab adalah hasil dari salah satu cabang ilmu terapan yang bermartabat tinggi.

Atas perannya, wanita dari Aleppo (Suriah) yang hidup pada abad ke-10 ini dikenal dengan nama Mariam Al-Asturlabi Al-Ijliya.

Ia berprofesi mengikuti jejak ayahnya dan bekerja di istana Sayf al-Dawlah, salah satu penguasa Hamdanid yang kuat di Suriah utara yang menjaga perbatasan dengan kekaisaran Bizantium pada abad ke-10 Masehi.

3. Sutayta al-Mahmali: ahli matematika

Sutayta adalah perempuan berdaya yang hidup pada abad ke-10 dan meninggal pada 987 Masehi, yang mendapatkan ajaran dan bimbingan oleh beberapa ulama termasuk ayahnya.

Ia tidak mengkhususkan diri hanya mempelajari satu mata pelajaran, tetapi banyak pelajaran, dan ia unggul dalam banyak bidang, seperti sastra Arab, hadits, dan yurisprudensi serta matematika.

Dikisahkan menurut sejarah, bahwa ia adalah seorang ahli dalam hisab (aritmatika) dan faraidh (perhitungan suksesoral). Keduanya merupakan cabang praktis matematika yang berkembang dengan baik pada masanya.

Dikatakan juga bahwa dia menemukan solusi untuk persamaan yang telah dikutip oleh ahli matematika lain, yang menunjukkan bakat dalam aljabar.

Meskipun persamaan ini sedikit, mereka menunjukkan bahwa keterampilannya dalam matematika melampaui bakat sederhana untuk melakukan perhitungan.

4. Zaynab Al-Shahda: kaligrafer wanita

Zaynab adalah seorang kaligrafer wanita terkenal pada abad ke-12, karena karyanya di bidang fikih (hukum Islam) dan hadis.

Dia sangat dipuji hingga diangkat sebagai guru Yaqut, Khalifah Abbasiyah terakhir. Dia juga ahli kaligrafi di Istana Musa.

Dia adalah seorang guru yang brilian, mapan, dan banyak orang mencari kesempatan untuk belajar bersamanya dan menerima ijazah darinya.

Kemasyhuran Zaynab semakin meningkat, ketika dia diberi nama Siqat al-Dawla karena hubungannya dengan al-Muktafibillah, Khalifah Abbasiyah.

Dia menghabiskan waktunya untuk mempelajari sains dan sastra.

5. Gevher Nesibe Sultan: inisiator studi medis  

Gevher Nesibe Sultan adalah puteri Kesultanan Rum pada abad ke-13 awal.

Nama Gevher Nesibe Sultan bersama nama putri Kilij Arslan II dan saudara perempuan Kaykhusraw I, dikenang sebagai nama dari sebuah kompleks megah, di Kayseri, Turki.

Kompleks megah itu pada zaman kuno, dianggap sebagai salah satu monumen arsitektur Kekaisaran Seljuk yang terkemuka, dengan bangunan terdiri dari rumah sakit, terutama untuk studi medis, dan masjid.

Rumah sakit ini dibangun antara 1204 dan 1206, dan medrese, yang pembangunannya dimulai segera setelah kematian Gevher Nesibe pada 1206 dan selesai pada 1210.

6. Ratu Amina dari Zaria: pendiri kerajaan Zazzau

Selama peradaban Islam abad ke-16, banyak wanita berprestasi di berbagai bidang di Afrika Subsahara, salah satunya adalah Ratu Amina dari Zaria (1588-1589).

Dia adalah putri tertua Bakwa Turunku, yang mendirikan Kerajaan Zazzau pada 1536.

Amina berkuasa antara 1588 hingga 1589. Ia umumnya dikenang karena kemampuan dalam membangun militer yang tangguh dan tembok Zaria yang terkenal.

7. Lady Mary Wortley Montagu: mengenalkan inokulasi

Lady Mary Wortley Montagu adalah bangsawan dan penulis asal Inggris.
Meski, bukan berasal dari peradaban Islam, ia telah memberikan kontribusi dalam menyebarkan luaskan praktik inokulasi dari dunia Islam.

Ketika Lady Mary berada di Kekaisaran Ottoman, dia menemukan praktik lokal variolasi atau inokulasi dalam melawan cacar.

Lady Mary yang sempat menderita cacar, mendorong anak-anaknya sendiri untuk diinokulasi selama di Turki.

Sekembalinya ke London, dia dengan antusias mempromosikan prosedur tersebut inokulasi, tapi banyak mendapatkan respons perlawanan.

Setelah sekian lama, inokulasi akirnya menjadi praktik populer dalam mengatasi cacar di masyarakat kelas atas Inggris.

https://internasional.kompas.com/read/2021/04/21/161647770/perempuan-berdaya-7-wanita-berpengaruh-dari-zaman-keemasan-peradaban

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke