NAIROBI, KOMPAS.com - Suleiman Wanjau Bilali, salah satu mantan juara tinju terbaik Kenya yang pernah menjadi atlet kejuaraan internasional, yang nasibnya tak beruntung.
Melansir Al Jazeera pada Kamis (8/4/2021), riwayatnya tercatat telah keluar-masuk pusat rehabilitasi 3 kali karena kecanduan alkohol dan depresi sejak dipecat dari pekerjaannya pada 2012 silam.
Saat ditemui belum lama ini, kondisi Bilali tidak terawat dan terlihat tidak dapat mengontrol pikirannya ketika berbicara dalam bahasa Inggris ala suku Swahili.
Butuh waktu untuk memahami apa yang ucapkan dan maksudkan.
Berbalut kaos hitam dan celana panjang khaki yang kebearan, mantan atlet Olimpiade itu terlihat pucat dan kurus.
Ia belum meninggalkan kebiasaan buruknya, aroma alkohol tercium saat dia bebicara. Tanggannya juga gemetar saat akan duduk, efek dari alkohol.
Banyak warga Kenya telah memprotes di media sosial dan media lokal sejak 2012, meminta pemerintah dan badan olahraga untuk membantu mantan juara tinju yang dibanggakan Kenya.
Namun, pemerintah tidak pernah berencana membantu Bilali.
Setelah tekanan publik yang intens pada tahun lalu, mantan Gubernur Nairobi, Mike Sonko membayar perawatan Bilali di pusat rehabilitasi dengan dananya sendiri.
"Sonko membawa saya ke pusat rehabilitasi," kata Bilali kepada Al Jazeera.
Namun setelah 3 bulan ia selesai menjalani perawatan di pusat rehabilitas, ia kembali minum alkohol.
"Saya tidak punya rumah dan saya juga kesulitan untuk makan. Teman-teman membantu memberi saya makanan dan tempat untuk tidur," ungkapnya.
Beberapa teman baiknya juga memberinya uang yang justru ia gunakan untuk membeli alkohol.
Bilali pernah mendapatkan medali dan mewakili Kenya di Olimpiade 2000 dan 2008. Ia juga pernah mendapatkan Penghargaan Kepala Negara.
Kemudian, pada 2012 adalah titik balik dari penghormatan yang pernah ia terima.
"Saya kehilangan pekerjaan pada 2012 dan hidup saya penuh kesengsaraan sejak saat itu. Saya depresi dan hidup saya berubah total," ungkap pria kelahiran 5 Juni 1978.
"Saya kehilangan investasi saya dan istri saya meninggalkan saya. Karena sakit, memenuhi kebutuhan adalah adalah tantangan terbesar saya," lanjutnya.
Dia mengatakan terkadang waktunya ia gunakan untuk melatih anak-anak yang berminta pada tinju, tapi tanpa bantuan dia tidak dapat lepas dari rasa depresi dan melawan keinginan untuk minum alkohol.
Tidak hanya dia, Bilali mengatakan bahwa banyak bintang tinju yang saat ini berjuang dengan depresinya.
Stephen Muchoki
Stephen Muchoki (65 tahun), mantan bintang tinju nasional. Dia sekarang tinggal sendiri di sebuah kompleks kecil di perkebunan Nairobi Dandora.
Hidupnya sulit, meski ia telah mengibarkan bendera tinju Kenya di arena kejuaraan internasional.
"Saya pensiun dari tinju amatir pada 1978, setelah memenangkan juara dunia di World Amateur Boxing Championships di Yugoslavia. Pada htahun yang sama saya memenangkan medali emas di Commonwealth Games di Kanada," kenang Muchoki kepada Al Jazeera.
Selama lima tahun, Muchoki adalah petinju profesional di Denmark tetapi kembali ke Kenya pada 1983.
“Hati saya ada di Kenya. Saya ingin melayani Kenya dan mewakili negara saya. Sayangnya, hidup saya tidak pernah sama," ujarnya.
"Tidak ada struktur yang tepat untuk memfasilitasi dan merawat mantan petinju seperti saya. Saya sendirian. Sedikit yang telah saya investasikan berhasil dan saya kembali ke nol," terangnya
“Tidak ada yang mau repot-repot memberi saya uang pensiun setelah saya membawa ketenaran ke Kenya,” imbuhnya.
Muchoki sekarang menjadi sukarelawan sebagai pelatih di Kariokor Boxing Club di Nairobi.
“Merokok membuat saya merasa baik. Tidak mudah sebagai mantan bintang hidup dalam kemiskinan. Saya tidak memiliki pensiun atau apa pun yang menghasilkan uang untuk saya, ini membunuh saya perlahan," ungkapnya.
David Munyasia
David Munyasia adalah mantan juara tinju bantamweight (54 kg), yang hidup dengan harapan sutau hari warisannya akan dikenang dan dihargai.
Munyasia memulai karirnya pada awal 1990-an, saat ia berpartisipasi dalam kejuaraan junior. Dia kemudian mewakili Angkatan Pertahanan Kenya dan negaranya dalam sejumlah kejuaraan internasional.
Sekarang, Munyasia tidak memiliki pekerjaan dan kecanduan mengunyak khat.
"Saya merasa depresi karena saya tidak memiliki pekerjaan, meski pernah menjadi legenda tinju di Kenya," ucap Munyasia.
Kementerian Kebudayaan dan Olahraga Kenya tidak menanggapi atas permintaan komentar dari Al Jazeera.
Komisi tinju
Dancun Kuria, direktur komunikasi di Federasi Tinju Kenya, setuju bahwa ada banyak mantan bintang tinju yang hidup dalam kondisi yang menyedihkan.
"Kami telah dituduh mengabaikan mantan petinju," kata Kuria kepada Al Jazeera.
“Beberapa dari mereka melakukan hal dengan baik di level amatir, tetapi banyak hal berubah ketika mereka menjadi profesional. Kami tidak dapat campur tangan dalam kasus profesional karena itu tidak dalam mandat kami," terangnya.
"Dalam tinju profesional, pemain berurusan dengan komisi tinju, di mana agen dan promotor mengatur pertandingan," jelasnya
Kuria mengatakan dia menyadari situasi yang dihadapi Bilali, Muchoki dan Munyasia.
“Tangan kami diikat. Kami tidak memiliki cukup sponsor dan beberapa kasus ini sulit ditangani tanpa dukungan finansial,” ujarnya kemudian.
Kuria juga mengatakan beberapa juara tinju menempatkan diri mereka dalam situasi seperti itu.
“Banyak dari petinju ini tidak memiliki rencana untuk kehidupan pasca tinju mereka. Mereka terbawa oleh ketenaran dan setelahnya, hidup mereka berubah serta banyak yang sekarang tertekan, menderita masalah sosial lainnya," paparnya.
Kuria mengatakan bahwa petinju generasi baru mengambil pendidikan secara serius melalui sesi pelatihan, yang memberikan ketrampilan ekstra.
“Kami juga menghadirkan pelatih dewan tentang manajemen keuangan, terapis, dan psikolog," ucapnya.
Mengingat perlakuan yang diterima beberapa mantan juara tinju, Charles Mukula, pelatih di Klub Tinju Dallas, khawatir tentang masa depan olahraga yang menurutnya dapat membawa Kenya lebih jauh berkembang.
“Saya seorang pelatih relawan. Saya memiliki anak-anak berusia 5 tahun yang datang ke sini untuk dilatih,” kata Mukula kepada Al Jazeera.
“Saya tidak memiliki perlengkapan tinju yang tepat untuk latihan. Sangat menyakitkan bagi saya ketika saya melihat semangat tinju sejak masa muda, namun tidak ada yang peduli,” ungkapnya.
https://internasional.kompas.com/read/2021/04/13/182122370/nasib-para-mantan-juara-tinju-kenya-hidup-dalam-kemiskinan-dan-depresi
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan