Salin Artikel

[Biografi Tokoh Dunia] Min Aung Hlaing, Pewaris Junta di Balik Kudeta Berdarah Myanmar

KOMPAS.com - Jumlah korban tewas dalam protes anti-kudeta Myanmar akibat tindak kekerasan dari junta militer hampir mencapai 40 orang.

Dalam berita Kompas.com pada Kamis (4/3/2021), Utusan khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener menyebutkan jumlah korban tewas mencapai 38 orang pada Rabu (3/3/2021).

Burgener menambahkan, dia menerima sekitar 2.000 pesan setiap hari dari orang-orang di Myanmar tentang kediktatoran junta militer.

Menurut laporan VOA pada Jumat (5/3/2021), aparat keamanan meningkatkan tanggapan mereka terhadap massa anti-kudeta yang menggelar aksi protes di jalan-jalan kota seluruh negeri Seribu Pagoda.

Junta militer tak segan menggunakan gas air mata, granat kejut, flash bangs atau granat yang mengeluarkan suara dan cahaya sangat terang yang dapat mengacaukan orientasi orang yang ditarget, hingga peluru karet dan peluru tajam.

Junta militer berperan kuat terhadap kekerasan yang terjadi dan Jenderal Min Aung Hlaing adalah perwujudan sistem militer Myanmar yang mematikan saat ini.

Min Aung Hlaing menduduki kepemimpinan sebuah negara yang telah berada di bawah kekuasaan militer selama hampir setengah abad.

Ia panglima angkatan bersenjata Myanmar, yang telah muncul sebagai orang kuat baru negara itu setelah kudeta pada 1 Februari 2021 dan ditahannya pemerintah terpilih, Aung San Suu Kyi.

Min Aung Hlaing, sebenarnya sudah harus bersiap untuk pensiun pada Juli 2021, ketika dia berusia 65 tahun, usia pensiun resmi untuk panglima tertinggi angkatan bersenjata Myanmar.

Namun, ia berfokus pada urusan mempersiapkan penerus junta, kekuatan umum terkonsolidasi dalam kudeta militer, seperti yang dilansir dari France 24.

Ia menggaungkan kecurangan dalam pemilihan umum Myanmar pada November 2020 sampai dengan usaha kudeta yang berhasil ia lakukan.

Melalui Kantor Panglima Tertinggi Badan Pertahanan Myanmar, pria kelahiran 3 Juli 1956 menjanjikan pemilihan ulang pada tahun depan dengan memberlakukan keadaan darurat dalam satu tahun ini di bawah kendalinya.

Namun, tidak ada yang tahu apakah Min Aung Hlaing akan menepati janjinya. Sementara itu, rakyatnya juga menolak pemilihan ulang dan hanya menginginkan hasil pemilihan yang telah terjadi bisa diterapkan.   

"Tujuan tentara selalu untuk menjalankan negara," kata Nehginpao Kipgen, direktur eksekutif di Pusat Kajian Asia Tenggara di Sekolah Urusan Internasional Jindal di India, dalam wawancara dengan France 24.

Jenderal yang pendiam

Min Aung Hlaing telah lama berniat menjalankan kekuasaannya sendiri tanpa beban kepala pemerintahan sipil, menurut investigasi New York Times 2017 .

"Rencananya adalah menjadi presiden pada 2020," U Win Htein, penasihat Suu Kyi, mengatakan kepada harian AS.

Lahir di kota selatan Tavoy, sekarang dikenal sebagai Dawei, Min Aung Hlaing belajar di Rangoon, bekas ibu kota negara itu, sekarang Yangon.

Pada usia 18 tahun, ia memasuki akademi militer negara itu setelah dua tahun bertugas di sekolah hukum, seperti yang dilansir dari France 24.

Kata seorang teman sekelasnya, seperti yang dilansir dari The Straits Times, ia menjauhi aktivisme politik pada saat ia belajar hukum di Universitas Yangon pada 1972-1974.

Sulit untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang kepribadian Min Aung Hlaing muda atau mengkonfirmasi berbagai cerita tentang masa mudanya.

Namun, menurut laporan Reuters, beberapa teman masa kecil menggambarkannya sebagai pendiam.

Sementara, yang lain menggambarkan dia sebagai "pengganggu yang cenderung mempermalukan teman sekelasnya", menurut kesaksian yang dikumpulkan oleh New York Times.

Hla Oo, seorang penulis Burma yang diasingkan di Australia yang mengenalnya sebagai seorang anak, mengenang sang jenderal sebagai seorang pemuda pekerja keras dan rajin yang "mengeraskan dirinya dalam pertempuran di barisan tentara".

"Dia naik pangkat perlahan, tapi pasti," kata seorang mantan perwira akademi militer kepada Reuters.

Catatan Kipgen, "Dia bukanlah seseorang yang menonjol di tentara Burma."

Warisan berdarah

Peruntungannya mulai berbalik ketika dia bergabung dengan Divisi Infanteri Ringan ke-88 angkatan darat, yang pada waktu itu dipimpin oleh seorang Kolonel Than Shwe .

Min Aung Hlaing menjadikan Than Shwe sebagai mentornya dan melanjutkan karirnya di bawah bayang-bayang pria yang pada 1992, naik menjadi kepala junta militer negara itu.

Pada 2011, Than Shwe menjadikan Min Aung Hlaing penggantinya dan panglima angkatan bersenjata pertama di era pasca-junta militer Myanmar.

Than Shwe mengira dia akan berada di posisi terbaik untuk mengabadikan visinya untuk tentara dan negara", jelas Kipgen.

Para diplomat di Yangon mengatakan bahwa pada awal masa jabatan pertama Aung San Suu Kyi pada 2016, Jenderal Min Aung Hlaing telah mengubah dirinya dari tentara pendiam menjadi politisi dan tokoh masyarakat, seperti yang dilansir dari The Straits Times.

Sebagai pewaris Than Shwe dan setia pada visi militer yang sangat kuat, Min Aung Hlaing bernegosiasi dengan Suu Kyi, memetakan arah transisi demokrasi Myanmar.

Namun, sang panglima militer ini bermain di kedua sisi. Satu sisi dia "sangat berhati-hati dalam berurusan dengan kepala pemerintahan, sebisa mungkin menghindari konfrontasi terbuka", kata Kipgen.

Di sisi lainnya, dia juga melakukan segala kemungkinan untuk menunjukkan bahwa tentara tetap menjadi penguasa sebenarnya dari permainan politik.

"Dia sangat pandai menumbuhkan citra kenegarawanan, memperhatikan hingga detail terkecil," kata Min Zin, direktur Institut Strategi dan Kebijakan Myanmar, sebuah wadah pemikir di Yangon, dalam sebuah wawancara dengan New York Times.

Untuk komunitas internasional, Min Aung Hlaing dianggap di atas segalanya, sebagai orang di balik penganiayaan terhadap minoritas Muslim Rohingya di negara itu mulai 2016.

"Bahkan jika dia tidak terlibat langsung dan secara pribadi, secara militer, sebagai panglima tentara, dia menyetujui kampanye ini," kata Kipgen.

Sementara beberapa negara telah mengadopsi istilah "genosida" untuk menggambarkan pelanggaran militer terhadap Rohingya, Min Aung Hlaing secara terbuka membela tindakan militer tersebut di Facebook dan Twitter.

Panglima militer hanya menggunakan istilah "Bengali" untuk merujuk pada Rohingya, yang menunjukkan bahwa mereka adalah orang asing yang tidak memiliki urusan di tanah Burma.

Dia juga membenarkan tindakan tentara dengan berulang kali menyatakan bahwa "daerah kita harus dikuasai oleh ras nasional".

https://internasional.kompas.com/read/2021/03/06/052455970/biografi-tokoh-dunia-min-aung-hlaing-pewaris-junta-di-balik-kudeta

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke