Salin Artikel

2 Maret, Siapa Perdana Menteri Malaysia Akan Diketahui

Pengumpulan suara ini diadakan untuk mengakhiri kekosongan kekuasaan, tapi jika tidak ada kandidat yang mendapat dukungan mencukupi, akan dilakukan pemilihan dini. Demikian keterangan Mahathir Mohamad yang dilansir AFP.

Drama terjadi di kursi pemerintahan Malaysia, saat Mahathir Mohamad mundur sebagai perdana menteri pada Senin (24/2/2020). Situasi kemudian memanas ketika koalisi Pakatan Harapan pecah kongsi.

Mahathir dan mantan seteru politiknya, Anwar Ibrahim, sekarang turun ke arena perebutan kekuasaan. Persaingan ini hidup kembali setelah 20 tahun lamanya.

Pasangan ini sempat bersatu di pemilu 2018, untuk menggulingkan pemerintahan Najib Razak yang terjerat kasus korupsi 1MDB (1Malaysia Development Berhad).

Raja Malaysia telah menunjuk Mahathir sebagai Perdana Menteri Sementara Malaysia, dan menanyai anggota parlemen negara untuk mengetahui siapa yang mereka dukung.

Namun Mahathir berkata, tidak ada kandidat yang mendapat dukungan mencukupi. Sebab seorang kandidat harus didukung minimal 112 anggota parlemen agar menjadi perdana menteri.

"Raja mengatakan bahwa forum akan digelar di parlemen," kata Mahathir pada Kamis (27/2/2020) dikutip dari AFP.

Pemimpin tertua di dunia itu menambahkan, jajaran legislatif akan bertemu pada Senin (2/3/2020) untuk menentukan siapa yang akan jadi perdana menteri.

"Namun jika parlemen gagal mendapat kandidat dengan suara mayoritas, maka harus dilakukan pemilihan dini," sambung politisi berusia 94 tahun tersebut.

Aliansi Pakatan Harapan, koalisi yang tengah berkuasa saat ini dan mendukung Anwar Ibrahim untuk jadi perdana menteri, mengkritik langkah itu.

Setelah pertemuan darurat, Pakatan Harapan mengatakan bahwa panggilan untuk sidang parlemen khusus guna memilih perdana menteri berikutnya adalah "tantangan terhadap hak dan kekuasaan raja".

Mahathir tampak memiliki dukungan kuat untuk tetap menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia. Dia juga telah mengumumkan untuk membentuk pemerintahan nasional yang bersatu, dan bersedia kembali jadi pemimpin.

Akan tetapi idenya ini ditentang oleh para pemimpin di seluruh spektrum politik Negeri "Jiran".

Beberapa di antara mereka menyatakan keprihatinan bahwa itu akan memberinya terlalu banyak kekuasaan.

Badai perseteruan Mahathir-Anwar

Kamis (27/2/2020) Mahathir mengubah taktiknya dengan pengumuman mengejutkan, bahwa Partai Bersatu akan mencalonkan Muhyiddin Yassin sebagai perdana menteri.

Muhyiddin adalah Menteri Dalam Negeri, yang menjabat sampai kekuasaan Mahathir runtuh usai dirinya mundur.

"Jika semua orang memilihnya, aku tidak apa-apa," ucap Mahathir dikutip dari AFP.

Kemudian Malaysia Kini mengabarkan, Redzuan Yusof salah satu anggota Partai Bersatu, mengatakan partai akan "100 persen" mendukung Muhyiddin sebagai perdana menteri.

Pergulatan politik di kursi pemerintahan Malaysia bermula akhir pekan lalu.

Saat anggota parlemen dari koalisi yang berkuasa kala itu, yang meraih kemenangan di pemilu 2018, bergabung dengan kelompok-kelompok oposisi untuk membentuk pemerintahan baru.

Langkah itu terlihat seperti hendak mengeluarkan Anwar dan sekutunya dari pemerintahan, dan menghentikannya jadi perdana menteri.

Mahathir kemudian mendinginkan suasana dengan berjanji menyerahkan kekuasaan pada Anwar, tetapi banyak pihak yang meragukan dia akan benar-benar melakukannya.

Hubungan Mahathir dengan Anwar meruncing selama tahun 1990-an. Mahathir sempat memecat Anwar sebagai wakilnya, dengan tuduhan sodomi yang memenjarakan Anwar.

Keduanya sempat berdamai untuk menggulingkan rezim kepemimpinan Najib Razak yang korup, karena menjarah dana investasi negara senilai miliaran dolar AS.

Dana tersebut dihabiskan Najib untuk berfoya-foya, mulai dari membeli kapal pesiar super mahal hingga karya seni yang tinggi harganya.

https://internasional.kompas.com/read/2020/02/28/15152561/2-maret-siapa-perdana-menteri-malaysia-akan-diketahui

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke