Salin Artikel

Kisah Korban Selamat Virus Corona (2): Ingin Berterima Kasih Dapat Hidup Kedua

"Ini kali pertama saya merasakan bahwa telur begitu enak. Kepada rekan-rekan yang masih berjuang, saya tak sabar bertemu kalian semua," ujarnya di media sosial.

Mengisahkan pengalamannya yang dia sebut di ujung kematian, Yangyang adalah satu dari lebih dari 20.000 korban selamat virus corona.

Meski jumlah korban infeksi mencapai lebih dari 76.000 orang, kabar melegakan datang di mana orang yang dirawat masih bisa sembuh.

Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus berujar, empat dari lima pasien di China hanya menderita gejala ringan.

"Saya berharap tren ini membuat mereka yang sedang berjuang menemukan cahaya harapan, dan terus bertarung untuk sembuh," jelas perempuan 28 tahun itu.

Ditolak

Dilansir Al Jazeera Rabu (19/2/2020), jalan Yangyang untuk sembuh, sama seperti penduduk lainnya di Wuhan, penuh dengan perjuangan.

Dua pekan lalu, tepatnya pada 2 Februari, dia sempat mengunggah permintaan tolong di Weibo, di mana dia dan ayahnya tertular virus.

Namun dikarenakan sedikitnya ranjang di rumah sakit, keduanya sempat ditolak beberapa kali. "Saya tak tertolong! Tak tertolong!" pintanya.

Dalam unggahannya di media sosial lokal, Yangyang mengisahkan dia dan sang ayah tidak bisa menggelar pemeriksaan RNA dikarenakan tidak ada alatnya.

Setelah sepekan, akhirnya dia dapat dites yang hasilnya positif. Namun oleh rumah sakit, dia harus menjalani dua tes lagi sebelum bisa dirawat.

"Saya tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kami tidak ingin mati," ujarnya kalut. Beruntungnya dia, unggahannya kemudian viral.

Setelah publik mulai menyebarluaskan pengalaman sulitnya, dia mendapat telepon untuk dirujuk ke Rumah Sakit Nomor 7 Wuhan. Dua hari kemudian, ayahnya juga menyusul.

Bersyukur dapat pertolongan

Selamat dirawat, Yangyang mengatakan dia harus berbagi kamar dengan lima orang pasien. Namun, dia mengaku tidak mempermasalahkannya.

"Saya sudah sangat bersyukur mendapat pertolongan. Jadi untuk apa saya harus mengeuh karena bangsal saya dijejali banyak orang?" tanyanya.

Dia menuturkan tidak bisa membayangkan ada orang yang tak seberuntung dirinya, di mana mereka masih harus berjuang mendapatkan ranjang rumah sakit.

"Saya tak bisa membayangkan jika tidak menerima telepon dari perwakilan komunitas saya. Banyak orang kondisinya memburuk sebelum mereka ditangani," terangnya.

Situasi hidup dan mati

Korban selamat lain, Peng, seorang perempuan 34 tahun, menceritakan pengalamannya ketika tidak mendapat perawatan secara cepat.

Dia pertama kali terkena virus dengan nama resmi Covid-19 pada 27 Januari. Namun baru dirujuk sepekan kemudian setelah mengalami kesulitan bernapas.

Ketika dia akhirnya dibawa ke bangsal perawatan, Peng sempat mengira dia tak akan selamat. Untungnya, kondisinya mulai membaik.

Setelah dua pekan dirawat secara intensif, dia diperbolehkan pulang setelah dua hasil pemeriksaannya menunjukkan negatif.

Dalam panggilan telepon, dia berkata meski sudah dinyatakan sembuh, dia memutuskan mengarantina secara mandiri selama 14 hari.

"Melihat perawat dengan pakaian hazmat dan alat pelindung lain hilir mudik di bangsal adalah pengalaman mengagetkan pada awalnya," kisahnya.

Dia mengaku masih ingat dipasangi mesin beep, dan udara pernapasannya memecahkan kesunyian yang menakutkan di rumah sakit tempatnya dirawat.

"Ketika wabah ini berakhir, saya akan kembali ke Rumah Sakit Wuchang untuk berterima kasih kepada setiap tim medis yang memberi saya hidup kedua," tuturnya.

Mayoritas korban selamat virus corona tidak lagi menunjukkan gejala yang parah, dengan korban yang tidak dirawat di rumah sakit menerima suntikan harian.

https://internasional.kompas.com/read/2020/02/22/15094211/kisah-korban-selamat-virus-corona-2-ingin-berterima-kasih-dapat-hidup

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke