Salin Artikel

Kesaksian WNI soal Kebakaran Hutan Australia: Merasa Seperti di Ruang Gas

Beberapa juga memutuskan untuk mengevakuasi diri ke kota lain, yang tidak terlalu terdampak kebakaran.

Wasisto Jati, peneliti Indonesia yang kini mengenyam pendidikan di sebuah universitas di Canberra termasuk yang mengungsi ke Sydney saat dampak kebakaran memburuk pekan lalu.

"(Saya) evakuasi juga liburan di Sydney karena kalau tetap di Canberra itu seperti hidup di dalam ruang gas," ujar Wasisto.

Wasisto yang tinggal di asrama kampus di Canberra itu mengatakan minimnya pendingin ruangan di asramanya membuat debu akibat kebakaran seperti terperangkap dalam ruangan.

Ia pun merasa 'kepanasan' dan harus pergi ke aula asrama untuk merasa lebih nyaman.

Ketika dihubungi BBC Indonesia (10/01), Wasisto telah kembali ke Canberra, namun tetap harus memakai masker khusus jika pergi ke luar.

Media Australia, ABC menyebut kualitas udara di Canberra sangat buruk karena Canberra dikelilingi pegunungan dari Brindabellas Range hingga The Great Dividing Range.

Kondisi itu membuat asap terperangkap dan sulit bisa keluar dari kota itu.

"Anak-anak Sakit"

Dampak asap itu, kata Wasisto, telah membuat sejumlah teman-temannya sesak napas, apalagi jika mereka punya riwayat asma.

Susan, WNI yang bermukim di Sydney, juga mengutarakan hal yang sama.

"Anak-anakku juga sempat sakit dan harus ke dokter karena jadi batuk pilek. Anakku semuanya awalnya sehat-sehat, jarang banget ke dokter," ujar Susan.

Susan menambahkan anak-anaknya tidak bisa beraktivitas di taman bermain sekolah karena buruknya cuaca.

"Biasanya mereka dapat reses (istirahat) 15 menit dan bisa bermain di taman, sekarang mereka hanya bisa dalam gedung saja," kata Susan.

Dampak kebakaran juga dirasakan Caroline Setiyadi, WNI yang tinggal di Melbourne.

Dia mengatakan sulit bernapas akibat asap itu, apalagi ia memiliki riwayat asma.

Media The Australian menyebut paramedis di Victoria dan New South Wales menerima semakin banyak laporan dari orang-orang yang menderita kesulitan bernapas akibat kebakaran hutan.

Disebutkan juga angka orang yang menderita penyakit pernapasan melonjak hingga 50 persen hingga mencapai 282 laporan per hari.

Lebih dari 26 orang di Australia meninggal akibat kebakaran yang telah terjadi sejak Oktober tahun lalu itu.

Evakuasi WNI

Terdapat lebih dari 76.000 WNI di Australia dan sebagian besar tinggal di kota-kota besar seperti di Sydney dan Melbourne yang tidak terlalu terdampak asap, ujar Billy Wibisono, juru bicara KBRI Canberra.

Billy menambahkan kebakaran semak terjadi di beberapa wilayah di Australia, yakni di Pantai Selatan di New South Wales, Selatan Victoria, Western Australia, dan Kangaroo Island.

Meski begitu, KBRI, kata Billy, telah melakukan evakuasi terhadap sembilan WNI yang terdampak asap di New South Wales dan bagian Selatan Australia.

WNI yang tinggal di Kangaroo Island, misalnya, kata Billy dievakuasi ke Adelaide.

Kini, kata Billy, sejumlah WNI telah kembali ke tempat tinggalnya yang semula karena keadaan yang relatif membaik dibandingkan hari-hari sebelumnya berkat hujan.

KBRI, kata Billy, telah memberikan arahan kepada WNI terkait situasi yang ada.

"Kami sudah berkomunikasi dengan simpul-simpul masyarakat dan mengeluarkan arahan untuk mewaspadai kondisi cuaca dan memperhatikan peringatan yang diberikan pemerintah setempat," kata Billy.

"Di Canberra kami telah membeli masker dan mendistibuskan ke teman-teman di Canberra," tambahnya.

Mahasiswa Indonesia di Canberra, Wasisto Jati, mengonfirmasi hal itu.

Ia mengatakan bantuan diberikan KBRI pada para mahasiswa yang kehabisan masker khusus asap, seperti masker jenis P2, di apotek-apotek setempat.

Apa Dampak Kebakaran Hutan Australia?

Lebih dari 6,3 juta hektar lahan di Australia telah terbakar karena peristiwa ini, menyebabkan matinya ribuan hewan khas Australia.

Angka itu jauh lebih besar dari hutan terbakar di Indonesia tahun lalu yang mencapai lebih dari 850.000 hektar.

Kebakaran di Australia terjadi setelah kebakaran besar di Indonesia juga Amazon, Amerika Serikat, tahun lalu.

Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Asia Tenggara, Kiki Taufik, mengatakan rentetan peristiwa terbakarnya hutan-hutan itu akan menyebabkan pemanasan global terjadi lebih cepat.

Secara global, kata Kiki, peristiwa itu akan berdampak pada melelehnya es di kutub Utara, fenomena yang akan mengancam pulau-pulau kecil di dunia.

"Kenaikan muka air akan semakin cepat... (dan berdampak) terutama pada negara-negara di ekuator terutama di negara kepulauan," ujar Kiki.

"Kita harus waspada kenaikan muka air laut karena semakin cepat itu terjadi, banyak pulau-pulau di Indonesia akan hilang."

https://internasional.kompas.com/read/2020/01/10/23243451/kesaksian-wni-soal-kebakaran-hutan-australia-merasa-seperti-di-ruang

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke