Salin Artikel

Komite DPR AS Setujui 2 Pasal Pemakzulan untuk Trump

Dalam persidangan Jumat (13/12/2019), Komite Yudisial menyetujui pasal penyalahgunaan kekausaan dan upaya menghalangi penyelidikan Kongres.

Sebelum pemungutan suara, pada Kamis (12/12/2019) dilakukan rapat pembahasan yang berlangsung sengit selama 14 jam.

Dua pasal pemakzulan itu lolos dengan hasil perolehan voting 23 berbanding 17, di mana nantinya bakal dibahas di sidang paripurna.

Jika paripurna DPR AS sepakat, Trump bakal menjadi presiden ketiga AS setelah Andrew Johnson (1868) dan Bill Clinton (1998) yang hendak dimakzulkan.

"Hari ini (Jumat) adalah hari yang sedih sekaligus serius," ujar ketua komite Jerry Nadler usai voting, dilansir AFP.

Nadler mengatakan, Kongres harus bersikap karena Trump sudah memberikan ancaman dengan mengedepankan kepentingan pribadinya.

Salah satu pasal membahas bagaimana presiden 73 tahun itu sengaja menahan bantuan militer untuk Ukraina senilai 391 juta dollar AS (Rp 5,4 triliun).

Kemudian dibahas juga dugaan pertemuan Gedung Putih dengan Kiev untuk menyelidiki Demokrat pada Pilpres AS 2020.

Satu pasal lagi menjabarkan bagaimana Trump dan jajaran pemerintahannya menolak untuk bekerja sama terkait kepentingan investigasi.

Nadler menyatakan, House of Representatives bakal bertindak "secepatnya" guna melangsungkan voting pemakzulan itu.

Komite Aturan nantinya akan merumuskan panduan pembahasan dan voting di paripurna yang bakal dihelat pekan depan.

Jika sepakat, aturan tersebut bakal diserahkan kepada Senat yang bakal menggelar persidangan pada Januari 2020 mendatang.

Di level ini, upaya Demokrat memakzulkan Trump menjadi lebih sulit karena mayoritas dikuasai Republik, yang tentu ingin melindungi sang presiden.

Sang presiden kemudian menanggapi rapat pemungutan suara dari komite yudisial "tindakan paling memalukan bagi AS".

Dia juga mengklaim, proses itu malah menguntungkannya secara politis. Sebab, warga AS bakal menghadapi pilpres November 2020.

"Parodi bagi Publik AS"

Sesi debat komite yudisial pada Kamis berjalan begitu panas sehingga Nadler terpaksa menunda sidang pemungutan suara.

Kalangan Republik menuduh Nadler sengaja menjalankan "pengadilan kanguru", idiom untuk proses peradilan yang mengabaikan sejumlah bukti.

Sementara Demokrat yang merupakan pihak oposisi menyatakan mereka tidak ingin dianggap meraup momentum jika memaksakan pemilihan dini harinya.

Anggota komite Pramila Jayapal mengatakan, dia tidak membenci presiden berusia 73 tahun tersebut secara pribadi.

"Ini adalah pemilihan untuk Konstitusi dan kami bergerak atas nama rakyat," terang Jayapal dalam pidatonya.

Tetapi Republik bersikeras bahwa Trump tidak melakukan kesalahan, dan menuding Demokrat telah bertindak kelewatan.

Republikan Debbie Lesko di ruang sidang menyatakan, proses voting itu adalah "parodi bagi publik AS" setelah memberikan suaranya.

"Tidak pernah dalam hidup saya, saya melihat betapa tidak adilnya proses peradilan terhada Presiden AS," ucapnya.

Sementara koleganya, Matt Gaetz, berkata Demokrat seperti kecanduan untul menjatuhkan Trump "tanpa bukti yang kuat".

Di Senat, dua pasal pemakzulan itu setidaknya membutuhkan dukungan dua per tiga anggota guna diaktifkan.

Sementara Republik menguasai 53 dari total 100 kursi. "Kemungkinan Presiden Trump lengser nol," janji Pemimpin Mayoritas Mitch McConnell.

Kepada Fox News, McConnell juga mengonfirmasi dia akan menemui Gedung Putih untuk berkoordinasi, terlepas perannya sebagai juri yang tak memihak.

Trump sudah menyiratkan dia ingin para pelapor yang membuatnya hendak dimakzulkan dihadirkan dalam persidangan.

Tetapi, para petinggi Republik sudah mengisyaratkan mereka tidak ingin permintaan itu malah menjadi bumerang.

Pemakzulan terhadap Trump dimulai buntut laporan dari salah satu sumber mengenai telepon dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Dalam kesaksiannya, Trump disebut meminta Zelensky guna menyelidiki Joe Biden, calon rivalnya di Pilpres AS 2020.

https://internasional.kompas.com/read/2019/12/14/09005541/komite-dpr-as-setujui-2-pasal-pemakzulan-untuk-trump

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke