Salin Artikel

Menang Telak di Pemilu Inggris, Apa Resep Kemenangan Boris Johnson?

Partai Konservatif yang dipimpinnya melesat dengan memenangkan 364 dari total 649 kursi Parlemen yang telah resmi diumumkan.

Peluang Tory, julukan Konservatif, untuk menambah kursi masih besar karena ada satu penghitungan di daerah pemilihan St Ives yang harus mengalami ditunda karena cuaca buruk.

Sementara untuk menjadi mayoritas, Partai Konservatif cukup mengamankan 326 kursi parlemen dalam Pemilu Inggris kemarin.

Konservatif melesat tajam 48 kursi dari 317 yang mereka menangkan dalam pemilu 2017, dan menjadi hasil terbaik sejak pemilihan 1987, saat dipimpin mendiang Margareth Thatcher.

“Kita berhasil. Kita telah mengakhiri kebuntuan. Inggris akan dapat membereskan Brexit segera” ucap Johnson dalam pidato kemenangan di London Jumat (13/12/2019) dikutip BBC.

Bagi Boris Johnson, ini adalah perjudian yang sangat sukses karena dia sudah berkali-kali menyerukan pemilu dini guna menyudahi kebuntuan Brexit.

Tak ketinggalan mantan Wali Kota London ini juga baru enam bulan menjabat sbagai Perdana Menteri Inggris.

Sementara oposisi Partai Buruh harus terpuruk di peringkat kedua dengan hanya meraup 203 kursi parlemen. Menjadi hasil terburuk mereka sejak 1935 karena kehilangan 59 kursi.

Mendapatkan kemenangan telak dalam pemilu, berikut resep kesuksesan yang diterapkan Johnson:

Robohnya “Benteng Pertahanan” Partai Buruh

Salah satu satu faktor Partai Konservatif bisa melenggang menjadi mayoritas adalah keberhasila mereka merobohkan basis pendukung Partai Buruh di utara dan Midlands.

Kursi di kawasan Workington, Darlington, maupun Stoke-on-Trent Central adalah daerah industrial yang selama ini menjadi loyalis Partai Buruh, berkat dukungan kaum kerah biru.

Tetapi, dukungan yang bertahan selama puluhan tahun itu musnah di pemilu Desember karena perbedaan tajam antara konstituen dengan posisi politik Buruh soal Brexit.

Para pemilih di dapil ini diketahui memutuskan untuk mendukung perceraian Inggris dari Uni Eropa dalam Referendum 2016 lalu.

Namun, Partai Buruh atas instruksi Jeremy Corbyn malah menyerukan untuk menggelar referendum Brexit kedua jika mereka menang.

Sementara Johnson, arsitek utama Brexit, sudah menjanjikan bakal bercerai dari Uni Eropa paling lambat 31 Januari 2020 mendatang.

Pendukung Buruh yang menginginkan Brexit segera dieksekusi, meluapkan kemarahan mereka dengan memilih Konservatif dalam skenario politik yang tak dibayangkan sebelumnya.

Hasil itu tercermin ketika Tory memenangkan Blyth Valley dan Bishop Auckland, dua daerah yang tidak pernah bisa mereka kuasai sebelumnya karena selalu diwakili politisi Buruh.

Kemenangan Johnson pun semakin manis setelah partainya menggenggam kesuksesan di daerah pemilihan Sedgefield.

Untuk diketahui, Sedgefield merupakan distrik mantan Perdana Menteri Tony Blair dari Partai Buruh yang pernah memimpin pada 1997 sampai 2007.

Sosok Sang Pemimpin Buruh yang Tidak Populer

Selain kesuksesan merebut basis Buruh, kunci lain kemenangan telak Boris Johnson adalah rivalnya, Jeremy Corbyn, adalah sosok tak populer, bahkan di partainya sendiri.

Ideologi politiknya yang terlalu kiri memicu ketakutan para pemilih. Sebab, dia menjanjikan nasionalisasi besar-besaran layanan vital seperti listrik, air, energi, dan internet.

Tak sedikit calon anggota parlemen dari Partai Buruh yang mengungkapkan, banyak pemilih yang memilih hengkang saat mendengar Corbyn terucap dari mulut mereka.

Begitu juga dengan pelaku bisnis yang menyuarakan kekhawatiran meeka. Sebab, manifestor Corbyn yang terlalu radikal dikhawatirkan bisa merusak atmosfer ekonomi Inggris.

Corbyn juga mendapat kritik tajam karena tidak mengambil kebijakan serius guna menyelesaikan polemik anti-Semitisme yang mengguncang partainya.

Politisi berusia 70 tahun tersebut dinilai menutup sebelah matanya terhadap persoalan rasisme yang secara kronis menjangkiti Partai Buruh.

Johnson sendiri bukanlah sosok yang sangat populer di mata pemilih Inggris. PM berusia 55 tahun ini juga kerap dikritik karena sejumlah skandal pribadi dan pernyataan kontroversialnya.

Namun, nampaknya publik lebih "memaaafkan" Johnson dibanding Corbyn, dengan memberikan status mayoritas bagi partainya.

Patokan paling krusialnya adalah di Westminster maupun Cities of London, di mana mayoritas adalah Remainers (menolak Brexit).

Mereka memberikan suaranya kepada Tory karena mereka tidak ingin Corbyn menjadi orang nomor satu di Downing Street 10 tersebut.

Corbyn telah menyatakan akan mengundurkan diri setelah empat tahun memimpin partai. Namun dia menolak mundur dalam waktu dekat dengan alasan perlu berefleksi mengenai hasil pemilu.

https://internasional.kompas.com/read/2019/12/13/16230171/menang-telak-di-pemilu-inggris-apa-resep-kemenangan-boris-johnson

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke