Salin Artikel

Bentrokan di Universitas Hong Kong, Keluarga yang Cemas Menanti Kabar Anaknya

Sekitar 100 pengunjuk rasa diyakini masih bertahan di Polytechnic University, dikepung oleh polisi anti-huru hara selama tiga hari terakhir.

Seorang ibu berusia 50-an, bermarga Chan, mengatakan dia begitu takut sang anak bakal terluka, atau mungkin terbunuh, ketika polisi merangsek masuk ke universitas.

Dilansir AFP Selasa (19/11/2019), Chan mengaku takut jika terjadi Tiananmen 2.0 dengan korban berjatuhan ketika polisi bentrok dengan demonstran.

Dia merujuk kepada upaya China menindak unjuk rasa di Lapangan Tiananmen pada 1989 silam, dengan ribuan pengunjuk rasa diyakini tewas.

Sementara ibu lain bermarga Cheung berujar, dia bermalam di taman dekat pos polisi di tengah kekalutan menunggu kabar dari anaknya yang menjadi relawan medis.

"Saya sangat, sangat khawatir, takut jika hidupnya bakal dalam bahaya. Dia takut. Dia takut jika ditangkap oleh polisi," ujar Cheung.

Berawal dari aksi protes menentang UU Ekstradisi yang diusulkan pemerintah Hong Kong Juni lalu, demonstrasi itu kini menuntut lebih luas.

Selain hak untuk memilih pemimpin mereka sendiri, para pendemo juga menyerukan digelarnya penyelidikan atas dugaan kebrutalan polisi.

Para pengunjuk rasa menggunakan taktik "Blossom Everywhere" dalam 10 hari terakhir, yang membuat banyak sekolah ditutup dan pelayanan transportasi terganggu.

Namun, pengepungan yang dilakukan polisi di Polytechnic Universitas, kampus di distrik Kowloon, merupakan momen yang paling serius.

Ibu lain yang bernama Chung kepada SCMP mengungkapkan, putrinya yang masih berusia 16 tahun berada di dalam universitas.

"Tidak ada yang bisa menyuruhnya pulang. Dia ingin bebas. Dia tak percaya polisi. Dia terus menghubungi saya, namun tak mengindahkan saya," terangnya.

Adapun pengunjuk rasa yang masih di bawah umur tidak akan ditangkap. Namun otoritas menyatakan, mereka bisa saja diproses di masa depan jika diperlukan.

Wong, ayah berumur 50-an mengungkapkan, putrinya awalnya tidak mau menyerah karena dia takut bakal ditangkap dan dipenjara selama 10 tahun.

Tetapi, remaja 17 tahun itu akhirnya bersedia keluar setelah dibujuk kepala sekolahnya. "Saya begitu khawatir dengan keselamatannya. Urusan hukum, kami selesaikan nanti," katanya.

Wong menuturkan, jika polisi akhirnya memaksa masuk ke dalam kampus, mereka tidak membayangkan apa yang bakal terjadi kemudian.

"Jika skenario terburuk terjadi, mereka menggunakan peluru tajam, polisi bisa mengeluarkan pernyataan sesuka mereka. Kami tentu tak tahu apa yang terjadi sebenarnya," keluhnya.

Cheung meyakini putranya yang merupakan relawan tidak akan ditahan karena dia hanya mengenakan jins dan kaus, bukan pakaian hitam seperti yang dikenakan demonstran.

Namun, pemerintah Hong Kong tak berpikir demikian. Kepala Eksekutif Carrie Lam sudah menegaskan, mereka yang ada di dalam kampus harus menyerahkan diri.

Apalagi, penegak hukum sudah mengumumkan mereka akan menangkapi siapa pun yang ada di dalam universitas, dengan klaim mereka harus berhadapan dengan hukum.

"Jika pemerintah menyerah terhadap generasi ini, bagaimana dengan generasi berikutnya? Mau jadi apa Hong Kong nanti?" tanya Cheung.

https://internasional.kompas.com/read/2019/11/19/15123531/bentrokan-di-universitas-hong-kong-keluarga-yang-cemas-menanti-kabar

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke