Salin Artikel

Jarinya Dipotong Taliban karena Memilih dalam Pemilu, Pria Afghanistan Ini Tak Kapok

Dalam foto yang diunggahnya di akun Twitter itu, Safi menunjukkan kedua jari telunjuknya, dengan salah satu terdapat bekas tinta pemilu, sementara jari telunjuk lainnya seperti tak lengkap.

Safi memang menjadi salah satu korban kekejaman kelompok Taliban, yang memotong ujung jari telunjuknya karena dia menggunakan hak pilihnya dalam pemilu 2014 silam.

Namun hal itu tampaknya tak membuat Safi menyesali keputusannya memilih. Hal itu ditunjukkannya dengan kembali melakukan hal serupa pada pemilu presiden 2019 kali ini.

"Saya tahu itu adalah pengalaman yang menyakitkan, tapi itu hanya sebuah jari," kata Safi kepada Reuters, yang menghubunginya via telepon.

"Tapi saat datang untuk masa depan anak-anak dan negara saya, saya tidak akan duduk bahkan jika mereka memotong seluruh tangan saya," tambah Safi.

Safi mengisahkan bagaimana pada 2014, sehari setelah pemungutan suara, dia melakukan perjalanan dari Kabul ke kota Khost di timur.

Saat itu jari telunjuknya masih membekas sisa tinta tanda bahwa dirinya telah menggunakan suaranya dalam pemilu dan hal itu ketahuan oleh anggota Taliban.

"Taliban menarik saya keluar dari mobil dan membawa saya menjauh dari jalan menuju tempat di mana mereka menggelar pengadilan," ujarnya.

"Mereka memotong jari saya dan bertanya mengapa saya mengambil bagian dalam pemilihan meskipun ada peringatan."

"Keluarga saya memberi tahu saya untuk tidak melakukannya, tetapi saya tetap melakukannya," kata Safi.

Foto yang diunggah Safi di media sosial itu mendapat tanggapan positif dari netizen Afghanistan, yang banyak di antaranya khawatir jika negara mereka kembali jatuh di bawah kepemimpinan Taliban.

Pemungutan suara untuk pemilihan presiden Afghanistan baru saja digelar pada Sabtu (28/9/2019) lalu, dengan sekitar 9,6 juta warga Afghanistan terdaftar sebagai pemilih.

Pemilu keempat Afghanistan itu diikuti oleh banyak kandidat presiden, namun persaingan kuat terjadi antara calon petahana Presiden Ashraf Ghani dengan rival kuatnya, Abdullah Abdullah, yang saat ini menjabat sebagai kepala eksekutif.

Pemilu tersebut dilangsungkan di bawah pengamanan ketat, dengan kelompok gerilyawan Taliban yang berulang kali mengancam bakal mengganggu jalannya pemilihan dengan menyerang pusat-pusat pemungutan suara di seluruh negeri.

Pihak berwenang menempatkan Kabul di bawah status penguncian sebagian, dengan pasukan ditempatkan di jalan-jalan dan melarang truk memasuki kota, sebagai upaya mencegah serangan bom bunuh diri yang mungkin menargetkan warga yang sedang memilih.

Penjabat Menteri Pertahanan, Asadullah Khalid, mengatakan bahwa terjadi sedikitnya 68 serangan terhadap lokasi pemungutan suara di seluruh Afghanistan.

Lima personel keamanan dilaporkan tewas dan 37 warga sipil terluka. Namun ancaman serangan Taliban tampaknya tidak mampu menggagalkan sama sekali pelaksanaan pemilu.

Banyak warga Afghanistan yang datang ke lokasi pemungutan suara dan dengan bangga menunjukkan jari mereka yang telah dicelupkan ke tinta.

"Saya tahu ada ancaman keamanan, tapi bom dan serangan telah menjadi bagian dari kehidupan kami sehari-hari," ujar Mohiuddin (55), kepada AFP.

"Saya tidak takut. Kita harus memilih jika kita ingin membawa perubahan," tambahnya,

Hasil awal pemilu putaran pertama dijadwalkan diumumkan pada 19 Oktober, dengan calon presiden membutuhkan lebih dari 50 persen suara untuk dinyatakan sebagai pemenang langsung, atau dua calon teratas akan menuju putaran kedua pada November.

https://internasional.kompas.com/read/2019/10/01/12120051/jarinya-dipotong-taliban-karena-memilih-dalam-pemilu-pria-afghanistan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke