Salin Artikel

RUU Ekstradisi Dicabut, Media China: Demonstran Hong Kong Tak Lagi Punya Alasan Lakukan Kekerasan

RUU kontroversial tersebut telah memicu terjadinya krisis politik di Hong Kong dalam beberapa bulan terakhir, dengan massa yang menentang perubahan Undang-Undang Ekstradisi itu memilih turun ke jalan.

Aksi protes telah berlangsung hingga 13 pekan sejak Juni lalu, dengan beberapa pekan terakhir kerap berujung bentrokan dengan aparat keamanan.

Pencabutan RUU Ekstradisi menjadi satu dari lima tuntutan yang disampaikan pengunjuk rasa kepada pemerintah Hong Kong.

Kini, setelah pemimpin Hong Kong menyatakan pencabutan RUU Ekstradisi, para pengunjuk rasa disebut sudah tidak lagi memiliki alasan untuk melanjutkan aksi protes dan melakukan kekerasan. Demikian menurut surat kabar China Daily, Kamis (5/9/2019).

China Daily, yang dikelola pemerintah mengatakan, keputusan pencabutan RUU Ekstradisi itu merupakan "tanggapan yang tulus dan sungguh-sungguh terhadap suara komunitas... (yang) dapat ditafsirkan sebagai tanda perdamaian yang diperluas kepada mereka yang telah menentang RUU selama beberapa bulan terakhir".

Aksi protes warga Hong Kong telah dimulai sejak Maret lalu menyusul diperkenalkannya RUU Ekstradisi pada Februari. Namun, aksi turun ke jalan baru terjadi di bulan Juni.

Demonstrasi semula menuntut pembatalan RUU Ekstradisi setelah berbulan-bulan berkembang menjadi gerakan untuk reformasi demokrasi yang lebih luas di kota bekas pendudukan Inggris itu.

Demonstrasi yang dilakukan massa pro-demokrasi itu pun membawa krisis politik terburuk sejak kembalinya Hong Kong ke China pada 1997 dengan status otonomi khusus.

Tajuk rencana surat kabar China Daily mengatakan, "Para pengunjuk rasa kini tidak punya alasan untuk melanjutkan aksi kekerasan".

"Pemerintah daerah otonomi khusus telah memberikan kesempatan kepada penduduk Hong Kong untuk menghentikan antagonisme dan konfrontasi dengan perdamaian dan dialog," tulis editorial itu.

"Dan semoga, perdamaian dan stabilitas akan dipulihkan pada waktu yang tepat sehingga kota dapat mengarahkan kembali energi dan waktunya untuk memecahkan masalah sosial dan ekonomi," lanjut surat kabar itu.

RUU Ekstradisi Hong Kong apabila disahkan bakal memungkinkan dilakukannya ekstradisi terhadap pelaku pelanggaran ke pemerintahan lain meski tidak ada perjanjian ekstradisi dengan Hong Kong, termasuk ke China daratan, di mana pengadilan dijalankan oleh pemerintah komunis.

Diberitakan sebelumnya, meski pemerintah Hong Kong telah mengumumkan mencabut RUU Ekstradisi, realisasinya baru bisa dilakukan pada Oktober menunggu parlemen Hong Kong kembali aktif.

Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam juga merencanakan dialog sehingga orang-orang dapat "berbagi pandangan dan menyuarakan keluhan mereka".

Lam mengimbau para pengunjuk rasa untuk meninggalkan kekerasan dan beralih ke jalan dialog dengan pemerintah.

"Mari kita ganti konflik dengan pembicaraan dan mari kita cari solusinya. Kita harus menemukan cara untuk mengatasi ketidakpuasan di masyarakat dan mencari solusinya," katanya.

Pemimpin berusia 62 tahun itu juga berencana menugaskan akademisi, penasihat, dan para profesional untuk memeriksa dan meninjau masalah-masalah yang ada di masyarakat secara independen dan memberi saran solusi kepada pemerintah.

Tetapi Lam juga memperingatkan kepada para pengunjuk rasa bahwa demonstrasi yang sedang berlangsung dan menentang pemerintah China telah menempatkan Hong Kong dalam posisi yang rentan dan berbahaya.

"Prioritas utama kami sekarang adalah untuk mengakhiri kekerasan, menjaga supremasi hukum, dan memulihkan ketertiban dan keselamatan di masyarakat," ujarnya.

https://internasional.kompas.com/read/2019/09/05/11513051/ruu-ekstradisi-dicabut-media-china-demonstran-hong-kong-tak-lagi-punya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke