Salin Artikel

Demo Hong Kong Incar Sarana Transportasi, Pengunjuk Rasa Gelar Aksi di Stasiun MRT

Kali ini, massa melakukan aksi pada jam sibuk perjalanan kereta api, Senin pagi, dan mengakibatkan keterlambatan parah untuk sejumlah jadwal keberangkatan kereta.

Dalam aksinya, dilansir AFP, para pengunjuk rasa, yang mengenakan kaus hitam dan membawa payung, menghalangi pintu kereta api dengan berdiri atau meletakkan payung mereka di tengah pintu sehingga mencegah pintu kereta api menutup.

Setidaknya satu orang ditahan setelah terlibat aksi di stasiun MRT Lok Fu, seperti dilaporkan Associated Press.

Para pengunjuk rasa juga menyerukan dilakukannya aksi mogok massal pada hari ini, sementara kalangan mahasiswa di Hong Kong telah merencanakan aksi unjuk rasa pada sore hari dan akan memboikot perkuliahan hingga dua pekan ke depan.

Namun alih-alih mengikuti ajakan mogok massal, sejumlah pekerja tetap memilih menujuk kantor dan toko-toko tetap buka, membawa sebagian besar wilayah Hong Kong lebih tenang.

Sejumlah sekolah dasar ditutup, namun karena adanya peringatan angin topan, bukan akibat aksi demo. Sejumlah siswa sekolah menengah tetap pergi ke sekolah menggunakan helm.

"Tidak, kami tidak akan melakukan aksi mogok. Di masa-masa ini kami membutuhkan uang," kata Cherry Leung (47), seorang pedagang buah, sembari menumpuk jeruk dan semangka dagangannya di tepi jalan.

Aksi protes pada Senin ini merupakan lanjutan dari unjuk rasa selama akhir pekan, yang diwarnai kekerasan dan bentrok dengan aparat keamanan di jalanan, serta mengganggu lalu lintas menuju bandara internasional Hong Kong.

Pada Minggu (1/9/2019), meski polisi dapat mencegah kembali terjadinya aksi menduduki terminal bandara, setidaknya 25 penerbangan terpaksa dibatalkan setelah pengunjuk rasa melakukan aksi memblokir rute jalan menuju ke bandara.

Setelah meninggalkan bandara, sejumlah demonstran tampak menuju stasiun kereta bawah tanah di distrik Tung Chung, yang berada di dekat bandara.

Massa demonstran pun melancarkan aksi anarkis dengan merusak pintu dan menghancurkan kamera CCTV serta lampu stasiun menggunakan tongkat.

Polisi bertindak dan menangkap sejumlah peserta unjuk rasa.

Aksi protes pada Sabtu (31/8/2019) lebih buruk, dengan polisi menembakkan gas air mata dan meriam air, sementara para demonstran membalas dengan lemparan bom molotov.

Aksi protes menentang pemerintah di Hong Kong telah berjalan hingga 13 pekan, sejak dimulainya aksi turun ke jalan pada awal Juni lalu.

Unjuk rasa di kota semi-otonom itu berawal dari gerakan menentang RUU Ekstradisi yang memungkinan pelanggar hukum di Hong Kong untuk diekstradisi ke China daratan.

RUU tersebut kini telah ditangguhkan, namun massa demonstran ingin RUU Ekstradisi dicabut sepenuhnya, hal yang belum dipenuhi pemerintah Hong Kong hingga kini, termasuk menuntut mundurnya pemimpin Hong Kong Carrie Lam.

Hong Kong merupakan bagian dari China yang mendapat status semi-otonomi di bawah kerangka "satu negara dua sistem", yang memberi hak untuk menjalankan hukumnya sendiri, selain kebebasan lainnya yang tak dirasakan rakyat China daratan.

Pemerintah China memberikan status khusus itu sejak Hong Kong diserahkan kembali oleh Inggris pada 1997. Namun hak-hak itu dinilai mulai dikurangi sehingga memicu gerakan protes.

Gerakan yang awalnya menentang RUU Ekstradisi, kini berubah menjadi menuntut reformasi demokrasi yang lebih luas.

Sementara otoritas China sedang berjuang memadamkan aksi protes di Hong Kong sebelum peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat China pada 1 Oktober mendatang.

https://internasional.kompas.com/read/2019/09/02/10210721/demo-hong-kong-incar-sarana-transportasi-pengunjuk-rasa-gelar-aksi-di

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke