Salin Artikel

China Kecewa Pernyataan Para Pemimpin G7 yang Dukung Otonomi Hong Kong

Beijing menyebut pemerintah negara-negara anggota G7 telah ikut campur dalam masalah Hong Kong dan menuding mereka memiliki niat buruk.

"Kami menyatakan ketidakpuasan kami dan dengan tegas menentang pernyataan yang dibuat oleh para pemimpin KTT G7 tentang masalah Hong Kong," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang dalam konferensi pers, Selasa (27/8/2019).

"Kami telah berulang kali menekankan bahwa urusan Hong Kong adalah murni urusan dalam negeri China dan bahwa tidak ada pemerintah asing, organisasi, maupun individu yang memiliki hak untuk melakukan intervensi," tambahnya.

Diberitakan sebelumnya, para pemimpin G7, termasuk Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menyampaikan pernyataan bersama yang mendukung otonomi Hong Kong melalui pernyataan bersama yang dihasilkan dalam pertemuan puncak di Biarritz, Perancis barat daya.

Selain itu, pemimpin negara anggota G7, yakni Inggris, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, dan Amerika Serikat, juga menyerukan agar pihak-pihak yang berselisih di Hong Kong dapat tetap tenang.

Status otonomi Hong Kong tercantum dalam perjanjian tahun 1984 antara Inggris dengan China.

"G7 menegaskan kembali keberadaan dan pentingnya perjanjian China-Inggris pada 1984 tentang Hong Kong, serta menyerukan untuk menghindari kekerasan," bunyi pernyataan bersama yang dirilis dalam bahasa Perancis pada akhir pertemuan puncak G7, Senin (26/8/2019).

Hong Kong telah jatuh ke dalam krisis sejak awal Juni lalu, saat massa penentang Undang-Undang Ekstradisi mulai turun ke jalan menuntut pembatalan undang-undang tersebut.

Sebagai bekas koloni Inggris, Hong Kong mendapat status sebagai wilayah semi-otonom dengan prinsip "Satu negara dua sistem" sejak dikembalikan ke pemerintah China pada 1997.

Di bawah prinsip tersebut, Hong Kong memiliki kebebasan dalam menjalankan pemeritahannya sendiri, dengan undang-undang dan hukum yang terpisah dari China daratan.

Sebagai dampaknya, penduduk Hong Kong dapat menikmati kebebasan sipil yang tidak dirasakan penduduk di China daratan dan amandemen UU Ekstradisi disebut bakal mencederai kebebasan sipil rakyat Hong Kong.

Sejak aksi demonstrasi menentang UU Ekstradisi pada 9 Juni 2019, yang dilakukan dengan aksi turun ke jalan memadati ruas-ruas jalan utama Hong Kong, gerakan itu kini lebih sering berakhir bentrok dengan aparat keamanan.

Beijing sebelumnya menuduh Inggris telah ikut campur di wilayah semi-otonom itu sejak diserahkan kembali ke China pada 1997.

"Aturan hukum, tatanan sosial, mata pencaharian ekonomi dan citra internasional Hong Kong telah sangat terpengaruh," kata Geng.

"Tidak ada yang peduli lebih terhadap kemakmuran dan stabilitas Hong Kong daripada rangyat China, termasuk penduduk Hong Kong," lanjutnya.

Pada demonstrasi yang terjadi di Distrik Tsuen Wan, sekitar 10 km dari pusat kota, Minggu (25/8/2019), polisi Hong Kong sampai mengeluarkan pistol dan menggunakan meriam air untuk membubarkan massa demonstran yang dianggap membuat kerusuhan.

Demonstrasi itu disebut sebagai aksi bentrokan terparah dalam unjuk rasa yang telah berlangsung selama tiga bulan terakhir.

Dalam keterangannya kepolisian Hong Kong mengatakan, sejumlah anggotanya terdesak oleh demonstran yang mempersenjatai diri menggunakan tongkat dan benda lain.

Sedikitnya 15 polisi mengalami cedera. Sementara terdapat puluhan pengunjuk rasa, satu berusia 12 tahun, dengan tuduhan kepemilikan senjata dan menyerang aparat.

Polisi kemudian meminta kepada masyarakat untuk melapor jika ada peserta demonstrasi yang melakukan kekerasan, dan berjanji untuk menyeret mereka ke pengadilan.

https://internasional.kompas.com/read/2019/08/27/17025131/china-kecewa-pernyataan-para-pemimpin-g7-yang-dukung-otonomi-hong-kong

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke