Salin Artikel

Demo Hong Kong, dari Penolakan UU Ekstradisi hingga Hak Kedaulatan Negara

Mereka juga mendesak pembatalan UU Ekstradisi yang dianggap akan melumpuhkan kedaulatan Hong Kong.

Ribuan pengunjuk rasa memadati area Bandara Hong Kong, Senin (12/8/2019), dan memaksa seluruh penerbangan yang tersisa pada hari itu untuk dibatalkan dan kedatangan dialihkan.

Lebih dari 5.000 pengunjuk rasa dilaporkan berkumpul di gedung terminal penumpang di Bandara Internasional Hong Kong, setelah aksi serupa digelar selama tiga hari, sejak Jumat (9/8/2019) pekan lalu.

"Informasi yang saya terima di gedung terminal penumpang bandara, telah ada lebih dari 5.000 pengunjuk rasa," kata inspektur senior polisi urusan hubungan masyarakat, Kong Wing-cheung, dalam konferensi pers.

Kong mengatakan, otoritas bandara telah mengizinkan para pengunjuk rasa untuk berkumpul di aula kedatangan meski aksi tersebut tidak mendapatkan izin dari pihak kepolisian.

Massa yang berkumpul di Bandara Hong Kong, Senin (12/8/2019), jauh lebih banyak jika dibandingkan saat aksi tiga hari terakhir.

Aksi ini memaksa otoritas berwenang menutup salah satu bandara tersibuk di dunia itu.

Berawal dari UU Ekstradisi

Hong Kong memutuskan untuk melakukan revisi UU Ekstradisi.

Salah satu poin menyebutkan, pemberlakuan ekstradisi ke yuridis manapun tanpa melalui perjanjian.

Revisi UU Ekstradisi bermula dari adanya kasus pembunuhan yang terjadi di Taiwan pada Februari 2018.

Kasus Pembunuhan tersebut melibatkan seorang pria warga negara Hong Kong berumur 19 tahun yang dijadikan tersangka oleh Pemerintah Taiwan.

Pria tersebut dijadikan tersangka atas kasus pembunuhan terhadap kekasihnya.

Saat ini, pria tersebut kembali berada Hong Kong.

Pemerintah Taiwan meminta Pemerintah Hong Kong untuk mengekstradisi pria tersebut agar diproses dalam kasus hukum yang menjeratnya.

Permintaan tersebut ditolak oleh Pemerintah Hong Kong karena tidak ada aturan soal perjanjian ekstradisi tanpa adanya kerjas ama dengan Hong Kong.

Penolakan Ekstradisi Pemerintah Hong Kong karena tidak adanya perjanjian Ekstradisi Pemerintah Hongkong dengan Cina daratan.

Taiwan termasuk salah satu dari bagian Cina daratan.

Akhirnya timbul ketegangan pengesahan UU Ekstradisi karena perbedaan ideologi Cina daratan yang menganut paham komunis dengan Negara Hong Kong yang menganut paham liberal.

China melarang masalah Hong Kong dibahas di KTT G20

Kerusuhan terkait unjuk rasa yang terjadi di Hong Kong mendapat perhatian dari negara lain, tak terkecuali Amerika Serikat.

Presiden Donald Trump berencana untuk mengangkat masalah ini ke KTT G20 yang diselenggarakan di Osaka, Jepang.

Trump bahkan melontarkan peringatan bakal menerapkan pajak baru jika Xi Jinping tidak datang menemui dirinya dalam KTT G20.

Namun, Pemerintah China menegaskan melarang pembahasan kerusuhan Hong Kong di KTT G20.

Pemerintah China menyatakan permasalahan Hong Kong adalah permasalahan interna; yang dapat diatasi.

“Saya dapat memberi tahu Anda dengan pasti bahwa KTT G20 tidak akan membahas masalah Hong Kong dan kami tidak akan membiarkan masalah Hong Kong dibahas dalam G20," ungkap Zhang selaku asisten luar negeri dalam konferensi pers, Senin (24/6/2019).

"Urusan Hong Kong adalah murni urusan dalam negeri China dan tidak ada negara asing yang memiliki hak untuk campur tangan," tambah Zhang, menegaskan bahwa kota tersebut merupakan wilayah administrasi khusus China.

Terjadi selama 6 Bulan

Unjuk Rasa yang berlangsung di Hong Kong hingga saat ini sudah berlangsung selama 6 bulan.

Aksi dimulai sejak Maret 2019.

Massa turun ke jalanan Hong Kong, sebagian besar mengenakan pakaian hitam sebagai penanda gerakan mereka, melakukan aksi duduk di aula kedatangan bandara.

Mereka membawa plakat dan poster dalam bahasa Inggris dan China, yang mengecam aksi kekerasan oleh polisi terhadap massa pengunjuk rasa.

Pada unjuk rasa Selasa (12/08/2019), pengunjuk rasa Hongkong dan aparat kemanan terlibat bentrok.

Sejak Juni lalu, eskalasi aksi protes di Hong Kong makin meningkat dengan bentrok antara polisi dan pengunjuk rasa sehingga berdampak pada lalu lintas hingga penerbangan.

Keterlibatan Triad

Salah satu insiden yang membawa peningkatan ketegangan cukup signifikan adalah saat sekelompok massa pengunjuk rasa mendapat serangan dari kelompok pria tak dikenal.

Insiden itu terjadi di stasiun MRT di distrik Yuen Long, pada Minggu (21/7/2019).

Saat itu, sekelompok pria berkaus putih dan bermasker mulai menyerang massa pengunjuk rasa yang berada di stasiun dan di dalam kereta.

Sebanyak 45 orang dilaporkan terluka hingga harus dirawat di rumah sakit.

Kecaman datang saat aparat keamanan dinilai lambat merespons aksi penyerangan.

Bahkan, tidak ada tersangka penyerangan yang ditahan.

Muncul anggapan bahwa pelaku penyerangan adalah kelompok kriminal atau triad yang pro-pemerintah.

Insiden itu akhirnya memicu dilakukannya aksi protes anti-triad, di mana massa pengunjuk rasa menggelar aksi di Yuen Long, menuntut dilakukannya penindakan terhadap pelaku penyerangan.

Bandara Hong Kong lumpuh

Otoritas penerbangan membatalkan hingga 200 penerbangan akibat unjuk rasa besar-besaran yang merambah bandara internasional Hong Kong.

Kerumunan pengunjuk rasa terpantau baru mulai meninggalkan bandara pada Senin malam. Bandara pun bakal kembali beroperasi pada pukul 06.00 waktu setempat di hari Selasa (13/8/2019).

Pejabat otoritas perhubungan Hong Kong Frank Chan mengatakan, bandara berkontribusi sebesar 5 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) Hong Kong baik secara langsung maupun tak langsung.

"Ini merupakan bencana bagi Hong Kong yang bakal memakan biaya hingga jutaan dollar," ujar Editor in Chief dan Managing Director AirlineRatings.com Geoffrey Thomas.

Dampak langsung dari berhenti beroperasinya bandara bukan masalah satu-satunya.

Sebab, wisatawan yang akan mengunjungi Hong Kong dan sudah memesan tiket beberapa bulan sebelumnya bakal membatalkan pesanannya.

Sebagai informasi, Hong Kong merupakan rumah untuk tujuh perusahaan yang masuk dalam daftar Fortune Global 500, antara lain Lenovo dan CK Hutchison.

Tim Renang PON DKI Tidak Bisa Pulang

Tim renang PON DKI juga terkena imbas dari lumpuhnya Bandara Hong Kong.

Tim yang baru saja mengikuti Kejuaraan Hong Kong Terbuka ini harus menginap di bandara karena jadwal pesawat mengalami penundaan akibat aksi unjuk rasa, Senin (12/08/2019).

Tim yang berjumlah 15 atlet putra putri, 6 pelatih dan 1 manajer tim ini baru saja mengikuti Hong Kong Open Swimming Championship, 9-11 Agustus 2019.

Rencananya tim akan pulang ke Jakarta menggunakan pesawat Cathay Pacific pada Senin (12/08/2019) malam.

Menurut salah satu pelatih, Felix C. Sutanto, tim sudah tiba di bandara.

Namun, keadaan di sana kacau balau dan semua jadwal penerbangan dibatalkan.

(Sumber: Kompas.com/Agni Vidya P/Ardi P Utomo/Sherly Puspita)

https://internasional.kompas.com/read/2019/08/13/10124781/demo-hong-kong-dari-penolakan-uu-ekstradisi-hingga-hak-kedaulatan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke