Salin Artikel

Demo di Hong Kong, Kapankah Berakhir?

Pendemo penentang pemerintah sudah mengajukan lima tuntutan. Di antaranya adalah penarikan UU Ekstradisi yang kontroversial, dan menyelidiki cara polisi menangani aksi protes.

Dengan demo di Hong Kong yang sudah berlangsung lebih dari dua bulan, terdapat satu pertanyaan yang timbul: kapankah akan berakhir? Berikut penjelasannya dikutip ABC Minggu (11/8/2019).

Tak Ada Kompromi

Zhang Xiaoming, kepala Kantor China Macau dan Hong Kong (HKMAO) menolak tuntutan yang diberikan pendemo, namun mempertimbangkan penyelidikan setelah demonstrasi berhenti.

Dia mengatakannya di hadapan sekitar 500 pejabat pro-Hong Kong. Termasuk di antaranya politisi, pengusaha, hingga tokoh berpengaruh di kota perbatasan Shenzhen.

"Pemerintah pusat sangat khawatir dengan situasi di Hong Kong, dan sudah membuat rencana level strategis serta membuat gambaran penuhnya," kata Zhang.

Beijing menuntut supaya para pengunjuk rasa memberikan dukungan bagi Kepala Eksekutif Carrie Lam dan Kepolisian Hong Kong. Pesannya jelas: tak ada kompromi.

Antony Dapiran, pengacara sekaligus penulis buku City of Protest: A Recent History of Dissent in Hong Kong berujar, jarak antara pemerintah dengan warganya makin lebar.

"Dan jika tidak ada upaya untuk memperpendek jarak tersebut, maka pengunjuk rasa bakal terus menerus turun ke jalan," kata pengacara yang berbasis di Hong Kong itu.

Sejak dimulai pada awal Juni lalu, eskalasi aksi protes di Hong Kong makin meningkat dengan bentrok antara polisi dan pendemo dan berdampak pada lalu lintas hingga penerbangan.

Polisi menyatakan, mereka sudah menggunakan hampir 800 kaleng gas air mata selama dua bulan terakhir karena bentrokan yang terjadi di berbagai titik kota.

Dapiran berargumen bahwa tuntutan pendemo sudah tidak bisa dibendung. tetapi menjadi pertanyaan besar di tengah upaya pemerintah China dan Hong Kong memulihkan citra.

Akankah China Mengirim Pasukannya?

Setelah berhari-hari aksi yang terjadi, kecaman China makin keras setelah demonstran mulai menargetkan simbol sensitif kedaulatan. Lambang negara dicoret dan bendera diceburkan ke laut.

Karena itu, retorika yang muncul adalah Beijing tidak segan-segan mengirim Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) untuk mengamankan pusat finansial dunia tersebut.

Pemerintah bahkan merilis video latihan PLA yang bermarkas di Hong Kong dengan salah satu prajurit berteriak "konsekuensi ada di tangan kalian" dalam bahasa Kanton.

Dengan Partai Komunis China bersiap untuk memperingati 70 tahun 1 Oktober mendatang, mereka memikirkan berbagai opsi sebelum mengerahkan militer.

Sejumlah opsi itu sudah mulai dipakai. Salah satunya adalah percobaan memengaruhi opini publik. Mereka mencoba membangkitkan semangat nasionalis di daratan utama maupun Hong Kong.

Sementara di sisi lain, aparat propaganda China mendiskreditkan pro-demokrasi dengan menyebut mereka sebagai aksi tak patriotik yang mencoba mengacaukan Hong Kong.

Lam menyatakan demo itu bukan lagi gerakan populer untuk menentang UU Ekstradisi maupun pemerintahannya. Namun upaya menentang "satu negara dua sistem".

Tekanan Kini Ada di Polisi

China kini menyerahkan beban kepada Kepolisian Hong Kong yang menjadi wajah sekaligus sikap pemerintah dengan tekanan yang kini mulai menggelayuti mereka.

Dikenal sebagai "Terbaik Asia", polisi Hong Kong menderita kerusakan reputasi atas respons lambat dan penanganan mereka atas serangan massa 21 Juli terhadap pendemo di Yuen Long.

Dapiran mengatakan, Negeri "Panda" kini berusaha keras untuk bertanggung jawab atas situasi. "Polisi ditekan untuk mengakhiri kekacauan dan memulihkan stabilitas," paparnya.

Bagaimana Akhirnya?

Lam sempat menuturkan, aksi protes yang melanda sepanjang dua bulan terakhir dia ibaratkan "tsunami menghantam Hong Kong" atas pusat finansial itu.

Dapiran menjelaskan jika saja pemerintah bersedia memberi ruang bagi penyelidikan independen dan memulai kembali reformasi politik sejak aksi Pergerakan Payung 2014, mungkin akan menurunkan ketegangan.

Desakan untuk memulai investigasi tak hanya datang dari politisi pro-Beijing, bahkan juga berasal dari negara asing hingga sekutu Lam sendiri.

Namun, Lam nampaknya menolak mengabulkannya. Dia beranggapan tidak bisa memberi kelonggaran bagi pendemo, dan apa yang pantas bagi rakyat Hong Kong.

"Yakni dengan menghentikan demo dan berkata 'tidak' bagi kekacauan di Hong Kong selama beberapa pekan terakhir supaya kita bisa melanjutkan hidup," ungkapnya.

Tetapi Dapiran menuturkan bahwa waktu terus berdetak. "Pada 1 Oktober, China tentu ingin seluruh wilayahnya, termasuk Hong Kong, merayakan 70 tahun dengan damai," pungkasnya.

https://internasional.kompas.com/read/2019/08/12/18285811/demo-di-hong-kong-kapankah-berakhir

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke