Salin Artikel

Di Chennai, Air Kini Lebih Mahal dari Bensin

Sebelumnya, banjir terburuk sepanjang sejarah modern – yang disebabkan oleh rangkaian badai dari Teluk Bengal – melumpuhkan aktivitas 11 juta penduduk yang tinggal di kota pusat manufaktur dan jasa ini.

Bahkan, komunikasi dan transportasi ke Chennai pun terputus sebab genangan air payau membanjiri landasan pacu di Bandara Internasional Anna. Banjir ini mengakibatkan lebih dari 500 korban jiwa dan sekitar 1,8 juta penduduk mengungsi.

Dan sekarang, Chennai dilanda kekeringan yang berkepanjangan, akibat dari tidak turunnya hujan selama lebih dari 200 hari. Empat waduk utama Chennai kini kering kerontang.

Danau Chembarambakkam yang sejak dahulu kala mengairi Chennai, juga mengering dengan cepat.

Namun bagi Anbu, seorang supir truk berusia 28 tahun, fenomena kekeringan terburuk selama 140 tahun ini telah menjadi sumber pekerjaan.

Ironis memang, saat banjir 2015 silam, dia terpaksa meninggalkan desanya di Pavandhur, sekitar 250 kilometer ke selatan Chennai sebab desanya telah kehabisan air.

Meskipun memiliki latar belakang pendidikan di teknik keramik, Anbu berharap menjadi petani tebu seperti ayahnya. “Ketika ada air, tanamanlah yang benar-benar memberi timbal balik,” jelas Anbu.

Tapi, ketika Tim Ceritalah menemuinya di bengkel perawatan truk di Paonamalle, pinggiran Chennai, Anbu tampak berseri-seri dan membanggakan truk tangki airnya yang baru saja dicat dengan warna cerah.

Pekerjaannya sebagai supir truk mengharuskan Anbu bekerja selama 24 jam, dan menjadikan truk kebanggannya tersebut sebagai rumah baginya.

Angin panas yang berdebu bertiup dihalaman bengkelnya, di mana terdapat dua truk lain yang sedang diperbaiki. Panas yang menyengat membuat Anbu tampak jauh lebih tua.

Namun, keberadaan pria ini dan supir truk lainnya kemungkinan besar telah menyelamatkan ribuan penduduk Chennai yang hampir mati kehausan.

Anbu setiap hari melewati danau Chembarambakkam, yang dulunya merupakan sumber air utama kota Chennai. Danau ini dulu menjadi pusat bagi kampung-kampung nelayan.

Danau Chembarambakkam dibangun oleh raja-raja Chola sekitar 900 tahun lalu. Mereka membangun sistem hidrologi yang berseluk-seluk – terdiri dari rangkaian tangki, tanggul, dan danau – yang berperan menopang kesejahteraan kawasan Chennai kala itu.

Bahwasannya, sistem perairan inilah yang menjadi dasar terbentuknya kerajaan maritim Chola. Namun dalam satu dekade terakhir ini, sumber daya air tersebut mulai kehilangan fungsinya, akibat dari tata kelola yang buruk, korupsi dan ketidakmampuan aparat pemerintah.

Tata kota yang tidak teratur dan pembangunan ilegal (banyak bangunan di atas danau-danau kota itu) serta ekosistem hutan bakau dan perairan yang rapuh kian merusak lingkungan hidup di Chennai.

Penggalian tanah di dekat dasar danau dan gagalnya pengerukan tersebut hanya memperburuk situasi. Ditambah lagi, jumlah air yang disalurkan ke kota telah turun di bawah 10 persen dari pasokan biasanya.

Untuk menambah pasokan air, tiga pabrik penyulingan air laut terpaksa bekerja lebih keras dan pemerintah pun harus mendatangkan air menggunakan kereta api dari daerah pedalaman.

Namun, solusi-solusi ini – seperti air hasil dari penggalian danau – bersifat tidak berkelanjutan.

Memang, mengelola sumber air adalah tantangan yang tengah dihadapi kawasan Asia Selatan. The National Institution for Transforming India (NITI Aayong/Lembaga think tank untuk transformasi India) memperkirakan 21 kota di India akan kehabisan air tanah pada 2020.

Dengan musim hujan yang datangnya lebih lambat dan lebih jarang dari biasanya tahun ini, kota-kota di seluruh India lambat laun akan dilanda kekeringan.

Hanya sedikit yang telah dilakukan untuk mewujudkan strategi pengelolaan air bagi keseluruhan India, meski beberapa negara bagian lain, seperti Andhra Pradesh, tidak mengalami situasi buruk yang serupa.

Di sisi lain, pembangunan kanal dan bendungan di negara bagian yang bersebelahan, seperti Karnataka, telah membuat pasokan air di Tamil Nadu semakin menipis.

Chennai hampir lumpuh dengan harga air yang meroket. Anbu mengatakan 20 liter air minum, yang dulu harganya 25–30 Rupee saat ini bisa mencapai 80–100 Rupee.

Artinya saat ini, air lebih mahal daripada bensin di Chennai – yang harganya 76,18 Rupee per liter.

Pabrik-pabrik mobil telah berhenti beroperasi sementara, dan sekitar 20.000 karyawan berisiko tidak mendapatkan gaji saat mereka sangat membutuhkannya.

Banyak perusahaan berbasis teknologi di Chennai, yang juga menopang 20.000 pekerja, telah meminta karyawan mereka untuk bekerja dari rumah.

Kantor-kantor ini sebagian besar mendapatkan pasokan air dari truk seperti milik Anbu, namun harganya kini telah dua kali lipat lebih mahal.

Pedagang kaki lima yang dikunjungi Tim Ceritalah mengatakan bahwa pada malam hari mereka menghabiskan waktu mencari air untuk rumah dan usaha mereka.

Ironi lainnya: negara bagian Bihar dan Assam di utara dan timur laut India, saat ini tengah dilanda banjir bandang, yang memakan banyak korban jiwa.

Ini adalah bukti bahwa cuaca di India sangat tidak menentu akibat dari perubahan iklim. Perubahan yang bisa dikatakan hasil dari pembangunan yang terlalu pesat di negara ini.

Kembali ke Chennai, kekeringan artinya lebih banyak pekerjaan untuk Anbu. Truk-truk seperti miliknya mengumpulkan air dari desa-desa di sekitar kota Chennai, yang jaraknya bisa sejauh 40 kilometer.

Mereka mengisi tangki berkapasitas 24.000 liter tersebut dengan membayar para petani untuk air dari sumur atau galian air yang hanya dihargai sebesar 700 Rupee. Air tersebut kemudian dijual di Chennai seharga lebih dari 10.000 Rupee.

Sebagai seorang supir, upah Anbu terhitung kecil – hanya 15.000 Rupee untuk 10 hari kerja – tetapi angka itu masih terhitung cukup besar di kota ini.

Walaupun demikian, ada risiko pekerjaan yang cukup berbahaya, termasuk petani yang memprotes bahwa truk-truk tersebut ‘mencuri’ air dari desa mereka.

Kekerasan dan protes terkadang pecah. Meskipun begitu, Anbu mengatakan, “Untungnya saya tidak pernah diprotes atau diserang. Namun tidak jarang, sopir truk disergap penduduk desa, kaca truk dipecahkan oleh batu-batu dan ban truk ditusuk.”

Banyak teman-temannya hampir tidak bisa menghindari pertikaian dengan penduduk desa yang marah karena pasokan air mereka digunakan untuk melayani penduduk Chennai. Sementara pada pada masa lalu mereka (warga Chennai) tidak menunjukkan banyak keprihatinan terhadap nasib petani.

Ketika ditanyai apakah dia akan membiarkan truk-truk seperti miliknya mengambil air dari desanya sendiri, Anbu kembali tersenyum.

“Saya tidak akan pernah membiarkan setiap truk seperti milik saya ini masuk ke kawasan kampung saya. Saya tahu yang saya lakukan salah, tetapi kami berada di situasi di mana kami harus melakukan apapun untuk bertahan hidup. Saya tidak perlu meminta maaf untuk itu,” kata Anbu.

https://internasional.kompas.com/read/2019/07/26/10150171/di-chennai-air-kini-lebih-mahal-dari-bensin

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke