Salin Artikel

Sutopo Purwo Nugroho, Pria yang Bermimpi Jadi Profesor, di Mata Media Internasional

Begitulah ucapan Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana dalam wawancara kepada The New York Times.

Wawancara yang dipublikasikan akhir Desember 2018 itu mengisahkan bagaimana dedikasi Pak Topo, begitu dia disapa, di tengah kanker paru yang menggerogoti.

Ya, meski divonis dokter dengan kanker paru stadium 4B pada 17 Januari 2018, Sutopo memutuskan untuk menjadi sumber terpercaya masyarakat Indonesia ketika terjadi bencana.

Berbagai penjelasan bencana mulai dari banjir, tanah longsor, hingga tsunami dipuji oleh masyarakat karena disampaikan dalam bahasa yang sangat sederhana.

"Saya juga merasa dia sangat berkomitmen dan mementingkan publik. Meski didera penyakit mematikan, dia masih melaksanakan tugasnya," kata Caroline Maringka kepada The Times.

Media Amerika Serikat (AS) itu mengulik bagaimana pergumulan hati Sutopo ketika mengetahui dirinya divonis dokter hanya bisa hidup antara 1-3 tahun.

Selain itu, dijelaskan bagaimana pria kelahiran Boyolali, Jawa Tengah, tersebut tetap bersemangat dalam menjalankan tugasnya sebagai garda terdepan pemberi informasi bagi masyarakat.

Selain The Times, media Singapura The Straits Times juga mengganjar Sutopo dengan penghargaan Asians of the Year bersama tiga sosok dan dua organisasi bantuan bencana lainnya.

Dalam penjelasan tertulis Straits Times, Sutopo dipilih karena dianggap bertahan untuk terus menyampaikan perkembangan informasi dan melindungi masyarakat.

Sebagai First Responder, Sutopo mempunyai keberanian, mementingkan publik, pengambilan risiko yang diperhitungkan, dan kehadirannya telah meringankan banyak situasi yang mengerikan.

Dengan menempatkan dirinya dalam bahaya, Sutopo mengubah kekalahan dalam arti tertentu yang dianggap jalan buntu menjadi kemenangan demi kemenangan.

"Asia berhutang budi kepada Anda, keluarga Anda, dan tentunya lembaga-lembaga yang membentuk hidup serta kepribadian Anda," ulas Straits Times dalam penghargaan yang diberikan November 2018.

Sementara AFP mengulas Sutopo sebagai wajah pemerintah Indonesia dalam upayanya memberikan setiap kata perkembangan informasi mengenai bencana yang terjadi.

Gempa dan tsunami yang melanda Sulawesi pada September 2018 menjadi momen terpenting karir Sutopo ketika dia memutuskan untuk memberikan konferensi pers harian.

Dia juga bersedia menerima permintaan telepon dari awak media, dan terus memperbarui informasi di media sosial meski tengah menerima perawatan kanker paru.

Dilaporkan dia sempat berjanji kepada sang istri, Retno Utami Yulianingsih, untuk menurunkan ritme pekerjaan.

Meski begitu, dia dilaporkan masih menyampaikan kabar tanah longsor pada Februari 2018 dari rumah sakit tempatnya dirawat.

Kemudian pada Agustus 2018, dia memberikan informasi soal gempa Lombok yang menewaskan sekitar 563 orang setelah selesai menjalani sesi kemoterapi.

AFP melansir pria yang memperoleh gelar doktoralnya di bidang sumber daya alam dan lingkungan itu bermimpi menjadi profesor, dan bertahun-tahun berprofesi sebagai peneliti.

Hingga akhir hayatnya, Sutopo masih menganggap dirinya sebagai pelayan publik. "Ini bukan tentang berapa lama hidupmu. Tapi tentang apa yang kamu lakukan dalam hidupmu," ujarnya.

https://internasional.kompas.com/read/2019/07/07/11492751/sutopo-purwo-nugroho-pria-yang-bermimpi-jadi-profesor-di-mata-media

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke