Salin Artikel

Pakatan Harapan Kini dan Realitas Malaysia Baru

Dalam dua bulan terakhir, Tim Ceritalah menjelajahi negeri ini, mengunjungi pelosok-pelosok mulai dari Kuala Kangsar hingga ke Penampang.

Sebuah kerja keras dari Tim Ceritalah yang masih muda ini untuk mendengarkan dan mengabadikan berbagai cerita dari orang-orang yang ditemui secara langsung.

Kami mencoba untuk menemui kembali orang-orang yang tahun lalu kami wawancarai sebelum pemungutan suara.

Tim Ceritalah bukanlah lembaga survei. Kami tidak melakukan survei ilmiah. Sebaliknya, kami berusaha memotret sebuah negeri yang tengah menghadapi suatu perubahan besar dan tantangan yang lebih duniawi untuk bertahan hidup.

Mereka yang hidupnya sangat bergantung pada lahan—petani-petani kecil kelapa sawit, karet dan padi—adalah yang paling putus asa. Apa yang mereka rasakan penting, karena pertanian masih menyediakan lapangan kerja bagi setidaknya 6 persen pekerja Malaysia.

Di Sekinchan—salah satu produsen beras terbesar di Selangor—Abang Zaki harus berurusan dengan penyakit asing yang mengancam hasil panen padinya.

Sementara bagi Ah Seng, penyadap karet berusia lima puluh tahunan di luar kota Kuala Kangsar, harga komoditas yang rendah membuat pekerjaannya hampir tidak berarti. Maka tidak heran jika kelima anaknya yang sudah dewasa bekerja di Singapura.

Petani kelapa sawit asal Perak, Abang Man tengah berjuang dengan harga pupuk dan pestisida yang semakin tinggi.

Kemungkinan kecil terjadinya kekeringan El Nino (yang akan menekan pasokan) akhir tahun ini, boleh jadi akan mendorong kenaikan harga sawit. Namun secara umum keadaannya terlihat tanpa harapan.

Dulu pemerintahan Barisan Nasional (BN) mencoba mengatasi tantangan-tantangan ini melalui BR1M (“1Malaysia People’s Aid”), skema transfer tunai langsung yang dikenal luas. Sebanyak tujuh juta rakyat Malaysia menerima hingga 1.200 Ringgit per tahun.

PH (secara bijak) mempertahankan subsidi itu dengan mengubah namanya menjadi "Bantuan Sara Hidup" (biaya bantuan hidup). Sekitar 5 miliar Ringgit akan dibagikan ke 4,1 juta rumah.

Meski begitu Tim Ceritalah menemukan kekacauan dan ketidakpastian birokratis yang menunjukkan banyak penerima potensial di lapangan tidak yakin dengan kelayakan mereka.

Sama halnya di Selayang, di sebelah utara ibukota, pemilik kios lokal seperti Lakshmi mengeluhkan banyaknya pedagang asing ilegal di luar pasar. Banyak dari mereka mengalami pendapatan yang anjlok secara drastis.

Sementara rakyat Malaysia telah menyesuaikan diri dengan administrasi yang penuh dengan pejabat-pejabat yang belum teruji (sebanyak 23 dari 28 menteri saat ini belum pernah menjabat di kantor kementerian sebelumnya), banyak kemudian yang mempertanyakan tentang efektivitas tim yang baru di bawah Tun Mahathir ini.

Kemampuan administrasi mereka dalam menjalin hubungan dengan rakyat Malaysia tampaknya telah hilang. Kegagalan ini tidak biasa mengingat keterpaduan dan dinamika yang sempat ditunjukkan menjelang pemilihan 2018.

Alih-alih membangun narasi yang solid seputar pencapaian yang sesungguhnya—pembangunan kembali lembaga-lembaga inti dan perbaikan dalam bidang proses pemerintahan—mereka justru tenggelam oleh inisiatif kebijakan yang dieksekusi secara buruk serta melalui pertikaian internal.

Ratifikasi ICERD dan Statute Roma yang ceroboh telah memicu sentimen-sentimen buruk masyarakat asli Malaysia. Tentu sifat takut para menteri Malaysia telah menjadi kekecewaan besar.

Terlebih lagi, bagi sebagian besar populasi mayoritas Melayu-Muslim, kekalahan partai yang dulu sangat berkuasa, United Malays National Organisation (UMNO), adalah suatu tamparan keras. Ketakutan akan disisihkan oleh orang China-Malaysia yang lebih berada dan berpendidikan tinggi telah marak ditunjukkan.

Seperti mantan perdana menteri, Najib Razak, yang harus berusaha menghidupkan kembali reputasinya melalui kampanye media sosial "Malu Apa Bossku" ("what’s the shame, my boss?”) yang memasukkan unsur-unsur perkotaan, mengendarai sepeda motor, serta budaya orang-orang muda kelas pekerja.

Namun, masyarakat Malaysia yang kami ajak bicara pun bersedia memberi kesempatan pada PH. Meskipun akan banyak tantangan ke depan, mereka dapat dikatakan siap menghadapi perubahan besar-besaran.

China, yang dulu paling dipilih investor untuk bidang manufaktur luar negeri, kini tak lagi menarik bagi mereka.

Pilih salah satu: tarif AS yang diilhami dari perang dagang, sikap ofensif Beijing terhadap bisnis asing, naiknya biaya input dan kurangnya perkembangan dalam menegakkan keamanan rantai pasokan seperti pencurian IP, dan pengendalian mutu. 

Perusahaan-perusahaan multinasional berusaha mengurangi riwayat risiko mereka, yang lantas membuat mereka mencari banyak negara untuk berinvestasi.

Malaysia seharusnya memanfaatkan hal ini. Malaysia memiliki logistik yang hebat (berkat pemerintah BN sebelumnya) dan lokasi strategis yang tidak ada duanya.

Malaysia adalah bagian dari rantai pasokan global, rute perdagangan dan pariwisata. Malaysia juga berada di peringkat ke-51 pada the World Justice Project’s Rule of Law Index 2019, hanya setelah Singapura di ASEAN.

Seperti yang dikatakan Hasnul Nadzrin Shah, Direktur Pemerintahan dan Regulasi di IBM, "Rakyat Malaysia, ketika dihadapkan pada pandangan dunia yang lebih luas, berkembang karena latar belakang multikulturalnya."

Dan seperti yang ditunjukkan oleh perjalanan Tim Ceritalah, rakyat Malaysia biasa memiliki etos kerja yang kuat dan keinginan besar untuk memperbaiki diri. Yang diperlukan adalah mengembangkan sumber daya manusia dengan benar.

Pekerja Malaysia tidak sepatutnya diperlakukan seperti input ekonomi. Orang-orang Malaysia adalah satu-satunya aset terbesar mereka sendiri—dan dalam jangka panjang.

Para pekerja di Malaysia sudah sepatutnya mendapatkan upah yang layak — namun produktivitas dan nilai tambah mereka juga harus meningkat. Dalam hal lain, banyak yang khawatir tentang sistem pendidikan negeri ini.

Sementara kurikulum tentu harus diperhatikan, Kementerian Pendidikan juga perlu untuk memastikan bahwa pemuda Malaysia (yang mewakili hampir setengah dari pemilih yang memenuhi syarat) memiliki pola pikir yang dapat beradaptasi dengan tren global—termasuk kerja sama dan kerja tim—dua keterampilan yang penting di pasar tenaga kerja saat ini.

Pemerintah juga harus terus berupaya mengurangi birokrasi yang rumit, baik untuk Usaha Kecil dan Menengah lokal maupun perusahaan multi nasional asing.

Kementerian Pariwisata, Perkebunan dan Perdagangan Internasional dan Industri harus meningkatkan kompetensi mereka.

Bekerja dalam pelayanan masyarakat tentu penting, namun perlu ada kesadaran bahwa rakyat (yang diwakili oleh anggota parlemen dan menteri) adalah "bos" tertinggi.

Mengingat perubahan dramatis ke depan, sangat penting bagi Kementerian Perekonomian untuk meletakkan kerangka kerja yang jelas (membangun narasi besar dan menyeluruh) yang akan menentukan arah ekonomi negara untuk dekade berikutnya—dan mengarahkan kementerian serta lembaga untuk mencapai tujuan tersebut.

Tun Dr Mahathir baru-baru ini menjadikan "kemakmuran bersama" sebagai slogan terbaru dari pemerintahannya.

Hal ini tepat, seluruh rakyat Malaysia layak mendapat bagian dalam kekayaan negara
Sangat mungkin untuk dapat membantu orang-orang yang membutuhkan, namun juga penting untuk menjadi bijak terhadap keuangan negara dan efisiensi dalam administrasi.
Kembali lagi, semua ini tentang komunikasi.

Suka atau tidak, politisi Melayu progresif dari seluruh kalangan—Anwar Ibrahim, Khairy Jamaluddin, Nurul Izzah, Shahril Hamdan dan Nik Nazmi Nik Ahmad—harus dibawa ke panggung utama.

Tak perlu dikatakan lagi, kecenderungan UMNO ke arah kanan dewasa ini merupakan dorongan besar bagi PAS (Partai Islam Se-Malaysia).

Hal ini akan membahayakan misi moderat Malaysia. Karena sesuai yang kami pelajari dari Ibu Yeni, anggota dari Banting, partai tersebut akan bertahan dari pencabutan para pemimpin seniornya. Aliansi apa pun dengan PAS hanya akan memperkuat elemen-elemen konservatif yang tidak dapat sejalan dengan usaha pembangunan.

Satu tahun setelah 9 Mei 2018, hal yang difokuskan harus lebih luas dari keberlanjutan PH.
Tantangan yang sangat penting adalah masa depan Malaysia yang progresif.
Jika PH terus melanjutkan pertikaian dan ketidakmampuannya, Malaysia yang kita kenal dan cintai akan hilang seketika.***

https://internasional.kompas.com/read/2019/06/18/13293351/pakatan-harapan-kini-dan-realitas-malaysia-baru

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke