Salin Artikel

Penentang UU Ekstradisi Tolak Permintaan Maaf Pemimpin Hong Kong

Kantor Lam menuturkan dalam pernyataan resmi, kekurangan dalam pemerintahannya telah menyebabkan kontroversi dan perselisihan, kemudian kekecewaan dari warga.

"Beliau meminta maaf atas insiden ini dan berjanji menerapkan kejujuran dan sikap rendah hati untuk menerima kritikan dan peningkatan pelayanan publik," lanjut kantor Lam.

Ucapan minta maaf itu muncul enam jam setelah peserta aksi protes memenuhi kawasan Admiralty, Wan Chai, dan Central dengan partisipan mengenakan kaus hitam.

Jimmy Sham dari kelompok Civil Human Rights Front sebagai pihak yang menggelar unjuk rasa mengatakan, mereka menolak pernyataan maaf dari Lam, dilansir SCMP Minggu (16/6/2019).

"Tidak ada orang di Hong Kong yang bakal menerima ucapannya karena dia hanya merendahkan nada bicaranya. Namun dia tidak menjawab apa yang warga inginkan," tutur Sham.

Sham kemudian menuturkan supaya UU itu dihapuskan, dan mengatakan pihaknya bakal menunggu respon pemerintah sebelum memutuskan apakah bakal melakukan aksi lanjutan.

Dia juga menyerukan kepada masyarakat Hong Kong yang lain untuk turun ke jalan dan ikut dalam aksi yang direncanakan bakal digelar pada Senin (17/6/2019).

Pada Senin dini hari waktu setempat, pengunjuk rasa yang kebanyak berusia muda masih memenuhi masih menduduki sejumlah kawasan di Admiralty hingga bangunan pemerintah.

Politisi Claudia Mo mengatakan mereka tidak bisa menerima pengumuman penundaan yang disampaikan Lam Sabtu (15/6/2019) karena hanya bersifat menunda.

"Rakyat Hong Kong sudah berulang kali dibohongi," ujar Bonny Leung dari Civil Human Rights Front. Di China, pemerintah merilis pernyataan mendukung Hong Kong.

Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt berkicau di Twitter mendukung keputusan Lam. "Menjaga hak dan kebebasan adalah masa depan terbaik di Hong Kong," paparnya dikutip Sky News.

Aksi protes itu dimulai ketika Hong Kong, bekas koloni Inggris yang kembali kepada China berdasarkan "satu negara, dua sistem" pada 1997, memperkenalkan UU Ekstradisi.

Sejatinya, UU Ekstradisi itu bakal mengekstradisi penjahat jika mendapat permintaan dari otoritas China daratan, Macau, maupun Taiwan didasarkan kasus per kasus.

Usulan itu muncul setelah seorang pria Hong Kong membunuh pacarnya ketika mereka berlibur di Taiwan. Namun pria itu tidak bisa diesktradisi.

Sejumlah pejabat Hong Kong, termasuk Lam, menegaskan bahwa keberadaan undang-undang itu tidak lain adalah memberi perlindungan dari para kriminal.

Namun, muncul kekhawatiran dari kalangan aktivis oposisi jika peraturan itu bisa digunakan untuk menargetkan lawan politik dan mengirim mereka ke China.

Selain itu, para aktivis itu menyoroti jika nantinya UU itu disahkan, maka Hong Kong bakal semakin terbenam ke dalam kontrol Negeri "Panda".

https://internasional.kompas.com/read/2019/06/17/12534221/penentang-uu-ekstradisi-tolak-permintaan-maaf-pemimpin-hong-kong

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke