Salin Artikel

Tepat Sepekan Ledakan Bom Sri Lanka, Uskup Agung Minta Gereja Katolik Tak Gelar Ibadah

Sejak serangan mematikan yang terjadi saat perayaan Minggu Paskah (21/4/2019). Uskup Agung Colombo Kardinal Malcolm Ranjith meminta Gereja Katolik untuk tidak menggelar misa.

Diwartakan The Guardian, imbauan itu Ranjith sampaikan hingga aparat keamanan bisa memberikan jaminan kepada umat Katolik untuk beribadah ke gereja.

Disiarkan di televisi, Kardinal Ranjith menggelar misa di hadapan para pemimpin Sri Lanka serta imam lain di sebuah kapel kecil dekat kediamannya di Colombo.

"Pada saat ini pertanyaan 'apakah Tuhan mencintai saya' atau 'apa Dia tidak mengasihi saya' muncul di hati kita setelah serangan pekan lalu," kata Ranjith dalam kotbahnya.

Mayoritas umat Katolik Sri Lanka merayakan misa di rumah masing-masing dengan menonton siaran Ranjith. Namun di Negombo, ada juga yang tetap datang ke gereja.

Seperti misalnya Channa Rejunjoyne yang bertugas menyalakan lilin di Gereja St Sebastian selama bertahun-tahun. Dia sudah menghadiri misa malam sebelum kejadian.

Namun, istri serta putrinya yang berusia sembilan tahun datang keesokan paginya. Mereka menjadi korban tewas ledakan bom bom bunuh diri yang dilakukan pelaku.

Dengan jempol berada di kantong celananya, pria berusia 49 tahun itu mengaku sangat menderita. "Sebab, saya harus menguburkan istri serta anak saya," terang dia.

Pastor memintanya untuk datang dan membantu membersihkan gereja pasca-ledakan bom. Jadi, dia mengiyakan. "Apalagi yang bisa saya lakukan? Tidak ada siapa pun di rumah," ucapnya.

Gereja St Sebastian memang menggelar misa. Namun terbatas hanya untuk kalangan imam serta biarawati dengan penjagaan ketat dari polisi serta pasukan Sri Lanka.

Tak jauh dari tempat pasukan berjaga, Lakshan Anthony bersandar di skuternya. Dia memandang gereja itu seraya mengenang momen ketika anaknya yang berusia tujuh tahun terbunuh dalam ledakan bom.

"Putra saya yang berusia dua tahun bersama ibunya. Siapa lagi yang bisa saya penuhi kebutuhannya sekarang," terang Anthony yang kehilangan satu matanya.

Kehilangan sebelah mata dan mengalami luka di tulang belakang, Anthony berkata pemerintah bakal menjajikannya biaya pengobatan. Namun, dia tidak akan mengemis kepada pemerintah.

Tepat di sebelah Anthony, Sebastian Fernando berlutut di sandalnya. Tangannya mengatupkan lilin merah kecil. Dia berdoa bagi para korban ledakan bom.

Dia telah bertugas memberikan doa pengantar ketika keponakannya yang berusia tujuh tahun merengek karena lapar. Jadi, mereka pergi untuk membeli makanan.

Saat kembali, keponakan Fernando berdiri di depan ingin melihat prosesi ketika misa selesai. Maka Fernando pun mengikutinya dan memandang gereja ketika ledakan terjadi.

Dia segera memulangkan keponakannya ke rumah dan bergegas kembali untuk menolong para korban ledakan bom ke rumah sakit. "Saat ambulans datang, pakaian saya sudah penuh darah," ujar dia.

Di distrik timur Ampara di Kalmunai, tentara berjaga di depan Gereja Santa Maria Magdalena dengan pemberitahuan bahwa gereja dan sekolah ditutup hingga 6 Mei.

Selain gereja, tempat ibadah lain seperti masjid juga mendapat penjagaan ketat di kota tempat terduga teroris pelaku serangan itu diserbu polisi dengan baku tembak terjadi.

Kebanyakan korban tewas di Negombo telah dimakamkan. Kini, fokus mereka adalah memulihkan diri dan memperbaiki gereja yang terkena ledakan bom.

Gereja St Anthony yang berlokasi di Colombo saat ini tengah digosok dengan air dan sabun untuk membersihkan darah dari lantai, dinding, serta atap.

https://internasional.kompas.com/read/2019/04/28/20335991/tepat-sepekan-ledakan-bom-sri-lanka-uskup-agung-minta-gereja-katolik

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke