Salin Artikel

Biografi Tokoh Dunia: Sirimavo Bandaranaike, Perempuan Perdana Menteri Pertama Dunia

Dari semua jajaran perdana menteri negara di dunia ada satu nama yang akan selalu melekat dalam sejarah.

Dia adalah Sirimavo Bandaranaike, yang merupakan perempuan pertama di dunia terpilih sebagai kepala pemerintahan Sri Lanka.

Dengan kekuatan dominan dalam politik Sri Lanka, Sirimavo menjabat tiga periode sebagai perdana menteri. Dia juga ibu dari Presiden Sri Lanka Chandrika Kumaratunga.

Saat baru memimpin negeri itu, Sirimavo menghadapi era di mana perdana menteri hanya jabatan seremonial. Namun pada masa pemerintahannya, dia memegang kekuasaan sangat besar.

Kehidupan awal

Sirimavo lahir dengan nama Sirima Ratwatte pada 17 April 1916 dalam keluarga yang kaya dan terkenal, Barnes Ratwatte dan Rosalind Mahawelatenne Kumarihamy.

Dia merupakan anak sulung dari enam bersaudara. Lingkungan politik terasa kuat di rumahnya sejak dia masih kecil.

Ayahnya, Barnes, adalah anggota Senat dan juga Dewan Negara Ceylon.

Sirimavo juga keturunan dari keluarga Radala yang terkenal, salah satu penerus Dissawa of Natale.

Kakak-kakaknya tumbuh dengan kepribadian yang mapan di bidang politik dan lainnya di Sri Lanka.

Terjun politik

Pada 1940, Sirimavo menikahi Soliman Dias Bandaranaike, seorang politisi senior di Partai Nasional Bersatu yang memerintah Sri Lanka, yang kemudian disebut Ceylon.

Setelah memisahkan diri untuk membentuk partainya sendiri, Partai Kebebasan Sri Lanka, suaminya terpilih sebagai perdana menteri pada 1956.

Namun duka menyelimuti Sirimavo karena tiga tahun kemudian seorang biksu membunuh suaminya.

Pembunuhan itu menciptakan krisis kekuatan yang menyebabkan kekacauan politik singkat.

Dia secara tiba-tiba terjun dalam politik. Dia berkampanye untuk partai yang didirikan suaminya dalam pemilihan 1960. Perempuan tersebut akhirnya memimpin partai itu pada Mei 1960.

Dalam pidato pertamanya setelah memenangkan pemilihan itu, dia menyampaikan pesan khusus kepada para perempuan Sri Lanka.

"Kemenangan saya benar-benar kemenangan mereka," katanya.

Pada 21 Juli 1960, Sirimavo menjadi Perdana Menteri Ceylon dan menciptakan sejarah baru sebagai perempuan pertama yang memegang posisi tersebut di dunia.

Pada konferensi Para Perdana Menteri Persemakmuran di London pada Maret 1961, Sirimavo menjadi perempuan pertama yang duduk di meja konferensi di antara beberapa negarawan paling terkemuka di dunia.

Memegang jabatan sampai 25 Maret 1965, dia sering dikritik sebagai "janda yang menangis" oleh para kritikus dan saingannya.

Mereka menudingnya memanfaatkan kematian suaminya untuk naik ke tampuk kekuasaan dengan secara emosional mengumpulkan dukungan.

Dia juga mempertahankan hubungan internasional yang netral mengikuti kebijakan Barat dan Timur, aktif mengadvokasi agama Buddha dan bahasa serta budaya nasional Sinhala.

Pertentangan

Meski demikian, kebijakannya menghadapi kemarahan besar dari kelompok minoritas Tamil di negara itu.

Mereka menganggap keputusannya menegakkan Sinhala sebagai bahasa resmi menggantikan bahasa Inggris di semua lini pemerintahan merupakan tindakan diskriminatif dan langkah untuk memblokir Tamil dari segala bidang.

Sirimavo juga mendekatkan negaranya dengan Uni Soviet dan China. Dia menengahi konflik perbatasan India-China pada 1962.

Pada tahun yang sama, dia menggagalkan upaya kudeta militer, yang melantik pamannya, William Gopallawa sebagai Gubernur Jenderal Ceylon.

Krisis ekonomi dan koalisi dengan Partai Marxist Lanka Sama Samaja berdampak pada menurunnya dukungan untuk pemerintahannya

Pada 1965, partainya kalah dalam pemilu. Namun keadaan berbalik lagi pada 1970, dia terpilih sebagai Perdana Menteri untuk jabatan keduanya pada 29 Mei 1970 hingga 23 Juli 1977.

Republik Sri Lanka

Pemerintahannya membatasi perusahaan bebas, menasionalisasi industri, melakukan reformasi pertanahan, dan mengumumkan konstitusi baru, yang selanjutnya menciptakan kepresidenan eksekutif.

Selain itu, Ceylon berubah menjadi sebuah republik bernama Sri Lanka.

Selagi dia berupaya mengurangi ketidaksetaraan, kebijakan sosialis ya menyebabkan stagnansi ekonomi dan dukungan terhadap Buddha dan bahasa Sinhala membuat Tamil makin terasing.

Kegagalan itu membuat partainya hanya mampu mempertahankan 8 dari 168 kursi di Majelis Nasional.

Sirimavo gagal sebagai kandidat partainya untuk menjadi presiden pada 1988. Namun, dia mendapat kembali kursi di parlemen pada 1989 dan menjadi pemimpin oposisi.

Koalisi yang dipimpin partainya memenangkan pemilu dan putrinya, Chandrika Kumaratunga, terpilih sebagai Perdana Menteri pada 1994.

Ternyata Chandrika memenangkan pemilu presiden pada November pada tahun yang sama. Kemudian, dia melantik ibunya sendiri sebagai Perdana Menteri.

Kepemimpinan ketiga Sirimavo dimulai pada 14 November 1994, posisinya lebih rendah dari sang putri.

Meski demikian, dia memegang jabatan itu sampai 10 Agustus 2000.

Kematian

Kesehatan yang memburun memaksa Sirimavo untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Tak lama setelah pemungutan suara dalam pemilihan parlemen, dia menderita serangan jantung dan meninggal pada 10 Oktober 2000. Kematiannya mengakhiri karier politiknya berlangsung selama empat dekade.

https://internasional.kompas.com/read/2019/04/10/21471131/biografi-tokoh-dunia-sirimavo-bandaranaike-perempuan-perdana-menteri

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke