Presiden Sudan Selatan Bakal Bertemu Pemimpin Pemberontak di Vatikan

Vatikan mengeluarkan pernyataan pada Selasa (9/4/2019), kedua rival tersebut akan menghadiri kesempatan untuk pertemuan dan rekonsiliasi.

"Pertemuan keduanya memiliki misi dan tanggung jawab untuk bekerja demi masa depan perdamaian dan kemakmuran bagi rakyat Sudan Selatan," demikian pernyataan dari Vatikan.

Seperti diketahui, Sudan Selatan lahir dalam semangat optimisme pada 2011 setelah merdeka dari Sudan.

Namun persaingan antara Kiir dan Machar menimbulkan perang saudara pada 2013 yang ditandai dengan kekerasan brutal, pemerkosaan dan peringatan PBB tentang pembersihan etnis.

Lebih dari 380.000 orang telah meninggal dan empat juta orang telah meninggalkan rumah mereka.

Pada 2015, kesepakatan perdamaian membawa Machar kembali sebagai wakil presiden, tetapi kemudian menjadi berantakan pada tahun berikutnya. Machar pun akhirnya melarikan diri dari negara itu.

Namun, dia berencana untuk kembali bulan depan di bawah perjanjian perdamaian yang ditandatangani di Addis Ababa pada September tahun lalu.

Meski demikian, proses itu telah dibayangi oleh kekhawatiran akan rasa tidak aman dan kurangnya persiapan.

Paus Fransiskus berulang kali menyuarakan keprihatinannya terhadap Sudan Selatan. Dia memberikan audiensi kepada Kiir bulan lalu.

Pria asal Argentina itu berharap untuk mengunjungi negara itu untuk mendorong proses perdamaian lebih lanjut.

Sementara itu, lembaga pemantau perdamaian Sudan Selatan berharap pemerintah persatuan transisi yang baru akan dibentuk bulan depan, meski ada keraguan atas implementasi kesepakatan damai.

Augostino Njoroge, Ketua sementara Komisi Pemantauan dan Evaluasi Bersama (JMEC), menilai kesepakatan damai itu memerangi terlalu banyak tantangan.

Namun, dia menekankan pemerintah baru dapat dibentuk jika penandatangan dapat dilakukan sebelum batas waktu Mei mendatang.

"Dengan lebih banyak upaya, adalah mungkin untuk mencapai yang kritis, saya optimis pemerintah ini dapat dibentuk," kata Njoroge.