Salin Artikel

Cerita Orang Indonesia yang Merayakan Imlek di Swiss...

Namun, lain halnya dengan Veronica Fany Kristianti (24). Ia merupakan salah satu pelajar Indonesia keturunan Tinghoa yang tengah menyelesaikan studi S3 atau gelar doktor di Swiss.

"Aku merayakan malam Imlek sama teman-teman keturunan Tionghoa yang asalnya juga dari Indonesia. Kami makan malam di restoran di daerah Santa Francois, Lausanne," ujar Fany saat dihubungi Kompas.com pada Senin (4/2/2019).

"Kami makan mi, dimsum, oseng-oseng kangkung, ikan, sama ayam masak asam manis, dan canton fried rice di restoran Asia. Kata mereka itu sudah the best Asian food sekota," kata dia.

Fany pun merasa senang karena ia bisa menjumpai makanan oseng-oseng kangkung, ciri khas kuliner di Indonesia yang rasanya sangat enak.

Ia juga mengatakan bahwa ia dan ketiga temannya hanya makan bersama di restoran Asia dan saling bertukar cerita.

Restoran yang menyediakan masakan Asia ini ternyata menerapkan sistem buffet atau prasmanan yang harganya dihitung dari beratnya makanan yang diambil.

"Restonya pakai buffet, jadi ambil sesuka hati, terus bayarnya sesuai gram. Biasanya restoran begini mengurangi makanan yang dibuang-buang karena porsi berlebih," ujar Fany.

"Jadinya mikir-mikir kalau mau ambil porsi banyak," ucap dia.

Selanjutnya, ketika mereka selesai makan, rencananya mereka akan mampir ke kedai minuman untuk sekedar pesan kopi atau minuman lain.

Namun, proses pencarian restoran ini diperkirakan memakan waktu lama. Kemudian, mereka memutuskan ke salah satu rumah teman dan minum kopi bungkus.

Perempuan yang gemar berenang ini juga tidak melihat adanya pertunjukan liong dan barongsai di kota yang ia tinggali.

"Enggak ada barongsai, sepi malahan. Tapi kayaknya kalau di kota-kota besar ada deh," ujar Fany.

Fany baru pertama kali merayakan tahun baru Imlek di Swiss. Tahun sebelumnya ia rayakan di Jepang ketika dirinya melanjutkan studi magister di Kota Hokkaido, Jepang.

Ditelepon keluarga

Meskipun jauh dari keluarga, Fany tetap menelepon keluarganya untuk menanyakan kabar dan suasana Imlek di sana.

"Keluarga di rumah juga telepon, aku ditanya, di sini aku makan apa saja pas malam Imlek, terus disuruh masak daging babi yang banyak buat persediaan makan," ujar Fany.

Sementara itu, Fany juga teringat perayaan Imlek semasa kecil. Dulu ia masih menerima angpau dari beberapa anggota keluarga dan juga beberapa tradisi Tionghoa yang melekat di keluarganya.

"Pas zaman kakekku, masih ada tradisi enggak boleh buang sampah ketika Imlek. Cuci piring saja enggak boleh. Padahal keluarga besar datang kan, sampai kotor gitu dapurnya. Pokoknya pas Imlek isinya cuma makan sama silaturahmi saja," ujar Fany.

Tak hanya tradisi tidak boleh bebersih ketika perayaan Imlek, ternyata tradisi tidak boleh memakan bubur pun juga pernah dilakukan oleh keluarganya.

"Imlek itu harus makan besar, seperti daging bagus dan mahal. Tidak boleh makan miskin-miskin. Bubur kan versi miskinnya nasi," ujar Fany.

Menurut dia, kalau di keluarga itu menyediakan bubur sebagai hidangan Imlek, diyakini akan memulai tahun baru dengan bermiskin-miskin terus selama setahun.

Kemudian, keluarganya hingga saat ini masih melakukan tradisi potong rampung jelang malam tahun baru Imlek.

Fany mengungkapkan bahwa ayahnya dan adiknya masih melakukan tradisi potong rambut yang diyakini bisa membuang kesialan pada tahun sebelumnya.

"Tiap Imlek, papa dan adikku pasti potong rambut. Aku waktu itu menolak disuruh potong rambut, kan sayang rambutku niatnya mau dipanjangin pas tahun 2011," ujar Fany.

Memiliki pengalaman merasakan Imlek di negeri orang tak mambuat Fany kecewa karena tidak bisa berkumpul dengan keluarga.

Ia sangat bersyukur karena keluarganya menelepon dan mengabarkan kabar baik. Tahun ini, Fany berharap mendapatkan rejeki dan kesehatan yang baik, dan juga kebahagiaan.

https://internasional.kompas.com/read/2019/02/05/19570041/cerita-orang-indonesia-yang-merayakan-imlek-di-swiss-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke