Salin Artikel

"Ostarbeiter", Pekerja Paksa yang Jadi Korban Nazi di Perang Dunia II

Tentara Nazi mulai melakukan penjarahan dan penguasaan sejumlah wilayah. Mereka menguasai berbagai titik di Perancis dan juga di negara sebelah timurnya.

Pada awal 1940-an, tentara Jerman mulai memaksa jutaan orang Ukraina, Belarus dan Rusia untuk dibawa ke Jerman. Mereka akan dipaksa untuk bekerja demi menunjang mobilitas dan pergerakan Jerman.

Kerja paksa ala Nazi

Ketika masa Perang Dunia II mulai memanas, Nazi membutuhkan tenaga kerja. Perekonomian Jerman membutuhkan sokongan banyak orang. Selain itu, perekonomian Jerman berjuang mati-matian karena sebagian besar pekerja menjadi tentara Wehrmacht.

Salah satu solusi utamanya adalah dengan mendatangkan orang-orang dari luar Jerman untuk bekerja di sektor industri dan pertanian Jerman.

Mereka diberi iming-iming rumah, bayaran yang tinggi dan kehidupan yang layak di Jerman. Surat pemberitahuan ini dikirim ke beberapa negara yang jadi wilayah pendudukan Jerman agar mereka semua tertarik.

Kemudian, Nazi menggunakan kekerasan. Anak buah Hitler ini mengumpulkan orang-orang Ukraina, Belarus, dan Rusia, terutama anak-anak dan remaja di desa-desa dan kota-kota, dan memaksa mereka naik kereta ke Jerman.

Mereka yang datang dari Uni Soviet disebut "ostarbeiter" atau "pekerja dari Timur". Status pekerja ini dianggap rendah dan mendapat perlakuan kejam.

Perlakuan tak manusiawi

Ketika kereta sampai di Jerman, para pekerja ini tak mendapat perlakukan baik dari pemerintah. Seperti budak, para pekerja "dijual".

Hampir sama seperti pekerja romusha ala Jepang, para ostarbeiter ini hidup tak menentu di Jerman. Mereka bekerja di pabrik-pabrik, tambang, peternakan sesuai dengan siapa yang membayar upah yang dianggap paling tinggi.

Mereka yang bekerja di pabrik bernasib malang. Mereka kurang tidur, kerja keras, dan hidup kelaparan di kamp kerja paksa. Pengusaha memberi makan sehari sekali dengan semangkuk sup, dengan wortel, dan rutabaga.

Rutabaga merupakan sayuran termurah di Jerman, tidak dicuci, akar dan pucuknya masih menempel, dan dilemparkan begitu saja kepada para pekerja. Kondisi itu menjadikan pekerja rentan terkena tipes dan malaria.

Beberapa pekerja pabrik dibayar sedikit. Uang itu hanya memberi mereka kesempatan membeli kartu pos atau pakaian di toko.

Dilansir dari RBTH, banyak pemuda yang mencoba melarikan diri dari kamp kerja paksa namun mereka tertangkap dan mendapat kekerasan fisik.

Akibatnya dibawa menuju Auschwitz, lalu ke kamp konsentrasi di dekat Magdeburg, dan banyak yang tidak selamat.

Sementara itu, kekerasan tak dialami semua ostarbeiter. Ada sebagian dari mereka yang mendapatkan tuan yang baik bahkan dianggap seperti anggota keluarga.

Mereka mendapatkan gaji sebagai mana mestinya dan tinggal dalam rumah yang aman untuk melayani keluarga Jerman.

Ketika Jerman di ujung tanduk

Kemenangan Sekutu pada 1945 membawa dampak yang sulit bagi para pekerja. Mereka harus berlindung dari berbagai serangan Sekutu, karena Jerman dibombardir.

Ketika mereka dikembalikan ke Uni Soviet, kendala pertama adalah harus menjalani masa-masa rehabilitasi dulu oleh dinas intelijen Soviet. Mereka diinterogasi, baik tahanan perang maupun warga sipil.

Ada yang ditahan pemerintah, ada juga yang hidup bebas. Namun kehidupan pun tak lebih mudah bagi mereka yang pulang ke rumah. Bekas tawanan Jerman menjadi cap seumur hidup.

Banyak dari mereka yang membisu selama bertahun-tahun, agar tak mendapat cercaan dari tetangganya.

https://internasional.kompas.com/read/2019/01/26/14471831/ostarbeiter-pekerja-paksa-yang-jadi-korban-nazi-di-perang-dunia-ii

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke