Salin Artikel

Biografi Tokoh Dunia: Erwin Rommel, Rubah Gurun Perang Dunia II

Dia menjabat sebagai Komandan Divisi Panzer Ketujuh saat Invasi Perancis yang berlangsung pada 1940. Kemudian dia ditempatkan sebagai komandan Korps Afrika.

Kepemimpinannya saat memimpin pasukan gabungan Jerman dan Italia membuatnya disegani sebagai komandan tank terbaik, dan mendapat julukan der Wuestenfuchs atau Rubah Gurun.

Karena jasanya, Rommel dijadikan nama pangkalan militer terbesar Jerman, Barak Field Marshal Rommel di Augustdorf.

Dilansir dari berbagai sumber, berikut merupakan biografi dari perwira yang juga mendapat julukan "Marsekal Rakyat" tersebut.

1. Masa Kecil dan Karir Awal di Militer
Johannes Erwin Eugen Rommel lahir di Heidenheim, sekitar 45 kilometer dari Ulm di Kerajaan Wuerttemberg, Kekaisaran Jerman pada 15 November 1891.

Ayahnya, Erwin Rommel Senior, selain berprofesi sebagai guru dan pengelola sekolah, juga seorang tentara dengan pangkat Letnan di artileri.

Di usia 18 tahun, Rommel masuk militer dan ditempatkan di Resimen Infanteri Ke-124 Wuerttemberg sebagai Fahnrich atau kandidat perwira.

Di 1910, dia masuk Sekolah Kadet Perwira di Danzig, dan lulus November 1911, dan ditempatkan di Infanteri Ke-124 Weingarten sebagai Letnan.

Maret 1914, dia dipindahkan ke Ulm dan masuk Resimen Artileri Lapangan Ke-46 Korps Pasukan XIII sebagai komandan senjata berat.

Dia ditempatkan kembali ke Infanteri Ke-124 saat Perang Dunia I pecah. Di sekolah kadet, dia bertemu perempuan yang kelak jadi istrinya, Lucia Maria Mollin.

2. Perang Dunia I
Pengalaman perang pertama Rommel didapat pada 22 Agustus 1914 sebagai komandan peleton dalam pertempuran dekat Verdun, Perancis.

Di sana Rommel mendapat kemenangan ketika dia dan tiga anak buahnya menembak garnisun Perancis yang sepertinya tidak siap menghadapi serangan dadakan.

Pendekatan perang Rommel adalah melakukan gerak cepat ke garis depan musuh dilindungi tembakan artileri, dan bergerak ke posisi sayap untuk mendapatkan momentum penyergapan.

Atas jasanya pada September 1914 hingga Januari 1915, Rommel diganjar penghargaan medali Iron Cross Kelas Kedua, dan dipromosikan sebagai Oberleutnant (Letnan Satu).

Dia dikirim ke satuan baru Batalion Gunung Kerajaan Wuerttemberg Alpenkorps pada September 1915, dan menjabat sebagai komandan kompi.

24 Oktober 1917, Batalion Gunung Wuerttemberg terlibat dalam Pertempuran Caporetto di medan Austro-Italia. Pasukan Rommel mendapat tugas merebut tiga gunung: Kolovrat, Matajur, dan Stol.

Dalam waktu 2,5 hari, Rommel dan 150 anak buahnya mampu merebut 81 senjata dan menawan 9.000 orang termasuk 150 perwira dengan korban enam pasukannya tewas.

Pada masa itu, Rommel memperkenalkan taktik infltrasi, sebuah manuver perang yang di masa ini dipakai oleh tentara manapun di dunia, dan sering disebut Blitzkrieg tanpa tank.

9 November 1917, dia memerintahkan serangan ke Longarone berkekuatan pasukan kecil, dan mampu memaksa Divisi Infanteri Pertama Italia yang berkekuatan 10.000 orang menyerah.

Atas aksinya, dia mendapat penghargaan Pour le Merite. Januari 1918, pangkatnya dinaikkan menjadi Kapten, dan dikirim ke Korps Pasukan XL!V hingga perang berakhir.


3. Komandan Berkepala Dingin
Pasca-perang, dia bermarkas di Resimen Ke-124 hingga 1 Oktober 1920, dan dipindahkan ke Resimen Infanteri Ke-13 di Stuttgart sebagai Kapten.

Kesatuannya bertugas memadamkan kerusuhan dan kekacauan sipil yang terjadi di Jerman. Alih-alih menggunakan kekerasan, Rommel memilih diplomasi.

Salah satu keampuhan teknik negosiasinya terjadi di Lindau di mana kota itu dikuasai pasukan revolusioner komunis.

Dia bernegosiasi dengan dewan kota, dan berhasil meyakinkan mereka untuk mengembalikan kekuasaan ke pemerintahan yang sah.

Keberhasilannya kemudian menular ke Schwaebisch Gmuend. Sejarawan Raffael Scheck memuji Rommel yang selalu berkepala dingin berpikir moderat.

Antara 1929-1933, dia bertugas sebagai instruktur di Sekolah Infanteri Dresden dengan sebelumnya pangkatnya dinaikkan sebagai Mayor April 1932.

Di sana, Rommel mencurahkan bakat menulisnya, dan menghasilkan buku pelatihan infanteri yang terbit pada 1934. Saat itu, pangkatnya menjadi Oberstieutnant (Letnan Kolonel).

Dia ditempatkan di Batalion Jaeger Ketiga, Resimen Infanteri Ke-17 yang bermarkas di Goslar. Di sana, Rommel bertemu Pemimpin Nazi Adolf Hitler.

Terkesan dengan reputasi Rommel sebagai intruktur militer hebat, Hitler menugaskannya sebagai perwira penghubung Kementerian Perang dengan Pergerakan Muda Hitler.

1 Agustus 1937, Rommel dipromosikan sebagai Oberst (Kolonel). 1938, Rommel menjadi komandan Akademi Militer Theresian di Wiener Neustadt.

Oktober 1938, Hitler secara khusus memintanya sebagai komandan kedua Fuehrerbegleitbatallion atau pasukan pengawal Fuehrer.

Selama menjadi komandan pengawal pribadi Hitler, Rommel meluangkan waktunya mempelajari mesin dan mekanika, sistem pembakaran mesin hingga senjata berat.

4. Perang Dunia II
23 Agustus 1939, Rommel naik pangkat sebagai Mayor Jenderal dan menjabat Komandan Fuehrerbegleitbatallion saat Invasi Polandia yang dimulai 1 September 1939.

Kesuksesan di Polandia rupanya membuat Rommel tertarik untuk terjun kembali ke medan perang. Dia berusaha meyakinkan Hitler agar menempatkannya di salah satu Divisi Panzer.

Februari 1940, dia menjadi Komandan Divisi Panzer Ketujuh berkekuatan 218 tank di tiga batalion, dua resimen senapan serbu, satu batalion teknisi, hingga batalion anti-tank.

Prestasi besar langsung ditunjukkan dalam penugasan pertama dengan divisinya ambil bagian dalam serbuan melalui Sungai Meuse.

Divisi Lapis Baja Ketujuh menerobos hutan di kawasan Ardennes, dan berhasil memotong kekuatan pasukan Inggris-Perancis di selatan dan utara sampai Somme.

Rommel berhasil menawan 100.000 prajurit beserta 450 unit tank. Adapun pihaknya menderita kerugian 2.500 serdadunya gugur dan 42 tank hancur.

Keberhasilan Rommel membuat Hitler menggesernya untuk mengepalai Korps Afrika Jerman (DAK) yang baru dibentuk, berkekuatan Divisi Ringan Kelima dan Divisi Panzer Ke-15.

Dia diangkat sebagai Letnan Jenderal, dan segera terbang ke Tripoli, Libya, untuk membantu militer Italia yang menderita kekalahan dari pasukan Persemakmuran Inggris di Operasi Kompas.

Saat itu, Rommel harus melawan pasukan Sekutu yang dipimpin Panglima Tertinggi Komando Timur Tengah, Jenderal Archibald Wavell.

Dia harus melawan Sekutu dengan modal hanya dua divisi. Meski begitu, Rommel mampu memukul mundur pasukan Inggris dalam waktu 30 hari.

Bahkan, dia mampu membawa pasukannya mengepung pertahanan lawan di sekitar kota Tobruk yang berjarak 160 kilometer di belakang medan tempur antara April hingga Desember 1941.

Sempat dihantam balik Inggris, Rommel kembali dengan membawa DAK pada Juni 1942, dan akhirnya merebut Tobruk dalam serangan yang dikenal sebagai Pertempuran Gazala.

Dikenal karena kepiawaiannya memimpin pasukan langsung ke garis depan alih-alih belakang, jurnalis Inggris menjulukinya "Rubah Gurun".

Selain di kalangan anak buahnya, Rommel dipuji sebagai "Marsekal Rakyat" dan populer di Arab karena bertindak sebagai pembebas dari penjajahan Inggris.

Tidak lama kemudian, Hitler menganugeraninya pangkat Field Marshal, dan memperoleh reputasi sebagai salah satu jenderal sukses Hitler.


5. Kekalahan di El Alamein
Kesuksesan di Gazala hanya bertahan selama lima bulan. Di musim gugur 1942, pasukan Inggris kembali merebut Tobruk dalam perang di dekat kota Mesir El Alamein.

Kesuksesan Inggris tak lepas dari keputusan mengganti Komandan Pasukan Kedelapan dengan Bernard Montgomery pada 8 Agustus 1942.

Kiprah Rommel berakhir pada Maret 1943 ketika dia berupaya menyudutkan pasukan Montgomery di sekitar Medenine, Tunisia.

Serangan itu dilakukan Divisi Panzer Ke-10, 15, dan 20. Mendapat peringatan dari intelijen Ultra, Montgomery langsung memasang senjata anti-tank.

Sistem pertahanan Montgomery berhasil merontokkan 52 tank Rommel yang memaksanya menghentikan serangan. Jatuh sakit, dia terpaksa kembali ke Jerman.

6. Plot Membunuh Hitler dan Kematian
Setelah sembuh, Rommel mendapat tugas sebagai Komandan Grup B Angkatan Darat Jerman, jabatan di bawah Jenderal Besar Gerd Rundstedt.

Rommel mendapat tanggung jawab mempersiapkan pertahanan di Perancis untuk menghadapi kemungkinan serbuan Sekutu.

Saat itu, dia dipercaya mengurus sistem pertahanan Nazi yang diberi nama Dinding Atlantik. Namun, sistem itu gagal membendung Sekutu.

6 Juni 1944, Sekutu berhasil melakukan invasi setelah mendarat di Pantai Normandia, dan memperbanyak kekuatannya menjadi satu juta personel.

Sadar bahwa kekalahan Jerman makin dekat, Rommel mulai berdiskusi dengan perwira lainnya soal kemungkinan mereka menyerah.

Enam minggu setelah Pendaratan Normandia, kendaraan yang ditumpangi Rommel diserang pesawat pemburu Sekutu pada 17 Juli 1944, dan menderita luka cukup parah.

Tiga hari setelahnya, terjadi sebuah insiden besar di mana Claus von Stauffenberg melancarkan Operasi Valkyrie dalam upaya membunuh Hitler.

Rencana pembunuhan yang dikenal sebagai Plot 20 Juli itu dilakukan ketika Hitler dan para perwiranya berkumpul di markas rahasia Sarang Serigala di Rastenburg, Prussia Timur.

Plot itu gagal. Von Stauffenberg serta perwira militer yang terlibat dalam upaya tersebut dijatuhi hukuman mati.

Hitler menuduh Rommel juga berniat untuk melenyapkannya sehingga dia dihadapkan pada Pengadilan Kehormatan Militer.

Hitler memberikan dua pilihan kepada Hitler yang telah dicap pengkhianat. Bunuh diri atau dipermalukan di hadapan publik.

Rommel memilih bunuh diri dengan menenggak kapsul berisi sianida pada 14 Oktober 1944 di Herrlingen dalam usia 52 tahun.

Jenazahnya dimakamkan di Herrlingen. Selama beberapa dekade, veteran Perang Afrika, termasuk mantan lawannya, bakal berkumpul di depan nisannya.

https://internasional.kompas.com/read/2018/10/15/19354191/biografi-tokoh-dunia-erwin-rommel-rubah-gurun-perang-dunia-ii

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke