Salin Artikel

Biografi Tokoh Dunia: Bhumibol Adulyadej, Raja Paling Lama Berkuasa di Thailand

Raja Bhumibol naik takhta pada 9 Juni 1946 dan menjadi raja Thailand terlama dengan masa jabatan hingga 70 tahun 126 hari dan baru turun takhta setelah mangkat.

Bhumibol lahir di Cambridge, Massachusetts, AS pada 5 Desember 1927. Dia adalah putra termuda dari Pangeran Mahidol Adulyadej dengan Sangwan Talapat.

Bhumibol lahir saat kedua orangtuanya berada di AS, karena sang ayah yang tengah belajar di program kesehatan publik di Universitas Harvard.

Namanya, Bhumibol Adulyadej, berasal dari bahasa Thailand yang berarti "Kekuatan Bumi yang Tak Tertandingi".

Dia memiliki seorang kakak perempuan, Putri Galyani Vadhana dan kakak laki-laki Pangeran Ananda Mahidol.

Bhumibol baru tiba di Thailand pada 1928, setelah sang ayah menyelesaikan kuliahnya. Namun setahun berselang, sang ayah meninggal dunia karena gagal ginjal. Pada 1933, ibunya membawanya beserta kedua kakaknya ke Swiss.

Saat Raja Prajadhipok, yang bergelar Rama VII, sekaligus paman dari Bhumibol turun takhta pada 1935, jabatan raja diserahkan kepada kakak Bhumibol, Ananda Mahidol, yang saat itu baru berusia sembilan tahun, karena Raja Prajadhipok yang tidak memiliki keturunan.

Meski demikian keluarga Bhumibol tetap tinggal di Swiss dan urusan kenegaraan sementara dijalankan oleh wali karena Raja Ananda Mahidol yang masih di bawah umur.

Semasa kecil Bhumibol memiliki ketertarikan terhadap dunia fotografi dan musik, terutama musik jazz dan alat musik saksofon. Dia juga mempelajari literatur Perancis, Latin dan Yunani di sekolah menengah atas.

Bhumibol bersama ibunya baru kembali ke Thailand pada 1945 usai berakhirnya Perang Dunia II.

Naik Takhta

Setahun setelah keluarga Bhumibol kembali ke Thailand, tepatnya pada 9 Juni 1946, Raja Ananda Mahidol ditemukan meninggal akibat luka tembakan di kamar tidurnya.

Tidak ada keterangan pasti akibat meninggalnya Raja Mahidol. Sebagian orang menyebutnya dibunuh, namun ada pula yang menyebut raja telah bunuh diri.

Penyelidikan atas kasus ini sendiri mustahil dilakukan karena Thailand menganut hukum lese majeste yang melindungi keluarga kerajaan.

Setelah kematian Raja Mahidol, Bhumibol pun naik takhta menggantikan sang kakak.


Sebagai persiapan menjadi raja, Bhumibol kembali ke Swiss untuk belajar hukum dan ilmu politik. Sementara tugas kerajaan sementara dijalankan oleh pamannya, Pangeran Rangsit.

Bhumibol kemudian menikahi saudara sepupu jauhnya, Sirikit Kitiyakara pada April 1950 dan kemudian menjalani upacara penobatan pada 5 Mei 1950.

Setelah upacara penobatan, Raja Bhumibol kembali ke Swiss untuk merampungkan studinya dan baru kembali ke Thailand setahun berselang.

Kekuasaan absolut raja di Thailand telah dihapuskan sejak masa pemerintahan Raja Prajadhipok sebagai hasil dari revolusi pada tahun 1932.

Karenanya, kekuasaan Raja Bhumibol di bidang politik praktis tidak terlalu besar.

Peranan Politik

Meski secara konstitusi jabatan raja Thailand masih sebagai kepala negara dan komandan angkatan bersenjata, fungsi utamanya lebih kepada sebagai simbol dan fokus persatuan bagi bangsa Thailand.

Namun demikian, sebagai raja, Bhumibol memperoleh popularitas yang luar biasa dan sangat dihormati.

Selain itu, meski kekuasaannya dalam pemerintahan terbatas, Raja Bhumibol memiliki beberapa kesempatan untuk berperan penting dalam proses mediasi dan membantu menghindari krisis politik di Thailand.

Salah satunya saat terjadi unjuk rasa melawan kediktatoran Jenderal Thanom Kittikachorn dan Praphas Charusathien yang menggunakan kekuatan militer untuk menindas dan berujung tewasnya banyak demonstran.

Raja Bhumibol menengahi dan membujuk para jenderal untuk menyerahkan kekuasaan.

Raja Bhumibol juga berperan dalam menyelesaikan konflik kekuasaan pada 1992 antara junta militer dengan panglima militer Suchinda Kraprayoon.

Dia mendesak diadakannya pertemuan yang disiarkan televisi antara Suchinda dengan pemimpin oposisi Chamlong Srimuang dan berujung pada Suchinda yang mengundurkan diri.

Pada September 2006, Bhumibol kembali menghadapi krisis dalam politik Thailand, setelah partai-partai oposisi memboikot jalannya pemilu yang digelar Perdana Menteri Thaksin Shinawatra.

Mahkamah Konstitusi Thailand kemudian membatalkan hasil pemilihan.


Pada 19 September, sebelum pemilihan baru dapat digelar, militer Thailand menyusun rencana kudeta saat Thaksin sedang berada di luar negeri.

Bhumibol kemudian memutuskan mendukung jalannya kudeta dan memberikan persetujuan kerajaan kepada kabinet perdana menteri sementara.

Akhir Kehidupan

Kondisi kesehatan Raja Bhumibol diketahui mulai menurun pada September 2009, setelah dia dirawat di rumah sakit, diduga karena menderita radang paru-paru.

Kemudian pada 2011, Raja Bhumibol disebut juga menderita gejala Parkinson dan mengalami depresi. Dia sempat kembali dirawat di rumah sakit pada Januari 2012.

Tahun-tahun setelahnya, seiring dengan kondisi kesehatannya yang terus, Raja Bhumibol mulai jarang tampil di hadapan publik, bahkan saat perayaan ulang tahunnya pada Desember 2015.

Pada 1 Oktober 2016, pihak keluarga kerajaan membuat pengumuman terkait kondisi kesehatan Raja Bhumibol.

Sempat terserang demam, raja kemudian dilaporkan mengalami infeksi pada organ paru-parunya. Dia juga mengalami gagal ginjal.

Pada 13 Oktober 2016, Raja Bhumibol Adulyadej diumumkan telah meninggal dunia di usai 88 tahun.

Menyusul meninggalnya Raja Bhumibol, kerajaan Thailand mengumumkan masa berkabung hingga jenazah raja dikremasi pada 26 Oktober 2017, atau selama satu tahun sejak kematiannya.

Posisi raja Thailand kemudian diserahkan kepada putra satu-satunya dari Raja Bhumibol, yakni Raja Maha Vajiralongkorn.

https://internasional.kompas.com/read/2018/10/12/22042541/biografi-tokoh-dunia-bhumibol-adulyadej-raja-paling-lama-berkuasa-di

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke