Salin Artikel

Pertemuan Kim-Trump, Sebuah Kesuksesan atau Semata "Pertunjukan"?

Pertemuan di Singapura ini memang disetarakan dengan hal serupa di masa lalu misalnya kunjungan Presiden Richard Nixon ke China pada 1972 atau pertemuan Presiden Ronald Reagan dan pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev di Reykjavik pada 1986.

Namun banyak yang meragukan hasil pertemuan Singapura selain menjadikan Kim Jong Un dan Donald Trump dikenang dalam sejarah.

Apalagi di masa lalu sudah banyak kesepakatan yang dibuat dengan Korea Utara berakhir dengan kegagalan.

Sementara itu di mata beberapa kalangan, pertemuan di Singapura justru memberikan legitimasi untuk Kim Jong Un yang dalam memerintah kerap melanggar HAM.

"Pertemuan ini adalah kemenangan bagi Kim Jong Un. Pertemuan dengan Presiden Trump menjadi sebuah propaganda dan mengangkat prestise Korea Utara," kata Michael Kovrig, penasihat senior Crisis Group untuk Asia Timur Laut.

Analis lain memberikan komentar lebih bijak dan memilih menunggu perkembangan lanjutan dari hasil pembicaraan Singapura.

"Kita akan lihat apakah Kim akan benar-benar memberikan sesuatu yang lebih dari sekadar kebahagiaan semu dan pertunjukan televisi yang bagus," kata Kelly Magsamen, mantan spesialis Asia di Kemenhan AS.

Di sisi lain, kesepakatan kedua pemimpin itu memang tidak akan serta merta menyelesaikan masalah denuklirisasi Semenanjung Korea.

Sigfried Hecker, pakar nuklir dari Universitas Stanford mengatakan, penelitian yang dilakukannya menunjukkan proses denuklirisasi total membutuhkan waktu antara enam sampai 10 tahun.

Apalagi sejauh ini tidak diketahui pasti jumlah senjata nuklir yang dimiliki Korea Utara.

Sejumlah kelompok pemantau memperkirakan Korea Utara setidaknya dalam uji coba senjata nuklir terakhir Korut pada September tahun lalu, kekuatan senjata yang digunakan mencapai 250 kiloton.

Jumlah itu sama dengan 16 kali lebih besar dari bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima, Jepang pada 1945.

Sementara itu, buku putih yang diterbitkan Korea Selatan pada 2016 memperkirakan Korea Utara saat ini memiliki persediaan 50
kilogram plutonium.

Jumlah plutonium tersebut setidaknya bisa digunakan untuk membuatk 10 bom nuklir. Selain itu, Korea Utara juga memiliki kemampuan mengembangkan senjata berbasis uranium.

Tahun lalu, harian The Washington Post menyebut, berdasarkan informasi intelijen Korea Utara memiliki setidaknya 60 hulu ledak nuklir.

Selain persenjataan nuklir, Korea Utara juga diyakini mempunyai 2.500-5.000 ton senjata kimia yang dikembangkan sejak 1980-an.

Tentu jumlah senjata nuklir yang dimiliki Korea Utara tak sebanding dengan yang dipunyai Amerika Serikat.

Menurut data Kementerian Luar Negeri AS, hingga September tahun lalu, negeri itu memiliki 1.393 hulu ledak nuklir.

Sejumlah organisasi mengatakan, AS masih memiliki ribuan lagi hulu ledak nuklir yang menunggu untuk dilucuti. Jumlah seluruhnya tahun lalu mencapai 6.550 buah.

Artinya, tak mudah untuk melucuti persenjataan nuklir sebuah negara apalagi memusnahkannya secara total, termasuk persenjataan milik Korea Utara.

Namun, setidaknya pembicaraan Kim Jong Un dan Donald Trump di Singapura telah membukakan pintu yang selama ini tertutup rapat.

"Diskusi itu akan menciptakan sebuah kerangka kerja untuk kerja keras yang akan mengikuti selanjutnya," ujar Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo.


https://internasional.kompas.com/read/2018/06/12/15220851/pertemuan-kim-trump-sebuah-kesuksesan-atau-semata-pertunjukan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke