Pernyataan tersebut disampaikan para pakar di forum jelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Antar-Korea di Panmunjom, Jumat (27/4/2018).
Kim Tae Hwan, profesor di Akademi Diplomasi Nasional Korea, mengatakan, saat ini Korut berada di dua pilihan: menjadi negara nuklir ataukah negara normal.
Namun, dalam perkembangannya, Pemimpin Korut Kim Jong Un terpaksa memilih opsi kedua. Sebab, keinginannya untuk terus mengembangkan nuklir mulai mencapai batasnya.
Ambisi Kim untuk mengembangkan senjata nuklir pada militernya telah menyiratkan risiko bakal terjadi perang skala besar.
"Karena itu, dia memutuskan untuk berubah pikiran, dan memilih menjadi negara normal," kata Kim Tae Hwan dilansir dari Yonhap Kamis (26/4/2018).
Kim Joon Hyung dari Universitas Handong berharap negara komunis itu bakal melakukan denuklirisasi. Sebab, senjata nuklir hanya memberikan ancaman bagi sekitarnya.
Namun, profesor dari Universitas Kookmin, Andrei Lankov, menyatakan keraguan bahwa Pyongyang bakal benar-benar melakukan denuklirisasi.
"Saya tidak percaya begitu saja karena jelas, tindakan itu (denuklirisasi) berlawanan dengan kepentingan jangka panjang mereka," tutur Lankov.
Akan sangat bagus, lanjut Lankov, jika Korut mulai mengurangi persenjataan nuklirnya. Namun, dia melanjutkan fakta itu tergantung dari seberapa teguh komitmen Korut.
Denuklirisasi menjadi isu utama dalam KTT Antar-Korea besok. Komitmen Korut bisa berdampak terhadap perdamaian di Semenanjung Korea.
https://internasional.kompas.com/read/2018/04/26/19373331/korut-ingin-menjadi-negara-normal-daripada-pemilik-senjata-nuklir
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan