Salin Artikel

Biografi Tokoh Dunia: Martin Luther King Jr, Tokoh Persamaan Hak Sipil

Martin Luther King Jr berperan besar dalam perlawanan mengakhiri undang-undang pemisahan rasial antara keturunan Afrika Amerika dengan warga kulit putih di AS, terutama di wilayah selatan.

Namanya mulai dikenal secara nasional saat King Jr saat dia menjadi pemimpin Konferensi Kepemimpinan Kristen Selatan (SCLC) yang menyuarakan perlawanan tanpa kekerasan oleh masyarakat kulit hitam Amerika untuk mendapatkan hak-hak sipil mereka.

Perjuangan dan peranannya dalam melawan praktik undang-undang pemisahan rasial itu membawanya menjadi peraih penghargaan Nobel Perdamaian pada 1964.

Awal Kehidupan

Michael Luther King Jr lahir dari pasangan pendeta Martin Luther King Sr dan Alberta Williams King yang merupakan keturunan Afrika-Amerika.

Lahir di tengah keluarga pendeta membuat King Jr tumbuh sebagai anak yang religius, namun kehidupan masyarakat selatan AS saat itu yang masih lekat dengan rasisme membuatnya mengalami banyak pengalaman buruk dan merasa skeptis.

King Jr muda pertama kali merasakan pengalaman menyakitkan terkait pemisahan ras saat berusia enam tahun. Saat orangtua temannya yang merupakan kulit putih melarang mereka berteman, hingga keduanya masuk ke sekolah yang berbeda.

Memasuki usia remaja, King Jr bersekolah di sekolah menengah Booker T Washington di Atlanta. Di sana bakat dan kemampuannya dalam berbicara dan berpidato di hadapan banyak orang semakin terlihat, hingga membuatnya masuk dalam tim debat sekolah dan memenangi sejumlah kompetisi.

Pada masa itu King Jr kembali mendapat pengalaman tidak menyenangkan berkenaan dengan warna kulitnya. Saat kembali dari sebuah kompetisi debat di Georgia menuju Atlanta, King Jr ditemani gurunya menggunakan bus.

Dalam perjalanan, dia dan gurunya diminta berdiri dari tempat duduknya agar seorang penumpang kulit putih dapat menempati kursi mereka.

Di sekolah, King Jr termasuk siswa yang pintar dan disenangi teman-temannya. Berkat kepintarannya, King Jr berhasil lolos seleksi dan diterima di Perguruan Tinggi Morehouse di usia 15 tahun.

Di tahun 1953, King Jr menikah dengan Coretta Scott dan memiliki empat anak dari pernikahan mereka.

Pada tahun 1955, King Jr merampungkan studinya dan peraih gelar doktoralnya di usia yang masih sangat muda, yakni 25 tahun.

Setahun sebelumnya, King Jr juga resmi mengikuti jejak sang ayah dan menjadi pendeta di Gereja Baptis Dexter Avenue di Montgomery, Alabama.

Gerakan Boikot

Di tahun 1955, Asosiasi Nasional untuk Warga Kulit Berwarna (NAACP), organisasi hak sipil yang memperjuangkan persamaan hak bagi warga kulit hitam dengan kulit putih, melancarkan aksi boikot terhadap jasa bus umum.

Aksi tersebut dipicu peraturan yang mewajibkan warga keturunan Afrika Amerika untuk menyerahkan kursi mereka kepada warga kulit putih di bus.

Saat itu, seorang warga Afrika Amerika, Rosa Park (42) dihukum denda 10 dollar AS karena tindakannya yang menolak menyerahkan tempat duduknya di bus untuk penumpang warga kulit putih.

King Jr ditunjuk sebagai pemimpin aksi boikot. Dia terpilih karena kemampuannya berbicara di hadapan publik, selain juga demi mendapat pengakuan dari komunitas kulit hitam yang baru diikutinya.

Berkat kemampuannya dalam berbicara, pidato Martin Luther King Jr saat itu berhasil memberi kekuatan baru ke dalam upaya memperjuangkan hak sipil di Alabama.

Namun, selama aksi boikot bus yang berlangsung selama lebih dari satu tahun, membuat warga keturunan Afrika Amerika di Montgomery mendapat tekanan dan intimidasi. Belum lagi harus berjalan ke tempat kerja karena menolak menggunakan bus.

Karena aksi boikot itu pula, tempat tinggal King Jr sempat mendapat serangan dari oknum tak dikenal.

Komunitas warga Afrika Amerika juga mengambil tindakan hukum untuk memperjuangkan hak sipil mereka, melawan undang-undang yang mengatur pemisahan rasial dalam kendaraan umum.

Upaya mereka membuahkan hasil dan peraturan yang memisahkan tempat duduk bagi warga keturunan Afrika Amerika dengan warga kulit putih akhirnya dicabut.

Setelah keberhasilan itu, Martin Luther King Jr bersama sekitar 60 pendeta dan aktivis hak sipil mendirikan Konferensi Kepemimpinan Kristen Selatan (SCLC) untuk memanfaatkan otoritas moral dan menyusun kekuatan gereja-gereja komunitas warga kulit hitam.

Perlawanan Tanpa Kekerasan

Februari 1960, komunitas mahasiswa Afrika Amerika di Greensboro, Carolina Utara, melancarkan aksi menentang aturan pemisahan tempat duduk di kantin dan restoran kota.

Mereka melakukan aksi duduk di kursi yang dikhususkan bagi warga kulit putih dan tetap bertahan saat diminta pindah, membuat para peserta aksi menerima kekerasan fisik maupun verbal.

Mendengar adanya aksi tersebut, Martin Luther King Jr bersama SCLC mendukung para mahasiswa tersebut dengan menekankan agar mereka tetap menggunakan metode protes tanpa kekerasan.

Setelah beberapa bulan melancarkan aksi protes, tepatnya pada Agustus 1960 gerakan tersebut berhasil menghentikan aturan pemisahan tempat duduk berdasarkan warna kulit di 27 kota.

Musim semi 1963, King Jr menggerakkan massa untuk berdemonstrasi damai di pusat kota Birmingham, Alabama dan akhirnya dipenjara. Selama dalam penjara dia menuliskan surat yang menguraikan gambaran perlawanan tanpa kekerasan terhadap rasisme.

Tulis yang kemudian disebut dengan "Surat dari Penjara Birmingham" itu membuatnya kian dikenal.

Pada 28 Agustus tahun yang sama, pidato yang disampaikan Martin Luther King Jr dalam sebuah aksi demonstrasi besar-besaran yang diikuti 200.000 orang di Lincoln Memorial di Washington menjadi momen bersejarah.

Dalam pidato berjudul "I Have a Dream" atau Saya Mempunyai Mimpin, Martin Luther King Jr mengungkapkan keyakinannya bahwa suatu saat setiap manusia di AS akan dapat saling bersaudara tanpa memperhatikan warna kulit.

Akhirnya pada 1964, Undang-undang Hak Sipil 1964 diloloskan pemerintah federal. Undang-undang tersebut melarang adanya diskriminasi rasial di fasilitas milik publik. Di tahun yang sama, Martin Luther King Jr menerima penghargaan Nobel Perdamaian.

Akhir Kehidupan

Meski Undang-undang Hak Sipil telah disahkan pada 1964, namun praktik dalam penerapannya cukup lambat. Namun Martin Luther King Jr tak lelah dalam menyuarakan hak-hak sipil.

Pada 1968 sebuah aksi pemogokan yang dilakukan para pekerja sanitasi di Memphis menjadi panggung terakhir perjuangan Martin Luther King Jr.

Tanggal 3 April, dia berkesempatan menyampaikan pidato di hadapan para peserta aksi. Namun sehari setelahnya, pada 4 April 1968, saat sedang keluar di balkon kamar hotel tempatnya menginap, sebuah peluru tiba-tiba mengenainya dan membunuhnya.

Si penembak jitu, yang diketahui bernama James Earl Ray ditahan dua bulan setelah insiden berkat perburuan internasioanl. Dia mengaku melakukan pembunuhan terhadap Martin Luther King Jr dan dijatuhi hukuman 99 tahun penjara pada 1969. Namun dia meninggal di penjara pada 1998.

Meski telah meninggal dunia, peninggalan Martin Luther King Jr terhadap persamaan hak sipil tetap bertahan dengan disahkannya Undang-undang Hak Sipil 1968.

Dalam undang-undang tersebut mengatur larangan diskriminasi dalam perumahan dan transaksi terkait perumahan atas dasar ras, agama, atau asal negara. Undang-undang ini menjadi penghargaan terhadap perjuangan King Jr di tahun-tahun terakhirnya memerangi diskriminasi ras di AS.

https://internasional.kompas.com/read/2018/04/04/18270661/biografi-tokoh-dunia-martin-luther-king-jr-tokoh-persamaan-hak-sipil

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke