Salin Artikel

Biografi Tokoh Dunia: Dian Fossey, Hidup Akrab dengan Gorila

KOMPAS.com - Mempelajari dan meneliti gorila secara dekat dan akrab mungkin tidak pernah dipikirkan sebelumnya oleh Dian Fossey.

Dia memiliki obsesi untuk menyelamatkan para gorila gunung di Rwanda, yang habitatnya terus hancur oleh ulah manusia.

Untuk semakin dekat dengan primata besar itu, Dian mencurahkan seluruh hidupnya untuk tinggal bersama mereka.

Hingga pada akhirnya, kematian Dian yang tragis justru mengawali langkah kesuksesan konservasi di masa depan.

Awal kehidupan

Dian Fossey lahir di San Francisco, California, pada 1932. Orangtuanya bercerai ketika dia masih muda, sehingga dia tumbuh bersama dengan ibu dan ayah tirinya.

Sejak kecil, dia sangat tertarik pada hewan. Dia menjadi penunggang kuda di usia muda. Cita-citanya kala itu adalah menjadi seorang dokter hewan.

Setelah mendaftar di Universitas California, dia dipindahkan ke San Jose State College, dan mengubah jurusannya ke terapi okupasi.

Lulus dari San Jose pada 1954, Fossey menghabiskan beberapa bulan bekerja sebagai karyawan magang di rumah sakit, di California.

Kemudian dia pindah ke Louisville, Kentucky, sebagai direktur departemen terapi okupasi RS Anak Kosair.

Tinggal di sebuah peternakan di pinggiran Louisville, Dian menghabiskan banyak waktu merawat ternak. Tapi, dia rindu melihat bagian dunia lain dan mengarahkan pandanganya ke benua Afrika.

Beberapa tahun bekerja di rumah sakit, Dian menandai kunjungan pertamanya ke Afrika bagian timur pada 1963. Dengan mengucurkan seluruh uang tabungannya, dia berkunjung ke Kenya, Tanzania, Kongo, dan Zimbabwe.

Di Tanzania, dia bertemu dengan antropolog Louis Leakey, dan melihat secara sekilas gorila gunung.

Pada 1966, Leakey membujuknya untuk kembali ke Afrika untuk mempelajari kehidupan gorila gunung di habitat aslinya dalam jangka panjang.

Setahun kemudian, dia mendirikan Pusat Penelitian Karisoke dan memulai "pertapaannya" di Pegunungan Virunga, Rwanda, yang merupakan salah satu benteng terakhir gorila gunung yang terancam punah.

Sejumlah tantangan harus dihadapi Dian ketika mendirikan kamp di Karisoke. Setelah kepergian temannya, Alyette, dia tidak lagi memiliki penerjemah.

Namun, dia bangkit dengan berbicara kepada warga lokal menggunakan bantuan gerakan tangan dan ekspresi wajah.

Tantangan selanjutnya, dia harus mengatasi sifat pemalu gorila dan ketakutan alami mereka terhadap manusia untuk makin dekat dengan hewan besar itu.

Dia mulai mengamati hewan dan membiasakan mereka dengan kehadirannya. Data yang dia kumpulkan telah memperluas pengetahuan kontemporer tentang kebiasaan gorila, komunikasi, dan struktur sosialnya.

Ada sekitar 475 gorila gunung pada 1960-an, tetapi jumlah mereka terus menurun karena perburuan dan habitat yang berkurang.

Untuk mempelajari gorila secara mendalam, Dian meniru perilaku mereka seperti memberi makan, mengunyah, dan menggaruk. Dengan begitu, dia mendapatkan kepercayaan dari para gorila untuk memulai mengamati perilaku sosial mereka.

Pada 1970, Dian muncul di sampul majalan National Geographic.

"Setelah lebih dari 2.000 jam pengamatan langsung, saya dapat menjelaskan kurang dari lima menit dari apa yang mungkin disebut perilaku 'agresif'," katanya.

Dian ingin mendapatkan kualifikasi lebih lanjut dengan mendaftar di jurusan perlikau hewan, di Darwin College, Cambridge, pada 1970. Dia sibuk boalk-balik antara Cambridge dan Afrika demi menerima helar Doktor pada 1974.

Suara lantangnya menentang perburuan di Rwanda, yang kala itu aturannya masih sangat longgar. Dia tidak hanya bekerja untuk mencegah perburan gorila, tapi dia merawat primata yang terluka dan sakit.

Selama mengamati gorila, Dian begitu dekat dengan satu pejantan yang diberi nama Digit. Dia bertemu Digit pada 1967, ketika hewan itu berusia lima tahun.

Namun, pada 1977, dia harus menerima kenyataan bahwa Digit mati ditikam dan dibunuh oleh para pemburu.

Dian menggunakan kematian Digit untuk meningkatkan kesadaran mengenai nasib gorila gunung dan mengumpulkan dana untuk patroli anti-perburuan.

Peluncuran buku

Pada 1980, Dian berkunjung ke Ithaca, New York, sebagai profesor tamu di Cornell University. Di sana, dia menulis buku berjudul Gorillas in the Mist yang diterbitkan pada 1983.

Buku tersebut menggarisbawahi mengenai perlunya upaya konservasi bersama terhadap gorila gunung. Buku ini diterima baik oleh publik hingga hari ini, seperti film yang diadaptasi dari bukunya dengan judul yang sama.

Kematian tragis

Kembali ke Rwanda pada usia 54 tahun, dia melanjutkan kampanyenya melawan perburuan, dan mengambil langkah drastis untuk melindungi gorila.

Namun, pada 27 Desember 1985, dia ditemukan tak bernyawa di dekat perkemahannya. Banyak menduga, dia tewas di tangan pemburu. Namun, hingga kini pelakunya tidak pernah ditemukan.

Dian dimakamkan di samping Digit, gorila kesayangannya di Karisoke.

Sekarang, karya Dian Fossey terus berlanjut melalui Dian Fossey Gorilla Fund International. Setelah perang saudara di Rwanda, markas yayasan dipindahkan ke Musanze.

Langkah konservasi terhadap gorila terus digerakkan yayasan Dian untuk mencegah kepunahan hewan primata itu.

https://internasional.kompas.com/read/2018/03/30/12130081/biografi-tokoh-dunia--dian-fossey-hidup-akrab-dengan-gorila

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke