Salin Artikel

Saat Para Korban Pernikahan Anak di India Bersatu lewat Sepak Bola

Sebagaimana dilansir oleh Daily Mirror Minggu (18/3/2018), para perempuan dari tim sepak bola ini adalah korban dari pernikahan anak.

Sekitar 250 gadis dari Rajasthan, negara bagian di kawasan utara India, bergabung dengan sebuah tim yang dikelola dua lembaga kemanusiaan.

Lembaga tersebut Mahila Jan Adhikar Samiti (MJAS), serta Pusat Perlindungan HAM Anak, atau HAQ.

Beberapa anggota tim ini harus menikah di saat mereka baru berusia lima tahun dan masih suka bermain boneka, dengan pria yang lebih tua.

Ketika mencapai usia matang, mereka bakal diberikan kepada suami mereka untuk menjalani biduk rumah tangga.

Namun, bersatu dalam sepak bola, di mana mereka merasa merdeka dan diberdayakan, telah memberi anak-anak itu sebuah perspektif baru.

Salah satu yang merasakan dampak tersebut adalah Payal Prajapat, remaja berusia 13 tahun yang bergabung dengan Ajmer, nama tim yang dikelola MJAS dan HAQ.

Pada usia tujuh tahun, Prajapat sudah dinikahkan. Namun, sejak mengenal sepak bola, dia ingin mengatur sendiri masa depannya.

Tentu tidak mudah bagi Prajapat untuk meyakinkan orangtua. Ayah dan ibunya baru percaya ketika melihat sendiri kemampuannya mengolah si kulit bundar.

"Saya ingin menjadi pemain profesional. Jadi, saya bisa memaksa orangtua saya untuk membatalkan pernikahan saya," beber pemain yang berposisi sebagai gelandang tersebut.

Dampak yang sama juga diutarakan oleh Kiran Gurjar, pemain berposisi bek yang dipaksa menikah bahkan saat usinya masih dua tahun.

"Saya suka sepak bola. Olahraga ini membantu saya mengurangi rasa stres ketika saya memikirkan masa depan saya," tutur gadis yang kini berumur 11 tahun tersebut.

Koordinator MJAS, Karuna Philip, bercerita bagaimana kesulitan yang dia hadapi ketika membentuk anggota Ajmer.


Philip dan timnya mendapat perlawanan hebat ketika memperkenalkan akademi sepak bola untuk anak perempuan.

Sebab, mereka berpikir bahwa sepak bola adalah olahraga untuk anak laki-laki. Bahkan, dia berkata sempat seorang nenek masuk ke lapangan dan memukuli pemain saat pertandingan.

"Nenek itu berkata, tidak patut bagi perempuan untuk mengenakan pakaian pendek, bermain sepak bola, atau tertawa terlalu keras," kata Philip.

Meski begitu, sejak 2016, program tersebut memberikan dampak yang luar biasa. Kebanyakan dari mereka menemukan kepercayaan diri.

"Ada pemain yang menggunakan sepak bola untuk memberi edukasi terhadap orangtua mereka bahwa hidup itu adalah tentang kesempatan," tutur Philip.

Hal yang juga diutarakan sang pelatih, Aarti Sharma yang mengisahkan anak-anak itu masih tidak memahami sepak bola.

"Kini, antusiasme mereka sangatlah luar biasa. Saya sangat berharap olahraga ini membentuk masa depan mereka," kata Sharma.

Kendala berupa tidak adanya dana untuk membeli gawang tidak menyurutkan mereka untuk tetap menekuni sepak bola.

"Sepak bola sudah menjadi gairah saya, dan mengajari saya tentang kepercayaan diri. Saya bakal menekuninya dengan sungguh-sungguh," kata Prajapat.

Pemain lain Sanju Gurjar menuturkan, dia berharap bisa membatalkan pernikahannya yang sudah terlaksana sejak dia lakukan.

"Namun, jika tidak bisa, setidaknya saya bisa menikmati bermain bersama teman-teman sebelum saya diserahkan kepada suami saya," ucap gadis 13 tahun itu.

Badan PBB untuk anak-anak, Unicef menyatakan, rata-rata pernikahan anak terjadi pada keluarga miskin.

Sebab, anak dianggap sebagai beban ekonomi. Melalui pernikahan, mereka bermaksud menyerahkan tanggung jawab kepada suami.

Setiap tahun, menurut organisasi Girls Not Brides (GNB), ada 12 juta orang gadis yang menikah ketika mereka berusia di bawah 18 tahun.

Jika tidak direduksi, GNB memprediksi perempuan yang menjadi korban pernikahan anak bakal menyentuh angka 1,2 miliar di tahun 2050.

https://internasional.kompas.com/read/2018/03/18/23421961/saat-para-korban-pernikahan-anak-di-india-bersatu-lewat-sepak-bola

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke