Salin Artikel

Psikolog: Anak-anak Rohingya Trauma dan Takut Kembali ke Myanmar

DHAKA, KOMPAS.com - Anak-anak Rohingya di kamp pengungsian di Bangladesh telah menunjukkan kondisi yang membaik. Namun adanya rencana pemulangan kembali para pengungsi ke Myanmar dikhawatirkan akan membalik kondisi anak-anak tersebut.

"Teman-temanku dibunuh militer dan umat Budha saat kami mencoba melarikan diri. Banyak mayat di mana-mana," kata Sadiya (12), salah satu anak Rohingya yang berhasil mengungsi ke Bangladesh.

"Kalau sekarang kami kembali, mereka akan membunuh kami semua. Saya tidak berpikir kami akan pernah kembali. Saya tidak mau," ujarnya dengan suara bergetar dan mata berkaca-kaca.

Ada juga Mohammad Zubayer, anak berusia 10 tahun yang menjadi yatim setelah ayahnya tewas dibunuh saat serangan di Rakhine. Dia pun memilih untuk tetap berada di pengungsian.

Di pengungsian, Zubayer dapat merasakan bersekolah, sesuatu yang tidak dia dapat di Myanmar. "Saya tidak keberatan tinggal di sini selamanya," kata dia.

Sebanyak ratusan ribu warga Rohingya saat ini berada di Bangladesh setelah melarikan diri dari kekejaman yang dilakukan tentara Myanmar pada Agustus 2017 lalu.

Dua pertiga dari jumlah tersebut merupakan anak-anak, dan Sadiya menjadi satu di antara mereka.

Para pengungsi datang dengan membawa kisah dan pengalaman menyedihkan tentang keluarga mereka yang dibunuh, maupun desa mereka yang dibakar.

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperkirakan, sekitar 170.000 anak-anak Rohingya yang kini berada di pengungsian menderita trauma.

"Kita tahun anak-anak sudah mengalami trauma dan membutuhkan perawatan ahli. Anak akan semakin trauma jika dipaksa kembali," kata wakil direktur eksekutif UNICEF, Justin Forsyth kepada AFP.

"Mereka bermimpi buruk, mengompol saat tidur, melukai diri sendiri. Hal-hal itu yang mulai dilakukan anak-anak saat dalam situasi ekstrem. Mereka tidak tahu akan kembali mendapat kekerasan," tambahnya.

Tim psikolog yang bekerja di kamp pengungsian mengatakan, pemulangan dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang pada anak-anak, saat mereka sedang menjalani kehidupan baru yang mulai stabil.

Ahli psikologi klinis pemerintah Bangladesh, Sirajum Monira, yang bertugas di kamp Kutupalong, mengatakan, memulangkan kembali anak-anak tidak semudah mengangkut mereka melintasi perbatasan.

"Insiden yang mereka alami tidak akan mudah dilupakan. Ini kejadian besar bagi mereka dan akan bertahan sepanjang hidup mereka," kata dia.

"Setelah dipulangkan dan kembali ke rumah mereka sendiri, mereka akan tetap membutuhkan dukungan psikologis," tambahnya.

https://internasional.kompas.com/read/2018/01/26/18424271/psikolog-anak-anak-rohingya-trauma-dan-takut-kembali-ke-myanmar

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke