Salin Artikel

Myanmar Dituduh Lakukan Politik Apartheid kepada Rohingya

Temuan itu dipaparkan Amnesty Internasional, seperti dilansir kantor berita AFP via Arab News, Selasa (21/11/2017).

Amnesty membeberkan secara detil bentuk persekusi yang dilakukan militer Myanmar yang berujung pecahnya krisis di Rakhine 25 Agustus.

Dalam kampanye yang didanai negara, Rakhine tempat Rohingya dimasukkan sebagai wilayah Ghetto, atau kawasan kumuh dengan orang-orang minoritas di dalamnya.

Propaganda untuk mendiskreditkan Rohingya dimulai saat perdebatan Undang-undang Kewarganegaraan 1982.

Di bawah junta militer, status kewarganegaraan Rohingya dihapus dari Myanmar.

Myanmar mengenalnya sebagai "Bengalis", atau imigran ilegal asal Banglades.

Negara kemudian membuat kartu identifikasi yang bertujuan untuk menyulitkan Rohingya mendapatkan haknya di Myanmar.

Direktur Senior untuk Penelitian Amnesty Internasional, Anna Neistat, berujar, Myanmar juga menempatkan pria, perempuan, dan anak-anak Rohingya secara terpisah.

Mereka kemudian diperlakukan secara tidak manusiawi.

"Negara Bagian Rakhine adalah tempat kejadian perkara. Kasus ini terjadi jauh sebelum eskalasi antara Myanmar dan Rohingya meningkat tiga bulan terakhir," kata Neistat.

Sebelumnya pada pekan lalu (16/11/2017), Lembaga Pengamat HAM memberikan temuan bahwa perempuan Rohingya setidaknya diperkosa oleh lima serdadu Myanmar.

Korban terpaksa berjalan berhar-hari dengan menahan rasa sakit di organ kewanitaan mereka untuk mencapai Banglades.

https://internasional.kompas.com/read/2017/11/21/17460561/myanmar-dituduh-lakukan-politik-apartheid-kepada-rohingya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke