Salin Artikel

Bantuan PBB Diblokir, Nestapa Rohingya Bertambah Parah

Media Inggris, The Guardian, membut laporan ekslusif pada Selasa (5/9/2017) bahwa PBB terpaksa menghentikan bantuan berupa makanan, air, dan obat-obatan ke ribuan warga sipil di Rakhine utara sejak akhir Agustus lalu.

Bantuan dihentikan karena situasi keamanan yang semakin memburuk di kawasan yang dihuni masyarakat Rohingya itu.

Penyaluran bantuan juga semakin sulit dengan adanya batasan kunjungan dari pemerintah Myanmar ke negara bagian yang berbatasan darat dengan Banglades itu.

Ada juga yang visanya belum kunjung disetujui otoritas Myanmar sehingga membuat mereka tidak dapat berbuat banyak. Situasi memang semakin panas.

Baca: Tokoh Agama Buddha Indonesia Serukan Bantuan untuk Rohingya

Konflik antara kelompok militan dan militer Myanmar telah berujung tewasnya ratusan orang.

Markas PBB di Myanmar tetap melanjutkan bantuan di kawasan lain di Rakhine namun berharap dapat segera menyalurkan kembali ke suku Rohingya. Bukan hanya PBB yang mengalami kesulitan.

Dilaporkan, 16 organisasi LSM lain seperti Oxfam dan Save the Children mengeluh pemerintah Myanmar membatasi gerak-gerik mereka ke Rakhine.

Konflik memanas

Pengungsi Rohingya yang meloloskan diri ke Banglades pekan lalu menceritakan bagaimana desa mereka dibakar habis dengan mengerikan oleh militer Myanmar.

Masih banyak ribuan lain yang berbaris berjejer berharap untuk segera menyeberang ke Banglades meninggalkan mimpi buruk di kampung halaman mereka.

Mereka membangun kamp pengungsian sementara di perbukitan Balukhali yang berbatasan dengan Banglades.

Mereka mendirikan tenda sebagai tempat tinggal sementara.

Baca: Kapolri: Isu Rohingya "Digoreng" untuk Menyerang Pemerintahan

PBB memperkirakan 87.000 pengungsi Rohingya telah tiba di Banglades sejak 25 Agustus, tanggal meletusnya konflik bersenjata terbaru setelah konflik pada Oktober 2016.

Sebanyak 20.000 orang lain tertahan di perbatasan dan sedang menunggu untuk menyeberang ke Banglades.

Tidak sedikit orang yang lari meninggalkan anggota keluarga mereka yang sebagian tewas terbunuh.

“Militer datang begitu saja dengan membabibuta membunuh semuanya” ucap Mohammed Hasan yang kakak perempuannya tewas ditembak di dada.

Militer Myanmar yang berkuasa membantahnya. Militer yang sering disebut juga Tatmadaw menyerang kelompok militan yang menurut mereka sebagai dalang pelaku pembakaran rumah mereka sendiri.

Kelompok militan menyebut mereka harus membela Rohingya dari tindakan sewenang-wenang Tatmadaw yang semakin brutal.

Militer juga menuduh kelompok militan melakukan pembunuhan terhadap umat Buddha dan Hindu.

Kelompok militan yang dimaksud bernama Arakan Rohingya Salvation Army yang menjadi sasaran utama Tatmadaw.

Baca: Mencari Solusi Rohingya

Pemimpin de facto Myanmar yang juga konselor utama atau perdana menteri Aung San Suu Kyi belum bersuara mengenai krisis ini.

Peraih Nobel Perdamaian ini menjadi sasaran kritik karena sikapnya yang semakin tidak bersahabat terhadap bantuan kemanusiaan ke Rakhine.

Pemerintahan Suu Kyi menuduh organisasi kemanusiaan membantu kelompok militan atau yang disebut teroris oleh pemerintah Myanmar.

Akibatnya banyak pekerja kemanusiaan yang ketakutan. Namun walau memimpin Myanmar wewenang Suu Kyi dibatasi oleh militer Myanmar (Tatmadaw) yang masih mendominasi keputusan militer dan memegang posisi Menteri Pertahanan.

Tercatat ada 1,1 juta warga Rohingya yang tinggal di Myanmar. Pemerintah Myanmar melarang penggunaan kata Rohingya, kecuali menyebut mereka Benggali.

Negeri Pagoda itu hanya mengenal penggunaan kata Bengali untuk menggambarkan suku itu sebagai imigran ilegal dari Banglades.

Rohingya walau sudah hidup di Myanmar selama bergenerasi tidak diakui sebagai salah satu suku resmi di negeri itu.

Baca: Kekerasan terhadap Rohingya, Dunia Bisa Embargo Myanmar

https://internasional.kompas.com/read/2017/09/05/18032431/bantuan-pbb-diblokir-nestapa-rohingya-bertambah-parah

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke