Salin Artikel

6.000 Warga Rohingya Terdampar di Perbatasan Banglades

Perserikatan Bangsa-Bangsa pun mendesak agar Banglades tak berkeras hati menghalau pengungsi, sebagaimana dilaporkan Deutsche Welle, Selasa (29/8/2017).

Mohammad Ismail, warga Rohingya, bernaung di bawah tenda plastik saat hujan deras turun di perbatasan Banglades. Ia membawa serta keluarga, termasuk anak lelakinya yang barulahir.

"Petugas perbatasan mengizinkan kami berlindung di tempat ini, tapi sekarang saya tidak tahu lagi apa yang harus saya lakukan kepada putra saya," ungkapnya kepada kantor berita Perancis, AFP, sambil menunjuk putra kecilnya yang menggigil kedinginan.

Meski dilarang, penjaga perbatasan terkadang memperbolehkan warga Rohingya memasuki daerah Banglades di dekat perbatasan dan mendirikan tenda darurat untuk mereka. 

Baca: Gerilyawan Rohingya Serang Pos Polisi Myanmar, 32 Orang Tewas

"Kami sebenarnya diperintahkan untuk mencegah warga Rohingya memasuki Banglades," ujar salah satu penjaga yang tidak ingin disebut namanya.

 "Tapi bagaimana saya bisa tega menolak untuk melindungi bayi yang baru lahir ini yang sekarat karena kedinginan?" katanya lebih lanjut.

Selain Ismail, ada pula seorang anak perempuan berusia 11 tahun bernama Marium yang terpisah dari orangtuanya.

"Saya sedang di kamar mandi, saat petugas perbatasan mengusir orang tua saya. Dimana saya harus menemukan mereka sekarang?" ungkap Marium kepada APF sambil berurai air mata.

Tak hanya Ismail dan Marium, 6.000 warga Rohingya diperkirakan melarikan diri dari ancaman kekerasan di Myanmar dan terdampar di dekat Bangldes, demikian pernyataan resmi pejabat senior Banglades, Selasa (29/8/2017).

Baca: Etnis Rohingya: Tak Berstatus, Ditindas, dan Mengungsi

Sementara petugas memperkirakan, jumlah warga Rohignya yang berusaha memasuki perbatasan Banglades bisa bertambah hingga 10.000 orang, kemungkinan mereka masih bersembunyi di perbukitan dan hutan. 

Banglades menolak Rohingya

Sejak Jumat (25/8/2017), Banglades menolak ribuan warga sipil dari kelompok minoritas Muslim Rohingya yang ingin memasuki negara mereka, pascabentrokan yang kembali merebak di antara tentara Myanmar dengan pasukan militan Rohingya di daerah dekat Rakhine.

Petugas PBB yang menangani pengungsi mengungkapkan, dalam tiga hari saja sekitar 3.000 orang berusaha mengungsi ke Banglades.

Namun, sebagian besar pengungsi Rohingya itu diberhentikan di perbatasan meskipun bentrokan masih terjadi di desa-desa terdekat.

"Kemarin malam kami mendengar suara tembakan senjata otomatis yang berlangsung berkali-kali, lalu kami melihat asap mengepul dari desa-desa yang terbakar di seberang perbatasan sana," ujar seorang petugas senior.

Baca: Pengungsi Rohingya Tinggal Berjejalan di Kamp Banglades

Banglades saat ini menampung lebih dari 400.000 warga Rohingya di tempat pengungsian. Banyaknya pengungsi inilah yang mendorong pemerintah Banglades menginstruksikan seluruh penjaga perbatasan melakukan segala cara untuk mencegah gelombang pengungsi yang baru.

Senin (28/8/2017), pemerintah Banglades mengajukan kerjasama operasi militer dengan Myanmar untuk melawan pasukan militan Rohingya di  Rakhine, dengan harapan untuk mengindari pengungsi memasuki negara mereka.

Tentara Banglades telah menahan dan memulangkan sekitar 500 warga Rohingya yang ingin melewati perbatasan sejak Senin (28/8/2017), demikian pernyataan Shariful Islam Jamaddar, seorang pejabat.

PBB dan tuduhan Suu Kyi

Sekjen PBB, Antonio Guterres, telah mengeluarkan pernyataan yang mendesak Banglades untuk segera menolong warga sipil yang melarikan diri dari ancaman kekerasan di Myanmar.

Guterres menegaskan "sebagian besar dari pengungsi adalah perempuan dan anak-anak, sebagian dari mereka bahkan terluka".

Namun, di saat bersamaan, kantor penasihat pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, malah menuduh lembaga bantuan internasional telah menolong "teroris".

Baca: Kisah Pemerkosaan Berkelompok dan Pembunuhan Warga Rohingya

Mereka mengaku akan membuktikan klaim tentang petugas dari lembaga internasional tertentu telah "berpartisipasi dengan para ekstremis saat mengepung sebuah desa di Rakhine."

Bukti yang diperlihatkan pejabat Suu Kyi adalah sebuah foto dari salah satu program kampanye makanan milik PBB yang ditemukan di "kamp persembunyian teroris" pada akhir Juli lalu.

"Atas situasi yang terjadi saat ini, PBB di Myanmar untuk sementara akan memindahkan sejumlah staf keluar dari Maungdaw," demikian pernyataan juru bicara PBB setempat.

Mengutip Reuters, Deutsche Welle menyebutkan, sekitar 100 staf meninggalkan kota Buthidaun pascaklaim pemerintah yang dirilis lewat Facebook pada Minggu (27/8/2017).

Pada Februari lalu, Komisioner PBB Bidang Hak Asasi Manusia menyebutkan, tentara Myanmar telah melakukan kekerasan komunal seperti pembunuhan massal dan perkosaan terhadap warga Rohingya.

Baca: Tiba di Banglades, Ratusan Pengungsi Rohingya Bawa Kisah Horor

https://internasional.kompas.com/read/2017/08/30/09375911/6000-warga-rohingya-terdampar-di-perbatasan-banglades

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke