Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Pendidikan Bahasa Inggris, Cara Vietnam Kalahkan Indonesia dan ASEAN

Kompas.com - 30/05/2017, 20:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin


Guru honorer

Trang, yang sudah mengajar selama 19 tahun, hanya seorang guru honorer dan bukan pegawai negeri sipil. Gaji yang dia terima (yang berbeda-beda dari sekitar VND 1.280.000 – VND 4.000.000, atau sekitar Rp 750.000 – Rp 2.340.000, tergantung dari seberapa banyak kelas yang dia ajar dalam satu semester) lebih rendah dibanding rata-rata gaji umumnya. Dia pun tidak mendapatkan tunjangan pensiun dari negara ketika pensiun nanti.

Akan tetapi, seperti diakuinya sendiri, kebanyakan dari para pengajar (seperti rekan-rekannya yang lain) mendapatkan uang tambahan dari menyediakan pelajaran (les) tambahan di luar jam belajar.

Kelas-kelas sangat ramai, ada 44 murid di kelas yang dia ajar. Satu minggu ada empat pelajaran, masing-masing lamanya 40 menit. "Saya pikir itu tidak cukup. Banyak orangtua sudah menanyakan saya untuk memberikan pelajaran tambahan (les) tetapi saya tidak memiliki waktu,” katanya.

“Ada empat keahlian yang harus kita beri perhatian, yakni mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Namun, menulis yang sering diabaika,” kata Trang.

Menurut Trang, orang-orang yang lebih senior mengatakan bahwa pengajaran bahasa Inggris untuk sekolah dasar harus lebih fokus dalam mendengarkan dan berbicara. “Tetapi buku pelajaran yang digunakan tidak ada yang cocok,” Trang melanjutkan.

“Buktinya murid-murid tidak bisa berbicara sama sekali meskipun sudah belajar. Tantangan utama adalah pelafalan, daan itu buruk sekali,” lanjut Trang.

“Para murid banyak yang salah mengucapkan kata-kata. Kata yang paling sulit mereka ucapkan adalah ‘bathroom’. Ketika mereka memasuki sekolah menengah ke atas dan bertemu guru-guru asing, mereka tidak akan bisa berkata apa-apa. Mereka hanya dapat berbicara dengan baik jika mereka mengikuti les privat. Silabus ini tidak menjawab kebutuhan yang realistis,” kata Trang.

Ia melanjutkan, “Para birokrat pendidikan hanya memaksakan silabus kepada para murid tanpa mengetahui apakah itu berguna untuk mereka atau tidak. Saya rasa mereka harus lebih sering mengunjungi sekolah-sekolah.”

Terlebih lagi, Bank Dunia melaporkan bahwa pada 2010 angka pendaftaran murid Sekolah Menengah Atas di Vietnam hanya 65 persen, dibandingkan dengan 95 persen di Korea Selatan. Apakah skor PISA Vietnam yang mengesankan itu ada karena banyaknya murid yang kurang beruntung dan yang keluar dari sekolah?

Angka itu bukan berarti orangtua di Vietnam yang tidak peduli. “Mereka (para orangtua) paham dengan banyak perusahaan asing yang datang berinvestasi ke Vietnam, mereka paham untuk menjadi buruh pabrik pun harus memahami Bahasa Inggris,” ujar Trang.

“Para orangtua ingin sekali anak-anak mereka bisa berbahasa Inggris. Di daerah saya, hal itu seperti semacam gerakan, semua orang berpikir bahwa belajar Bahasa Inggris itu sangat penting, tidak hanya di sekolah dasar tetapi juga di taman kanak-kanak,” paparnya lebih lanjut.

“Mengejar ilmu pengetahuan seperti sebuah tradisi bagi kami. Tanpa edukasi yang baik, anak-anak tidak mungkin mendapat pekerjaan yang baik di masa depan. Sayangnya Kementerian Pendidikan tidak pernah bertanya akan tanggapan atau reaksi dari para orangtua,” Trang mengungkapkan keluhannya.

Agar lebih adil, pemerintah Vietnam haruslah menyadari tantangannya. Menteri Pendidikan Vietnam Phung Xuan Nha menyatakan bahwa peningkatan kualitas pengajar bahasa Inggris di Vietnam adalah penting dengan catatan, “Lebih baik tidak belajar sama sekali daripada belajar dari seorang guru yang buruk.”

Jadi, meskipun murid-murid di Vietnam memiliki nilai baik dalam ujian PISA, Kementerian Pendidikan harus meninjau kembali semua proyek penting di 2020 terkait cetak biru pengajaran bahasa asing secara nasional, yang sudah dimulai pada 2008 dengan anggaran sebesar VND 10 triliun (sekitar Rp 5,86 triliun).

Kemampuan memperbaiki untuk memberikan hasil yang lebih baik ini yang membuat Vietnam menjadi salah satu saingan yang berat. Para pemimpin mereka menggunakan ketiadaan demokrasi untuk menjalankan reformasi yang diperlukan dan mempersiapkan warga negaranya untuk masa depan.

Meskipun Trang merasa sedikit berkecil hati atas kegagalan sistem yang dia lihat dan lalui, kritik yang telah dia sampaikan sudah membentuk sebuah jawaban di masa mendatang terkait dengan pengajaran bahasa asing.

Jika Kementerian Pendidikan Vietnam memahami bagaimana cara menerapkan perubahannya, boleh jadi kita akan melihat lebih banyak lagi pabrik yang berelokasi ke pusat manufaktur yang sangat dinamis di ASEAN ini.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com