Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akibat Kebijakan Trump, 6 Warga Iran "Terdampar" di Belanda

Kompas.com - 31/01/2017, 20:45 WIB

AMSTERDAM, KOMPAS.com - Enam warga Iran yang berencana pergi ke AS terpaksa menghabiskan tiga maklam di bandara Schipol, Amsterdam.

Kondisi itu terjadi disebabkan Iran menjadi satu dari tujuh negara yang warganya dilarang memasuki AS akibat kebijakan Presiden Donald Trump.

"Hal ini sangat membingungkan dan tak masuk akal," kata Pedram (23), kepada AFP lewat saluran telepon.

Pedram, seorang mahasiswa program doktor, serta dua pasangan suami istri yang akan mengunjungi anak-anak mereka di AS terdampak kebijakan kontroversial itu.

Mereka sebenarnya hanya berada di Schipol untuk transit setelah mendarat dari Teheran menggunakan maskapai penerbangan KLM.

"Saat kami berangkat dari Teheran tak ada yang memberitahu soal kebijakan bafru ini. Mereka memberi kami boarding pass dan semuanya lancar," ujar seorang warga Iran yang tak mau disebutkan namanya.

Namun, saat mendarat di bandara Schipol, salah satu bandara tersibuk di Eropa, pada Sabtu (28/1/2017), mereka dipisahkan dari antrean dan harus menjalani pemeriksaan tersendiri.

"Seorang petugas imigrasi AS menmgatakan bahwa saya tak mendapatkan izin memasuki Amerika," kata dia.

Pria yang juga seorang mahasiswa program doktor ini berencana pergi ke Minnesota untuk terlibat dalam program riset pengelolaan air bersih selama enam bulan.

Padahal, dia sudah memiliki visa resmi sebulan sebelumnya dan sudah memiliki tiket pulang ke Iran pada Oktober mendatang.

Staf KLM mencoba membantu dengan menyediakan makanan dan mencarikan tempat bagi mereka untuk membersihkan badan.

Namun, meski beberapa staf kedutaan AS dan sejumlah pengacara Belanda yang mencoba menyelesaikan masalah ini, tetap saja mereka terdampar di Belanda.

Meski sudah memiliki tiket pulang ke Teheran pada Selasa (31/1/2017), tidak semua warga Iran ini bisa memutuskan apakah mereka akan pulang atau tetap berusaha berangkat ke Amerika.

Pedram sebenarnya akan menuju ke Universitas Pittsburgh lewat Detroit, untuk mengambil program beasiswa 12 bulan di perguruan tinggi itu.

Akibat tak adanya kedutaan AS di Teheran, Pedram harus pergi ke negara-negara Teluk untuk mendapatkan visa dan dia harus mengurusnya selama beberapa bulan.

"Saya tak bisa membayangkan nasib orang yang dianggap jauh lebih berbahaya daripada saya. Saya adalah dokter, dan pekerjaan saya adalah melakukan riset dan hal-hal ilmiah lainnya," kata dia.

"Saya tahu ada alasan politik di balik semua ini. Namun, bagi saya pribadi kondisi ini sangat tak masuk akal," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com