Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lewat Ring Tinju, Bea Diallo Jauhkan Pemuda Muslim Belgia dari Radikalisme

Kompas.com - 14/11/2016, 12:08 WIB

BRUSSELS, KOMPAS.com - Bea Diallo (45) adalah salah satu petinju kelas menengah di masanya dan kini adalah salah seorang anggota parlemen Belgia.

Pria Muslim yang lahir di Liberia ini mengaku sangat memahami mengapa sebagian pemuda Muslim negeri itu terjerembab ke dalam radikalisme.

Kini, Diallo menggunakan pelajaran yang didapat sepanjang karier bertinjunya untuk memotovasi para pemuda Belgia agar menjauhi radikalisme.

"Tinju membantu saya menjadi sosok seperti saat ini," kata Diallo kepada AFP setibanya di sasana tinju miliknya dari gedung parlemen.

"Kini saya mencoba menularkan kekuatan ini dan mengajarkan bahwa saya merasakan perasaan terbuang dari sebuah komunitas," tambah Diallo.

Diallo, putra seorang diplomat Guinea dan ibu yang berasal dari Senegal, mengatakan, dia terperangkap dalam lingkaran kekerasan di mas mudanya.

"Saya menjadi orang yang sangat keras, sangat ekstrem setelah diserang kelompok skinhead di Perncis. Saat itu teman saya kehilangan satu bola matanya," kenang Diallo.

"Jika kejadian itu terjadi saat ini, di mana ada orang datang dan mencuci otak saya, pasti saya sudah terjerumus ke dalam radikalisme," tambah dia.

Sejak masa-masa gelap penuh kekerasan itu, Diallo sudah memutarbalikkan kehidupannya, terutama setelah keluarganya pindah ke Brussels, Belgia.

"Saat itulah saya mulai banyak membaca karya-karya Martin Luther King dan Mahatma Gandhi," kata Diallo.

Usai gantung sarung tinju, ayah empat anak ini kemudian menjadi pelatih. Dia mengelola sasana tinju, bekerja sebagai anggota dewan kota, dan anggota parlemen di kota Brussels.

Diselamatkan tinju

Diallo mulai mengenal dunia tinju saat berusia 16 tahun dan langsung merasakan manfaat dari kedisiplinan dan semangat kesetaraan olahraga ini.

Selain bertinju, Diallo juga belajar keras di SMA hingga universitas.

Pada 1998, dia mengalahkan petinju AS Rob Bleakley untuk merebut gelar kelas menengah Federasi Tinju Dunia (IBF) di hadapan 50.000 orang di Conakry, Guinea.

Dia sukses mempertahankan gelar tersebut selama enam tahun.

Sebagai seorang Muslim, Diallo sangat akrab dengan istilah jihad. Namun dia memaknai jihad sebagai upaya untuk memperbaiki diri.

"Saya ingin membagi pengalaman dengan para pemuda yang terkadang kehilangan arah," kata Diallo.

Dia menambahkan, merasa sangat dekat dengan para pemuda Belgia keturuan Maroko, karena sama-sama berasal dari neara jajalan di Afrika sehingga merasa selalu menjadi "orang luar" di Belgia.

Memang upayanya tak mudah. Bahkan saat dia menyerukan hening cipta untuk korban 32 korban tewas akibat bom Brussels pada 22 Maret lalu, banyak yang menentangnya.

"Saya katakan, apakah mereka tahu siapa yang tewas? Muslim, Kristen, Yahudi, Arab, kulit hitam, kulit putih. Mereka mengincar semua orang," ujar Diallo.

"Ini bukan Islam memerangi Barat. Ini adalah perang melawan kita semua," tambah Diallo.

Halaman:
Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com