Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Curhat Wartawan Lintas Benua tentang Ancaman Kebebasan Pers

Kompas.com - 03/05/2016, 21:44 WIB

HELSINKI, KOMPAS.com - Wartawan menghadapi beragam bentuk pelanggaran kebebasan pers saat menjalankan tugas. Ada yang mendapat ancaman fisik, ada pula yang mengalami pembatasan hak atas pendidikan dan ekonomi.

Tanggal 3 Mei adalah Hari Kebebasan Pers Dunia. Inilah curahan hati jurnalis dari lima negara yang menghadiri perayaan Hari Kebebasan Pers Dunia atau World Press Freedom Day (WPFD) 2016 di Helsinki, Finlandia, Selasa (3/5/2016).

1. Dennis Joe Msacky, Tanzania (Afrika)

Ari Siliämaa/WPFD Youth Newsroom Dennis Joe Msacky, jurnalis Tanzania.
"Koran kami ditutup selama tiga pekan karena mengungkap gaji pemerintah," kata Dennis, Redaktur Pelaksana koran terbesar kedua di Tanzania, Tanzania Newspaper.

Insiden itu terjadi sekitar tiga tahun lalu. Para jurnalisnya tidak dilukai dan situs mereka tidak ditutup, tetapi pemerintah menggunkan hukum untuk menutup media tersebut.

Para wartawan Tanzania juga dahulu bisa meliput langsung debat di parlemen."Tapi sekarang, pemerintah bilang tak boleh liputan langsung. Jadi anggota parlemen diskusi sendiri dan masyarakat tak tahu apa yang terjadi," kata Dennis.

"Pemerintah melarang liputan langsung karena itu membuat masyarakat percaya perubahan bisa terjadi,"  lanjut Dennis.

2. Selma I. T. C. Marivate, Mozambik (Afrika)

Ari Siliämaa/WPFD Youth Newsroom Selma I. T. C. Marivate, jurnalis Mozambik
Di Mozambique, masalahnya adalah pemerintah memandang aksi wartawan sebagai kritik dan membuat mereka malu.

"Tapi tantangan terbesar adalah pendidikan. Karena kebanyakan wartawan tak punya kesempatan untuk kuliah, jadi mereka kekurangan kemampuan seperti pengertian atas isu-isu ekonomi dan politis," kata wartawan STV tersebut.

Menurut Selma, banyak berita tentang korupsi tidak dipublikasikan media massa karena wartawannya tidak tahu bagaimana menafsirkan informasi itu dan mereka tak tahu bagaimana cara menggali berita korupsi.

"Masalah lain adalah kita tak punya banyak perempuan wartawan, padahal kita punya banyak isu gender, seperti anak perempuan yang harusnya sekolah tapi tak bisa sekolah karena mereka menikah dini, dan mereka punya banyak anak tanpa mendapat pendidikan layak dan rumah yang aman, jadi itu menyebabkan kemiskinan di negara kami," katanya.
 
3. Azer Mnasri, Tunisia (Afrika)

Ari Siliämaa/WPFD Youth Newsroom Azer Mnasri, jurnalis Tunisia
Azer, seorang wartawan lepas, sering menginvestigasi teroris, meliput orang Tunisia yang menuju Suriah, merekam dengan kamera tersembunyi dan mengambil rute yang sama dari Tunisia ke Turki dan turun ke kota yang berbatasan dengan Suriah.

"Ketika saya kembali ke Tunisia, saya diancam via Twitter, tapi untungnya tak terjadi apa-apa dan polisi menanyai saya untuk mendapat informasi demi menjamin keamanan saya," kata Azer.  

"Sejak revolusi, situasinya begitu sensitif hingga pada situasi tertentu, biasanya ketika membahas terorisme, ada batasan-batasan karena Anda tak perlu memberitakan semua yang Anda lihat karena jika ada serangan teroris atau investigasi polisi tentang teroris, Anda tak berhak memberitakan semuanya," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com