Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Situasi Keamanan Tak Menentu, Warga Brussels Terpaksa Menyesuaikan Diri

Kompas.com - 25/11/2015, 11:12 WIB
BRUSSELS, KOMPAS.com — Diterangi pohon Natal di Grand Palace yang biasanya dipadati wisatawan, sepasang insan berpelukan. Hanya merekalah yang tampak di salah satu lapangan bersejarah di Eropa itu, Selasa (24/11/2015) sore.

Selain tentara yang menghangatkan diri di dalam kendaraan lapis baja mereka pada malam yang dingin November ini, tidak ada orang lain di lapangan itu.

Inilah kota Brussels, yang bukan saja merupakan ibu kota Belgia, melainkan juga pusat administrasi Uni Eropa yang terpaksa menyesuaikan diri dengan situasi keamanan yang tidak menentu.

Brussels memasuki hari keempat kebijakan "lockdown" hari Selasa. Hampir semua toko di pusat kota dan sekolah-sekolah tutup, sementara transportasi publik sangat terbatas.

Pejabat-pejabat Belgia mengatakan, sekolah mungkin dibuka kembali hari Rabu, tetapi secara bertahap.

Dari pusat kota Brussels hingga ke Molenbeek, distrik terpencil yang penduduknya sebagian besar migran dengan sedikitnya tiga militan ISIS melancarkan serangan teror di Paris tanggal 13 November lalu, hingga ke Liege, tempat kelahiran Kaisar Charles Agung yang menyatukan sebagian besar Eropa pada Abad Pertengahan, berlangsung perburuan atas jaringan militan, yang dikhawatirkan sedang merencanakan serangan serupa dengan yang dilancarkan di Paris.

Tersangka utama serangan di Paris adalah Salah Abdeslam yang berusia 26 tahun, penyerang yang pada saat-saat terakhir tampaknya gugup dan gagal meledakkan rompi bom yang dipakainya dan kini masih buron dan mungkin melarikan diri dengan menerobos penjagaan polisi di dekat Liege beberapa hari lalu.

Pejabat kontra-teroris Eropa memperkirakan, sedikitnya 5.000 warga Eropa telah bergabung dengan kelompok militan di Suriah. Beberapa analis memberikan angka yang jauh lebih tinggi, bahkan mungkin dua kali lipat. Ratusan orang telah kembali.

Menurut Pieter van Ostaeyen, analis ekstremis, dari sekitar 516 warga Belgia yang pergi dan bertempur di Suriah, sedikitnya 120 orang telah kembali. Melihat jumlah penduduknya, "sejauh ini Belgia adalah negara Eropa yang warganya paling banyak terlibat sebagai elemen asing dalam Perang di Suriah". Demikian kata Pieter.

Meskipun beberapa pemimpin seperti Presiden Perancis Francois Hollande dan Perdana Menteri Belgia Charles Michel mengatakan bahwa kehidupan normal akan segera pulih, tidak banyak orang di Brussels yang percaya bahwa kehidupan mereka akan kembali seperti dulu.

Meningkatnya ancaman teroris, ketidakpuasan warga Muslim, dan perbatasan yang terbuka, ditambah krisis migran dan pengungsi, menciptakan masalah besar, yang menurut sebagian analis tidak akan bisa ditangani Eropa.

Untuk mengatasi hal itu, dibutuhkan kondisi keamanan yang normal.

Ini termasuk meningkatkan saling tukar informasi di antara badan-badan intelijen Eropa, pengumpulan data yang lebih luas seperti yang dilakukan Amerika, dan yang sebelumnya dikritik pemimpin-pemimpin Eropa sebagai kebijakan yang mengganggu.

Langkah itu harus dilakukan tanpa memojokkan warga Muslim dan menghilangkan banyak kebebasan bagi warga Eropa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com