Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nobel Perdamaian untuk Tunisia dan Upaya Bangun Dialog di Jazirah Arabia...

Kompas.com - 10/10/2015, 06:44 WIB
Bayu Galih

Penulis

Sumber AFP, AP

KOMPAS.com - Empat kelompok sipil di Tunisia dipilih sebagai peraih Nobel Perdamaian yang diumumkan di Oslo, Norwegia, Kamis (9/10/2015) waktu setempat.

Kelompok yang dikenal sebagai Kuartet Dialog Nasional itu dipilih karena dianggap sebagai simbol penyelamat demokrasi yang berkembang sejak gerakan sipil Arab Spring muncul di jazirah Arabia.

Dilansir dari AFP, Komite Nobel menilai bahwa Kuartet Dialog Nasional berperan untuk memberikan "semangat untuk masyarakat Tunisia".

"Komite Nobel Norwegia berharap bahwa penghargaan tahun ini akan berperan dalam menjaga demokrasi di Tunisia dan inspirasi bagi mereka yang ingin mempromosikan perdamaian dan demokrasi di Timur Tengah, Afrika Utara, dan kawasan dunia lain," ucap Komite Nobel.

Damai pascarevolusi

Penghargaan Nobel ini diberikan lima tahun setelah terjadinya Revolusi Melati di Tunisia. Pergerakan yang menularkan semangat perubahan besar di jazirah Arabia itu sendiri awalnya dipicu saat seorang pedagang kaki lima membakar dirinya sendiri sebagai bentuk protes terhadap kepemimpinan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali, yang dianggap berkuasa bak diktator.

AFP Photo via BBC Pimpinan Kuartet Dialog Nasional, empat organisasi sipil di Tunisia, yang memenangkan Nobel Perdamaian 2015.
Kuartet Dialog Nasional dibentuk pada 2013, untuk menjaga kestabilan politik dan iklim demokrasi di Tunisia pascarevolusi. Adapun empat organisasi yang membentuk kuartet itu adalah Serikat Pekerja Umum Tunisia; Konfederasi Industri, Perdagangan dan Kerajinan Tunisia; Liga Hak Asasi Manusia Tunisia; serta Orde Pengacara Tunisia.

Kondisi politik di Tunisia usai tumbangnya kepemimpinan Ben Ali memang diwarnai dengan ketegangan, termasuk pembunuhan politisi kunci. Setidaknya ada dua politisi oposisi berbasis politik kiri yang mati pada 2013 silam, yaitu Chokri Belaid dan Mohamed Brahmi.

Selain itu, ada juga pertentangan antara kelompok Islamis dan kelompok sekuler yang mewarnai latar belakang sosial politik di Tunisia.

Ekstremisme, yang ada di tiap kelompok, tetap menjadi ancaman bagi masyarakat Tunisia, seperti halnya negara lain di Afrika Utara dan jazirah Arabia. Tahun ini saja, tepatnya pada 26 Juni 2015, terdapat teror yang terjadi di kota pelabuhan Sousse, yang menewaskan 38 orang, sebagian besar wisatawan.

Pemenang Nobel Perdamaian dari Tunisia ini pun menawarkan solusi damai untuk mengatasi ekstremisme. Dengan mengedepankan dialog dan perdamaian, kuartet asal Tunisia itu dianggap memahami akar permasalahan yang tidak hanya terjadi di kawasan itu, namun juga di dunia.

"Saya kira dialog adalah cara paling memungkinkan dalam melawan terorisme," kata Abdelsatar Ben Moussa, pimpinan Liga Hak Asasi Manusia Tunisia yang juga meraih Nobel Perdamaian, dikutip dari Associated Press.

Menurut Direktur Pusat Studi Islam dan Demokrasi di Timur Tengah dan Afrika Utara, William Lawrence, Nobel Perdamaian menjadi bukti bahwa proses demokrasi di Tunisia dan kawasan sekitarnya masih ada, tumbuh dan berkembang. "Tunisia membuktikan bahwa demokrasi memungkinkan di dunia Arab," ucap Lawrence.

"Sekarang komunitas internasional perlu melangkah dan mendukung Pemerintah Tunisia dan masyarakat Tunisia," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP, AP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com