Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkosa Belasan Anak di Filipina, Pria Australia Terancam Hukuman Mati

Kompas.com - 01/06/2015, 18:37 WIB

MANILA, KOMPAS.com — Peter Scully, seorang tersangka kasus paedofilia asal Australia, akan menghadapi persidangan di pengadilan Filipina pada Selasa (2/6/2015), dengan ancaman hukuman mati.

Peter Scully diduga menjalankan bisnis paedofilia internasional dari Mindanao, Filipina Selatan, serta tuduhan lainnya, seperti pemerkosaan, penyiksaan, dan pembunuhan anak-anak. Salah satu korbannya bahkan baru berusia 18 bulan.

Peter pertama kali pindah ke Cagayan de Oro, Pulau Mindanao, pada 2011. Dengan mengeksploitasi kemiskinan di sekitarnya, Peter mendekati Arlene Loyola dan menawarkan untuk memberi pendidikan dan makanan untuk anak perempuan Arlene yang baru berusia delapan tahun itu.

Arlene menerima tawaran tersebut, tetapi setelah dua pekan ia mulai khawatir. "Saya berdoa dan Tuhan mengatakan kepada saya untuk menjauhkannya dari Peter dan saya lakukan itu," ungkapnya.

Ketika Arlene mendapatkan putrinya kembali, sang putri kecil itu telah dipukul dan banyak menderita memar. Ternyata, Peter telah berulang kali membius dan memerkosa gadis itu.

Arlene hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri. "Saya merasa sangat malu dan meminta pengampunan dari anak saya karena ia menderita begitu banyak," ucapnya.

"Ia hanya ingin pergi ke sekolah. Saya tak bisa tidur, saya benar-benar tak bisa berhenti memikirkan apa yang terjadi padanya,” ujarnya terisak-isak.

Namun, kejahatan terhadap putri Arlene itu hanyalah puncak gunung es dari setumpuk kejahatan yang dilakukan Peter.

Petugas Biro Investigasi Filipina menunjukkan sebuah rumah tua yang gelap dengan dinding tinggi di bagian lain dari Cagayan de Oro. Di situlah Peter membuat video berjudul "Penghancuran Daisy".

Ia menjual video itu ke pelanggan online di seluruh dunia dengan harga 10.000 dollar AS (atau sekitar Rp 100 juta) per tampilan. Rincian lengkap tentang apa yang terjadi di rumah tersebut terlalu mengejutkan untuk diungkap.

Tetapi, Angelito Magno, salah satu detektif senior, memberi sedikit keterangan. "Dalam salah satu video ini terdapat bayi perempuan berusia 18 bulan yang digantung terbalik. Ia menangis sepanjang waktu selama disiksa," tuturnya.

Permintaan akan video yang memuakkan ini begitu besar sehingga enam orang asing, sebagian besar dari Eropa, mulai mendanai Peter.

Tetapi, salah satu video yang diproduksi akhirnya menjadi ambang kehancuran Peter. Di dalam video itu, dua anak perempuan, berumur 12 tahun dan 13 tahun, dipaksa untuk menggali kuburan mereka sendiri saat diperkosa.

Angelito mengatakan, gadis-gadis itu akhirnya mengarahkan polisi ke Peter. "Kedua gadis itu mampu melarikan diri dan mencari bantuan polisi saat leher mereka masih terikat rantai," ujar Angelito.

Angelito adalah bagian dari tim internasional yang berhasil menangkap Peter Scully (51 tahun) pada bulan Februari, mendakwanya dengan beberapa tuduhan pelecehan seksual, cyber sex, penyiksaan, pemerkosaan, perdagangan manusia, dan pembunuhan.

Di Manila, tim investigasi mengumpulkan semua bukti sebelum sidang dimulai secara resmi akhir tahun ini. Mereka kini memiliki tujuh korban di bawah perlindungan saksi yang akan bersaksi melawan Peter di pengadilan.

Eric Nuqui bekerja di Biro Investigasi Filipina dan akan menjadi salah satu jaksa yang akan mendakwa Peter. "Dengan bukti-bukti yang kami miliki dan dengan kondisi bahwa kasus ini ditangani jaksa, kami cukup banyak yakin bahwa kami memiliki kasus yang sangat solid dan bahwa ia akan enyah dari muka bumi untuk selamanya," jelasnya.

Tim di Manila dan Polisi Federal Australia sekarang bekerja untuk mengidentifikasi dan mengadili pelanggan Peter di seluruh dunia.

Mereka memiliki bukti bahwa ada seorang pria Australia yang menawari Peter uang senilai 2.500 dollar AS (atau sekitar Rp 25 juta) untuk memerkosa seorang gadis berusia 13 tahun.

Polisi Federal Australia mengatakan, 250 warga Australia yang dihukum karena kejahatan seks terhadap anak telah bepergian ke Filipina dalam empat tahun terakhir. Namun, pihak berwenang Filipina mengatakan, mereka hanya mencatat 10 orang warga Australia dengan latar belakang kejahatan berada di negeri itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com