Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seorang Pastor di Australia Bela Produk Halal

Kompas.com - 12/11/2014, 20:44 WIB

ADELAIDE, KOMPAS.com - Seorang pastor asal Adelaide, Australia, Brad Chilcott mengatakan kampanye melawan perusahaan makanan halal merupakan bentuk bullying yang harus segera dihentikan.

Pernyataan Direktur LSM Selamat Datang di Australia ini dikemukakan menanggapi kasus bullying yang dialami sejumlah perusahaan makanan Australia yang mencantumkan label halal.

Pastor Chilcott mengatakan kasus yang menimpa perusahaan susu dan yoghurt Fleurieu misalnya, telah menyebabkan perusahaan itu kehilangan kontrak senilai 50.000 dolar atau sekitar Rp 500 juta. Perusahaan ini memasok yoghurt ke maskapai penerbangan Emirates.

Chilcott mendesak Perdana Menteri Tony Abbott untuk menegaskan pentingnya sertifikasi halal untuk sektor dunia usaha.

Sementara itu, otoritas penerbit sertifikat halal di Australia menegaskan konsumen dari semua agama di negeri itu tidak perlu takut dengan produk halal.

Dikatakan, peran mereka adalah memastikan produk makanan yang dijual dipersiapkan dengan cara yang benar dan bersih sesuai dengan hukum Islam (syariah). Seruan itu diunggah di laman Facebook yang mendorong orang untuk memboikot produk halal di Australia.

Bega Cheese, Steggles, Parmalat dan daging sapi Bindaree merupakan sejumlah produk yang menjadi sasaran kampanye anti-halal. Dewan Koordinator Islam mengatakan akreditasi halal merupakan peran yang sudah mereka lakukan selama beberapa dekade.

"Australia merupakan salah satu dari pemasok terbesar di negara-negara Muslim yang mewajibkan sertifikasi halal. Hal ini sudah kami lakukan sejak tahun 60-an," kata Gaafar Muhammad dari Dewan Koordinator Islam.

Australia tercatat mengekspor  jutaan ton daging sapi dan daging sapi muda, 300 ribu ton daging domba dan daging kambing ke 110 negara di dunia. Selama ini, mayoritas pengekspor daging di Australia tidak memasalahkan sertifikasi halal.

Sistem di Australia sendiri mengakui pemotongan hewan yang halal merupakan hal yang unik karena sejalan dengan aturan yang diterbitkan oleh pemerintah federal.

Menurut Dr Fiona Hill, seorang konsultan, "Australia sangat mempersiapkan diri menjadi pemasok produk halal yang diperkirakan mencakup 1,6 miliar Muslim di seluruh dunia."

"Australia dikenal dengan metode alaminya dalam membiakan ternak dan memiliki standar kelas dunia dalam pengelolaan pertanian dan peternakan serta produksi daging yang higienis," kata Dr Hill.

"Seluruh proses operasional daging halal harus dilakukan oleh lembaga berizin dan diawasi secara rutin oleh Inspektur Karantina Pemerintah Australia (AQIS) dan Otoritas Program Halal Pemerintah Australia (AGAHP), untuk memastikan produk berkualitas tinggi dan benar-benar halal," tambahnya.

Desakan pemboikotan produk halal, Halal Choice, dimulai oleh Kirrily Smith 10 bulan lalu setelah dia mencurigai badan sertifikasi produk halal melakukan pemerasan.

Meskipun tidak mampu menyediakan bukti atas tudingannya tersebut kepada ABC, Smith mengatakan mewajibkan produk memiliki sertifikat halal itu merupakan bentuk yang sama saja dengan pemerasan.

"Banyak produk halal yang untuk menerbitkan sertifikat halalnya harus membayar padahal mereka merupakan produk yang sudah jelas-jelas halal, misalnya susu, madu, kacang, tapi tetap saja perusahaan harus membayar ribuan dolar," katanya.

"Saya pikir itu berbau pemerasan karena umat Islam di seluruh dunia tahu bahwa mereka dapat mengkonsumsi susu .... jadi meminta perusahaan untuk membayar biaya untuk sertifikasi halal, sama sekali tidak adil," katanya seraya menyangkal dia melakukan diskriminasi atas dasar agama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com