Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabinet Militer Thailand Bertemu Raja Bhumibol

Kompas.com - 04/09/2014, 20:20 WIB
BANGKOK, KOMPAS.com — Kabinet baru Thailand bertemu dengan Raja Bhumibol Adulyadej di Bangkok, Kamis (4/9/2014), menandai dimulainya secara formal pemerintahan Thailand yang akan berusia setidaknya satu tahun untuk mempersiapkan pemilihan umum.

Mengenakan pakaian militer berwarna putih, Prayuth (60) memimpin kabinetnya menuju Rumah Sakit Siriaj, Bangkok, tempat di mana Raja Bhumibol (86) berada pada saat dia tengah menjalani pemeriksaan medis.

Pemimpin kudeta militer Jenderal Prayut Chan-ocha, yang kini menjabat perdana menteri, telah mengatakan bahwa dia membutuhkan waktu setidaknya satu tahun untuk melakukan reformasi yang nantinya akan berujung pada pemilihan umum 2015.

Namun, berbagai pengamat melihat sejumlah tanda yang tampaknya akan menunda sebuah transfer kekuasaan di Thailand.

"Prayuth memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan sementara dia ditunjuk sebagai perdana menteri. Kindisi ini tampaknya akan menjadi alasan kuat bagi dia untuk memperpanjang masa jabatannya sebagai perdana menteri dan memperkuat konsolidasi kekuatan faksi militer yang dipimpinnya," kata Paul Chambers, Direktur Riset Institut Masalah Asia Tenggara di Universitas Chiang Mai.

Sejumlah pengamat mengatakan, pemimpin kudeta ingin mengakhiri pengaruh saudara laki-laki mantan PM Yingluck Shinawatra, taipan telekomunikasi Thaksin Shinawatra, yang juga digulingkan pada 2006.

Kini Thaksin tinggal di pengasingan untuk menghindari hukuman penjara akibat tuduhan korupsi yang ditimpakan kepadanya. Meski demikian, Thaksin masih mendapat banyak dukungan dari rakyat.

Pemerintahan militer yang dibentuk seusai kudeta pada 2006 menyusun konstitusi yang mencoba untuk memberangus dan menghapus pengaruh Thaksin. Namun, upaya itu gagal menghentikan Thaksin dan adiknya, Yingluck, memenangi pemilu pada 2011.

"Para jenderal masih merasa bahwa angkatan bersenjata adalah satu-satunya institusi di Thailand yang mampu untuk mengubah peta politik dan menghapus pengaruh Thaksin," kata Ambika Ahuja, pakar Asia Tenggara di Eurasia Group, lembaga konsultan risiko politik yang berbasis di New York.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Reuters
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com