Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

25 Prajuritnya Tewas, Israel Kehilangan Nyali di Gaza?

Kompas.com - 22/07/2014, 06:47 WIB

JERUSALEM, KOMPAS.com — Selama dua pekan menggelar operasi Protective Edge, Israel terlihat yakin dengan langkahnya serta bangga dengan kemampuan The Iron Dome, sistem pertahanan yang meruntuhkan roket-roket "murah" dari Gaza.

Keberadaan Iron Dome menjadi alasan tak ada satu pun warga Israel tewas karena lontaran roket dari Gaza, saat 200-an warga Palestina kehilangan nyawa karena serangan udara dan laut Israel, pada pekan pertama dan kedua operasi tersebut.

Keyakinan dan kebanggaan itu mendorong Israel meningkatkan operasi menjadi serangan darat, yang diumumkan pada Kamis (17/7/2014). Namun, keputusan mengerahkan prajurit dan tank ini pula yang kemudian malah berbalik menyurutkan nyali Israel.

Semua berbalik menjadi keraguan di Israel setelah serangan darat justru merenggut nyawa 25 orang prajuritnya. Bagi Israel, keraguan dan penghentian serangan tak pernah datang karena kematian 573 warga Palestina sejak 8 Juli 2014.

Jumlah kematian prajurit Israel dalam waktu empat hari itu merupakan angka tertinggi sejak perang Lebanon pada 2006. "Ini buruk dan tak berjalan lancar," kata Alon Geller (42), pegawai magang hukum di pusat kota Israel.

"Namun, kami harus menyelesaikan operasi. Jika kami berhenti sekarang sebelum mencapai tujuan kami, para prajurit akan mati sia-sia," kata Alon.

Surutnya nyali antara lain tergambar dari pemberitaan surat kabar Haaretz. Koran ini, Senin (21/7/2014), memperingatkan bahwa, "Pasir Gaza lembut... (tetapi) bisa berubah menjadi pasir isap." Menurut koran ini, "Tidak akan ada kemenangan di sini. Israel harus membatasi waktu (serangan) di Jalur (Gaza)."

Selama ini, ada semacam konsensus di Israel untuk lebih memilih memakai serangan udara dalam menghadapi pejuang Palestina. Namun, mereka lalu melihat matinya ratusan orang Palestina dalam dua pekan serangan tak menyurutkan perlawanan kepada Israel.

Pilihan berikutnya adalah serangan darat. Baru berjalan empat hari, Pemerintah Israel dinilai sudah terlihat ragu sekarang ketika di lapangan mereka harus kehilangan prajuritnya. Urusan ini dianggap sudah berantakan. Bukan berhentinya perlawanan yang didapat justru serangan balik yang menewaskan prajurit dari negara dengan sistem wajib militer ini yang terjadi.

Sementara itu, kematian di Gaza yang tak menyurutkan perlawanan pejuang Palestina semakin memperlihatkan bahwa perlawanan yang muncul selama ini semata bertujuan menghentikan praktik blokade Israel atas tanah Palestina di Jalur Gaza.

Kematian 25 prajurit Israel itu diyakini akan mendorong warga negara itu mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghentikan operasi. Meskipun begitu, ada juga kemungkinan garis keras Israel mendesak langkah lebih radikal, seperti pengambilalihan Jalur Gaza, sekalipun berisiko berhadapan dengan tekanan internasional yang baru mulai terusik dengan matinya ratusan orang Palestina dalam dua pekan ini.

Surutnya nyali Israel juga punya preseden, yaitu pada 2006, ketika pendahulu Netanyahu, Ehud Olmert, dipaksa warganya sendiri untuk mundur dari Perang Lebanon saat dianggap sudah terlalu banyak prajurit Israel tewas di sana.

Sebaliknya, seruan invasi total sudah mulai bermunculan di Israel untuk mengusir Hamas dari Gaza. Penyeru invasi total ini juga tahu betul, bila langkah itu ditempuh, mereka terancam kembali menjadi komunitas terkucil dengan populasi 1,8 juta jiwa yang miskin, seperti yang mereka alami selama empat dekade sampai mereka menarik diri dari Jalur Gaza pada 2005.

"Aku benci perang. Aku terluka oleh setiap kematian," kata Haviv Shabtai (61), sopir bus di Jerusalem. Dia mengaku sejak awal menentang invasi darat. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com